Kerajaan Jeumpa: Perbedaan antara revisi
k menambah teks |
k →top: clean up |
||
(18 revisi perantara oleh 13 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{refimprove}} |
|||
'''Kerajaan Jeumpa''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]] di [[Indonesia]] pada abad ke-7 Masehi.{{Sfn|Kusniah|(2018)|p=5.|ps="Kerajaan Islam tertua di Indonesia yang mengembangkan dan menyebarkan Islam adalah Kerajaan Jeumpa Aceh pada abad ke-7."}} Pendiri kerajaan ini adalah [[Salman Al-Parsi]].{{Sfn|Natawidjaja|(2015)|p=57.|ps="Namun beberapa sumber mengatakan bahwa ratusan tahun sebelumnya sudah ada Kerajaan Islam, yaitu Kerajaan Jeumpa yang didirikan pada tahun 770 Masehi oleh seorang tokoh Islam legendaris, Syech Salman Al Parsi. Salman Al Parsi (atau Salman Al-Farisi) berasal dari Campia, Persia yang menikah dengan putri dari Meurah Purba, raja Kerajaan Hindu Purba di Aceh."}} Wilayah kerajaan Jeumpa mencakup wilayah [[Kabupaten Bireuen|Kabupaten Beureun]] saat ini.{{Sfn|Almascaty|(2013)|p=60.|ps="Maka berdasarkan fakta sejarah ini pulalah, keberadaan Kerajaan Islam Jeumpa Aceh yang diperkirakan berdiri pada abad ke 7 Masehi dan berada di sekitar Kabupaten Bireuen sekarang menjadi sangat logis."}} |
|||
'''Kerajaan Jeumpa''' adalah salah satu kerajaan [[Islam]] di [[Indonesia]] pada abad ke-7 Masehi.{{Sfn|Kusniah|2018|p=5}} Pendiri kerajaan ini adalah [[Salman Al-Parsi]].{{Sfn|Natawidjaja|2015|p=57}} Wilayah kerajaan Jeumpa mencakup wilayah [[Kabupaten Bireuen]] saat ini.{{Sfn|Almascaty|2013|p=60}} Kerajaan Jeumpa mengalami keruntuhan pada tahun 880 Masehi.{{Sfn|Sulistiono|2014|p=105}} |
|||
{{Infobox Former Country |
|||
|native_name = Juempa |
|||
|conventional_long_name = Kerajaan Jeumpa |
|||
|common_name = Juempa |
|||
|continent = Asia |
|||
|region = [[Asia Tenggara]] |
|||
|country = [[Indonesia]] |
|||
|religion = Islam |
|||
|image_flag = |
|||
|image_coat = |
|||
|symbol_type = |
|||
|p1 = |
|||
|p2 = |
|||
|s1 = |
|||
|s2 = |
|||
|flag_p1 = |
|||
|flag_p2 = |
|||
|flag_s1 = |
|||
|flag_s2 = |
|||
|year_start = 770 |
|||
|year_end = 880 |
|||
|date_start = |
|||
|date_end = |
|||
|event_start = |
|||
|event_end = |
|||
|image_map = |
|||
|capital = Kuala Jeumpa |
|||
|common_languages = |
|||
|government_type = Monarki Mutlak |
|||
|title_leader = Raja Salman Al-Parsi |
|||
|currency = |
|||
|footnotes = |
|||
}} |
|||
== Wilayah == |
== Wilayah == |
||
Wilayah Kerajaan Jeumpa meliputi perbukitan di sekitar [[sungai Peudada]] hingga Pante Krueng, [[Peusangan, Bireuen|Peusangan]]. Pusat kerajaan berada di desa [[Blang Seupeng, Jeumpa, Bireuen|Blang Seupeueng]] yang menjadi permukiman penduduk. Selain itu, Kerajaan Jeumpa memiliki kota pelabuhan yaitu [[Kuala Jeumpa, Jeumpa, Bireuen|Kuala Jeumpa]]. Wilayah ini memiliki banyak sungai besar yang menjadi tempat berlabuh dan berlayar kapal dan perahu.{{Sfn|Almascaty| |
Wilayah Kerajaan Jeumpa meliputi perbukitan di sekitar [[sungai Peudada]] hingga Pante Krueng, [[Peusangan, Bireuen|Peusangan]]. Pusat kerajaan berada di desa [[Blang Seupeng, Jeumpa, Bireuen|Blang Seupeueng]] yang menjadi permukiman penduduk. Selain itu, Kerajaan Jeumpa memiliki kota pelabuhan yaitu [[Kuala Jeumpa, Jeumpa, Bireuen|Kuala Jeumpa]]. Wilayah ini memiliki banyak sungai besar yang menjadi tempat berlabuh dan berlayar kapal dan perahu.{{Sfn|Almascaty|2013|p=61}} |
||
abad ke VIII Masehi yang berada di sekitar daerah perbukitan mulai dari pinggir sungai Peudada di |
|||
sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa |
|||
Blang Seupeueng yang dipagari di sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet. Masa |
|||
