Lompat ke isi

Portal:Surakarta/Artikel pilihan/1: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Dikembalikan
k Suntingan Agus Damanik (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh HsfBot
Tag: Pengembalian
 
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:Medan city 2019.jpg|ka|200px|Medan pada tahun 2019]]
[[Berkas:Mataram Baru 1830.png|ka|100px|Mataram Baru]]


'''Kasunanan Surakarta Hadiningrat''' adalah sebuah kerajaan di [[Jawa Tengah]] yang berdiri tahun [[1755]] sebagai hasil dari [[perjanjian Giyanti]] 13 Februari 1755. Perjanjian antara [[VOC]] dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu [[Pakubuwana III|Sunan Pakubuwana III]] dan [[Hamengkubuwono I|Pangeran Mangkubumi]], menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.
Medan adalah ibu kota provinsi Sumatra Utara, Indonesia. Kota ini merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah DKI Jakarta dan Surabaya serta kota terbesar di luar pulau Jawa.Kota Medan merupakan pintu gerbang wilayah Indonesia bagian barat dengan keberadaan Pelabuhan Belawan dan Bandar Udara Internasional Kuala Namu yang merupakan bandara terbesar kedua di Indonesia. Akses dari pusat kota menuju pelabuhan dan bandara dilengkapi oleh jalan tol dan kereta api. Medan adalah kota pertama di Indonesia yang mengintegrasikan bandara dengan kereta api. Berbatasan dengan Selat Malaka, Medan menjadi kota perdagangan, industri, dan bisnis yang sangat penting di Indonesia. Pada tahun 2020, kota Medan memiliki penduduk sebanyak 2.435.252 jiwa, dan kepadatan penduduk 9.522,22 jiwa/km2.


Pada tanggal [[13]] [[Februari]] [[1755]] pihak VOC yang sudah mengalami kebangkrutan berhasil mengajak Pangeran Mangkubumi berdamai untuk bersatu melawan pemberontakan [[Raden Mas Said]] yang tidak mau berdamai. Semula Pangeran Mangkubumi bersekutu dengan Raden Mas Said. [[Perjanjian Giyanti]] yang ditanda-tangani oleh [[Pakubuwana III]], Belanda, dan Mangkubumi, melahirkan dua kerajaan baru yaitu [[Kasunanan Surakarta Hadiningrat]] dan [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat]]. Pangeran Mangkubumi sebagai raja di separuh wilayah Mataram mengambil gelar [[Hamengkubuwana|Sultan Hamengkubuwana]], sedangkan raja Kasunanan Surakarta mengambil gelar [[Pakubuwana|Sunan Pakubuwana]]. Seiring dengan berjalannya waktu, negeri Mataram yang dipimpin oleh Hamengkubuwana kemudian lebih terkenal dengan nama Kasultanan Yogyakarta, sedang negeri Mataram yang dipimpin oleh Pakubuwana terkenal dengan nama Kasunanan Surakarta.
Sejarah Medan berawal dari sebuah kampung yang didirikan oleh Guru Patimpus di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura. Hari jadi Kota Medan ditetapkan pada 1 Juli 1590. Selanjutnya pada tahun 1632, Medan dijadikan pusat pemerintahan Kesultanan Deli, sebuah kerajaan Melayu. Bangsa Eropa mulai menemukan Medan sejak kedatangan John Anderson dari Inggris pada tahun 1823. Peradaban di Medan terus berkembang hingga Pemerintah Hindia Belanda memberikan status kota pada 1 April 1909 dan menjadikannya pusat pemerintahan Karesidenan Sumatra Timur. Memasuki abad ke-20, Medan menjadi kota yang penting di luar Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan secara besar-besaran.


Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama [[Praja Mangkunegaran]]. Sebagai penguasa, Raden Mas Said bergelar [[Adipati]] [[Mangkunegara]]. Wilayah Surakarta berkurang lebih jauh lagi setelah usainya [[Perang Diponegoro]] pada tahun [[1830]], di mana daerah-daerah [[mancanegara]] diberikan kepada [[Belanda]] sebagai ganti rugi atas biaya peperangan.
Menurut Bappenas, Medan adalah salah satu dari empat pusat pertumbuhan utama di Indonesia, bersama dengan Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Medan adalah kota multietnis yang penduduknya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Selain Melayu dan Karo sebagai penghuni awal, Medan didominasi oleh etnis Jawa, Batak, Tionghoa, Minangkabau, Mandailing, dan India. Mayoritas penduduk Medan bekerja di sektor perdagangan, sehingga banyak ditemukan ruko di berbagai sudut kota. Di samping kantor-kantor pemerintah provinsi, di Medan juga terdapat kantor-kantor konsulat dari berbagai negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, dan Jerman.([[Medan|Selengkapnya...]])'''

Di awal masa kemerdekaan [[Republik Indonesia]] ([[1945]] - [[1946]]), Kasunanan [[Surakarta]] dan Praja [[Mangkunegaran]] sempat menjadi [[Daerah Istimewa]]. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu maka pada tanggal [[16]] [[Juni]] [[1946]] oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi [[Karesidenan]], menyatu dalam wilayah [[Negara Kesatuan Republik Indonesia]]. '''([[Kasunanan Surakarta|Selengkapnya...]])'''

Revisi terkini sejak 20 Juli 2022 13.47

Mataram Baru
Mataram Baru

Kasunanan Surakarta Hadiningrat adalah sebuah kerajaan di Jawa Tengah yang berdiri tahun 1755 sebagai hasil dari perjanjian Giyanti 13 Februari 1755. Perjanjian antara VOC dengan pihak-pihak yang bersengketa di Kesultanan Mataram, yaitu Sunan Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi, menyepakati bahwa Kesultanan Mataram dibagi dalam dua wilayah kekuasaan yaitu Surakarta dan Yogyakarta.

Pada tanggal 13 Februari 1755 pihak VOC yang sudah mengalami kebangkrutan berhasil mengajak Pangeran Mangkubumi berdamai untuk bersatu melawan pemberontakan Raden Mas Said yang tidak mau berdamai. Semula Pangeran Mangkubumi bersekutu dengan Raden Mas Said. Perjanjian Giyanti yang ditanda-tangani oleh Pakubuwana III, Belanda, dan Mangkubumi, melahirkan dua kerajaan baru yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Pangeran Mangkubumi sebagai raja di separuh wilayah Mataram mengambil gelar Sultan Hamengkubuwana, sedangkan raja Kasunanan Surakarta mengambil gelar Sunan Pakubuwana. Seiring dengan berjalannya waktu, negeri Mataram yang dipimpin oleh Hamengkubuwana kemudian lebih terkenal dengan nama Kasultanan Yogyakarta, sedang negeri Mataram yang dipimpin oleh Pakubuwana terkenal dengan nama Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya wilayah Kasunanan Surakarta semakin berkurang, karena Perjanjian Salatiga 17 Maret 1757 menyebabkan Raden Mas Said diakui sebagai seorang pangeran merdeka dengan wilayah kekuasaan berstatus kadipaten, yang disebut dengan nama Praja Mangkunegaran. Sebagai penguasa, Raden Mas Said bergelar Adipati Mangkunegara. Wilayah Surakarta berkurang lebih jauh lagi setelah usainya Perang Diponegoro pada tahun 1830, di mana daerah-daerah mancanegara diberikan kepada Belanda sebagai ganti rugi atas biaya peperangan.

Di awal masa kemerdekaan Republik Indonesia (1945 - 1946), Kasunanan Surakarta dan Praja Mangkunegaran sempat menjadi Daerah Istimewa. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi Karesidenan, menyatu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Selengkapnya...)