itu Desa Blang Seupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan |
|||
kota bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Blang |
|||
Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal dan perahu-perahu kecil."}} |
|||
== Kehidupan Masyarakat == |
== Kehidupan Masyarakat == |
||
Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Pusat pemerintahannya yaitu di Kuala Jeumpa yang merupakan kota pelabuhan. Kota ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis di [[Sumatra|Pulau Sumatera]].{{Sfn|Almascaty| |
Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Pusat pemerintahannya yaitu di Kuala Jeumpa yang merupakan kota pelabuhan. Kota ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis di [[Sumatra|Pulau Sumatera]].{{Sfn|Almascaty|2013|p=60–61}} Selain itu, kerajaan ini termasuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran [[Selat Malaka]]. Hal ini membuat kegiatan utama masyarakatnya adalah berdagang.{{Sfn|Sulistiono|2014|p=106}} Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa berada di pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Sumatera. Selain itu, Kerajaan Jeumpa juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang berasal dari kawasan [[Dunia Arab|Arab]], [[Persia Raya|Persia]], India, dan [[Tiongkok (istilah)|Tiongkok]].{{Sfn|Almascaty|2013|p=62}} |
||
== Keagamaan == |
== Keagamaan == |
||
Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di kawasan [[Nusantara]].{{Sfn|Nasution| |
Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di kawasan [[Nusantara]].{{Sfn|Nasution|2018|p=64}} Penyebaran Islam di Kerajaan Jeumpa terutama dilakukan oleh [[Bangsa Persia]].{{Sfn|Nasution dan Miswari|2017|p=178}} Penduduk Kerajaan Jeumpa menjadi [[muslim]] secara perlahan. Kerajaan ini sepenuhnya menjadi kerajaan Islam pada tahun 777 Masehi.{{Sfn|Nasution dan Miswari|2017|p=180}} |
||
== Silsilah Raja == |
== Silsilah Raja == |
||
Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, [[Persia Raya|Persia]]. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri [[Suku Aceh|Aceh]] dari sebuah kerajaan [[Agama Hindu|Hindu]] purba.{{Sfn|Natawidjaja| |
Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Syahriansyah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, [[Persia Raya|Persia]]. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri [[Suku Aceh|Aceh]] dari sebuah kerajaan [[Agama Hindu|Hindu]] purba.{{Sfn|Natawidjaja|2015|p=57}} Keturunan dari Syahriansyah Salman Al-Parsi menjadi ''Meurah'' atau penguasa dari kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera. Syahriansyah Salman mengangkat anaknya yang bernama [[Syahri Poli]] sebagai pendiri dan penguasa wilayah Poli. Selain itu, ia juga mengangkat anaknya yang bernama [[Syahri Nawi]] sebagai penguasa wilayah Perlak. Wilayah Poli kemudian berkembang menjadi [[Kerajaan Pedir]], sedangkan wilayah Perlak berkembang menjadi [[Kesultanan Peureulak]].{{Sfn|Almascaty|2013|p=63}} Anak tertua dari Syahriansyah Salman Al-Parsi yang bernama [[Syahri Tanwi]] menjadi pewaris Kerajaan Jeumpa, sedangkan anak termudanya yan bernama [[Syahri Duli]] menjadi raja di [[Kerajaan Lamuri|Kerajaan Indra Purba]] di [[Kabupaten Aceh Besar|Aceh Besar]]. Keempat anaknya menjalin hubungan kesukuan yang diberi nama ''Sukee Imum Peut'' ({{trans}} Suku Imum Empat).{{Sfn|Nasution dan Miswari|2017|p=174}} |
||
Syahriansyah Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi [[Muhammad]] dari jalur [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Husain bin Ali]]. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persia yang bernama [[Syahri Banun]].{{Sfn|Nasution dan Miswari|2017|p=175}} |
|||
Menurut silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yg dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam serta Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa dipimpin oleh seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ) yg bernama Syahriansyah Salman alias Sasaniah Salman yg kawin dengan Puteri Mayang Seuludong serta mempunyai berbagai anak, antara lain Syahri Poli, Syahri Tanti, Syahri Nuwi, Syahri Dito serta Makhdum Tansyuri yg menjadi bunda daripada Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak yg berdiri pada tahun 805 Masehi. |
|||
Menurut penelitian Sayed Dahlan al-Habsyi, Syahri merupakan gelar pertama yg dipakai keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum memakai gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku, serta lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahri banun, anak Maha Raja Persia terbaru yg ditaklukkan Islam. |
|||
Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi [[Muhammad]] dari jalur [[Ali bin Abi Thalib]] dan [[Husain bin Ali]]. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persia yang bernama [[Syahri Banun]].{{Sfn|Nasution dan Miswari|(2017)|p=175.|ps="Gelar 'syahri' yang dinisbahkan kepada pangeran Salman menunjukkan dia adalah juga keturunan Ali bin Abi Thalib. Almascaty melaporkan, gelar 'syahri' dinisbahkan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib melalui silsilah Sayyidina Hussain. Oleh Karena Sayyidina Hussain menikahi seorang putri raja Persia bernama Syahri Banun, anak keturunan Sayyidina Hussain dan Syahri Banun digelar 'syahri'. Dengan demikian, Pangeran Salman dapat dipastikan adalah keturunan Nabi Muhammad melalui Sayyidina |
|||
Husssain."}} |
|||
== Rujukan == |
== Rujukan == |
||
Baris 27: | Baris 59: | ||
== Daftar Pustaka == |
== Daftar Pustaka == |
||
=== Buku === |
=== Buku === |
||
* {{cite book|url=|title=Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama|last=Kusniah|first=Siti Turmini|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|date=|year=2018|location=Jakarta|isbn=978-602-1289-85-3|pages=|ref={{sfnref|Kusniah| |
* {{cite book|url=|title=Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama|last=Kusniah|first=Siti Turmini|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia|date=|year=2018|location=Jakarta|isbn=978-602-1289-85-3|pages=|ref={{sfnref|Kusniah|2018}}|url-status=live}} |
||
=== Jurnal=== |
=== Jurnal=== |
||
* {{cite journal|last=Almascaty|first=Hilmy Bakar|date=2013|title=Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh|url=|journal=Media Syariah|volume=15|issue=1|pages=53–67|doi=|issn=|ref={{sfnref|Almascaty| |
* {{cite journal|last=Almascaty|first=Hilmy Bakar|date=2013|title=Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh|url=|journal=Media Syariah|volume=15|issue=1|pages=53–67|doi=|issn=|ref={{sfnref|Almascaty|2013}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Nasution|first=I. F. A., dan Miswari|date=2017|title=Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak|journal=Paramita: Historical Studies Jurnal|volume=27|issue=2|pages=168–181|issn=|ref={{sfnref|Nasution dan Miswari| |
* {{cite journal|last=Nasution|first=I. F. A., dan Miswari|date=2017|title=Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak|journal=Paramita: Historical Studies Jurnal|volume=27|issue=2|pages=168–181|issn=|ref={{sfnref|Nasution dan Miswari|2017}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Nasution|first=Ismail Fahmi Arrauf|date=2018|title=Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī|url=|journal=Theologia|volume=29|issue=1|pages=59–84|doi=|issn=2540-847X|ref={{sfnref|Nasution| |
* {{cite journal|last=Nasution|first=Ismail Fahmi Arrauf|date=2018|title=Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma’rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī|url=|journal=Theologia|volume=29|issue=1|pages=59–84|doi=|issn=2540-847X|ref={{sfnref|Nasution|2018}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Natawidjaja|first=Danny Hilman|date=2015|title=Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah|url=|journal=Riset Geologi dan Pertambangan|volume=25|issue=1|pages=49–62|doi=10.14203/risetgeotam2015.v25.107|issn=2354-6638|ref={{sfnref|Natawidjaja| |
* {{cite journal|last=Natawidjaja|first=Danny Hilman|date=2015|title=Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah|url=|journal=Riset Geologi dan Pertambangan|volume=25|issue=1|pages=49–62|doi=10.14203/risetgeotam2015.v25.107|issn=2354-6638|ref={{sfnref|Natawidjaja|2015}}|url-status=live}} |
||
* {{cite journal|last=Sulistiono|first=Budi|date= |
* {{cite journal|last=Sulistiono|first=Budi|date=2014|title=Islam dan Tamaddun Melayu: Menatap Masa Depan|url=|journal=Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya|volume=11|issue=1|pages=104–114|doi=|issn=|ref={{sfnref|Sulistiono|2014}}|url-status=live}} |
||
{{Kerajaan di Sumatera}} |
{{Kerajaan di Sumatera}} |
Revisi terkini sejak 28 Desember 2022 10.08
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Kerajaan Jeumpa adalah salah satu kerajaan Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi.[1] Pendiri kerajaan ini adalah Salman Al-Parsi.[2] Wilayah kerajaan Jeumpa mencakup wilayah Kabupaten Bireuen saat ini.[3] Kerajaan Jeumpa mengalami keruntuhan pada tahun 880 Masehi.[4]
Kerajaan Jeumpa Juempa | |
---|---|
770–880 | |
Ibu kota | Kuala Jeumpa |
Agama | Islam |
Pemerintahan | Monarki Mutlak |
Raja Salman Al-Parsi | |
Sejarah | |
• Didirikan | 770 |
• Dibubarkan | 880 |
Wilayah
[sunting | sunting sumber]Wilayah Kerajaan Jeumpa meliputi perbukitan di sekitar sungai Peudada hingga Pante Krueng, Peusangan. Pusat kerajaan berada di desa Blang Seupeueng yang menjadi permukiman penduduk. Selain itu, Kerajaan Jeumpa memiliki kota pelabuhan yaitu Kuala Jeumpa. Wilayah ini memiliki banyak sungai besar yang menjadi tempat berlabuh dan berlayar kapal dan perahu.[5]
Kehidupan Masyarakat
[sunting | sunting sumber]Kerajaan Jeumpa merupakan kerajaan dengan pemukiman penduduk yang ramai. Pusat pemerintahannya yaitu di Kuala Jeumpa yang merupakan kota pelabuhan. Kota ini menjadi tempat persinggahan dan perdagangan yang strategis di Pulau Sumatera.[6] Selain itu, kerajaan ini termasuk dalam jalur perdagangan dan pelayaran Selat Malaka. Hal ini membuat kegiatan utama masyarakatnya adalah berdagang.[7] Kawasan perdagangan Kerajaan Jeumpa berada di pesisir utara Pulau Sumatera. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Sumatera. Selain itu, Kerajaan Jeumpa juga menjalin hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan yang berasal dari kawasan Arab, Persia, India, dan Tiongkok.[8]
Keagamaan
[sunting | sunting sumber]Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu tempat penyebaran Islam untuk pertama kalinya di kawasan Nusantara.[9] Penyebaran Islam di Kerajaan Jeumpa terutama dilakukan oleh Bangsa Persia.[10] Penduduk Kerajaan Jeumpa menjadi muslim secara perlahan. Kerajaan ini sepenuhnya menjadi kerajaan Islam pada tahun 777 Masehi.[11]
Silsilah Raja
[sunting | sunting sumber]Raja pertama dari Kerajaan Jeumpa adalah Syahriansyah Salman Al-Parsi yang berasal dari Champia, Persia. Ia mendirikan kerajaan ini pada tahun 770 Masehi setelah menikahi seorang putri Aceh dari sebuah kerajaan Hindu purba.[2] Keturunan dari Syahriansyah Salman Al-Parsi menjadi Meurah atau penguasa dari kerajaan-kerajaan di Pulau Sumatera. Syahriansyah Salman mengangkat anaknya yang bernama Syahri Poli sebagai pendiri dan penguasa wilayah Poli. Selain itu, ia juga mengangkat anaknya yang bernama Syahri Nawi sebagai penguasa wilayah Perlak. Wilayah Poli kemudian berkembang menjadi Kerajaan Pedir, sedangkan wilayah Perlak berkembang menjadi Kesultanan Peureulak.[12] Anak tertua dari Syahriansyah Salman Al-Parsi yang bernama Syahri Tanwi menjadi pewaris Kerajaan Jeumpa, sedangkan anak termudanya yan bernama Syahri Duli menjadi raja di Kerajaan Indra Purba di Aceh Besar. Keempat anaknya menjalin hubungan kesukuan yang diberi nama Sukee Imum Peut (terj. Suku Imum Empat).[13]
Syahriansyah Salman Al-Parsi adalah keturunan nabi Muhammad dari jalur Ali bin Abi Thalib dan Husain bin Ali. Ini berdasarkan gelar "Syahri" yang dinisbatkan kepadanya. Gelar ini diberikan kepada keturunan Husain bin Ali dan putri raja Persia yang bernama Syahri Banun.[14]
Menurut silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yg dikeluarkan oleh Kerajaan Brunei Darussalam serta Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa dipimpin oleh seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ) yg bernama Syahriansyah Salman alias Sasaniah Salman yg kawin dengan Puteri Mayang Seuludong serta mempunyai berbagai anak, antara lain Syahri Poli, Syahri Tanti, Syahri Nuwi, Syahri Dito serta Makhdum Tansyuri yg menjadi bunda daripada Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak yg berdiri pada tahun 805 Masehi.
Menurut penelitian Sayed Dahlan al-Habsyi, Syahri merupakan gelar pertama yg dipakai keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum memakai gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku, serta lainnya. Syahri diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahri banun, anak Maha Raja Persia terbaru yg ditaklukkan Islam.
Rujukan
[sunting | sunting sumber]- ^ Kusniah 2018, hlm. 5.
- ^ a b Natawidjaja 2015, hlm. 57.
- ^ Almascaty 2013, hlm. 60.
- ^ Sulistiono 2014, hlm. 105.
- ^ Almascaty 2013, hlm. 61.
- ^ Almascaty 2013, hlm. 60–61.
- ^ Sulistiono 2014, hlm. 106.
- ^ Almascaty 2013, hlm. 62.
- ^ Nasution 2018, hlm. 64.
- ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 178.
- ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 180.
- ^ Almascaty 2013, hlm. 63.
- ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 174.
- ^ Nasution dan Miswari 2017, hlm. 175.
Daftar Pustaka
[sunting | sunting sumber]Buku
[sunting | sunting sumber]- Kusniah, Siti Turmini (2018). Kiaiku, Guruku, Jaringan Ulama. Jakarta: Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. ISBN 978-602-1289-85-3.
Jurnal
[sunting | sunting sumber]- Almascaty, Hilmy Bakar (2013). "Relasi Persia dan Nusantara pada Awal Islamisasi: Sebuah Kajian Awal Pengaruh Persia dalam Politik Aceh". Media Syariah. 15 (1): 53–67.
- Nasution, I. F. A., dan Miswari (2017). "Rekonstruksi Identitas Konflik Kesultanan Peureulak". Paramita: Historical Studies Jurnal. 27 (2): 168–181.
- Nasution, Ismail Fahmi Arrauf (2018). "Buku Panduan Pengkafiran: Evaluasi Kritis Tibyān fī Ma'rifat al-Adyān karya Nūr al-Dīn al-Ranīrī". Theologia. 29 (1): 59–84. ISSN 2540-847X.
- Natawidjaja, Danny Hilman (2015). "Siklus Mega-tsunami di Wilayah Aceh-Andaman dalam Konteks Sejarah". Riset Geologi dan Pertambangan. 25 (1): 49–62. doi:10.14203/risetgeotam2015.v25.107. ISSN 2354-6638.
- Sulistiono, Budi (2014). "Islam dan Tamaddun Melayu: Menatap Masa Depan". Sosial Budaya: Media Komunikasi Ilmu-Ilmu Sosial dan Budaya. 11 (1): 104–114.