Lompat ke isi

Tapin Bini, Lamandau, Lamandau: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k fix edit
Wagino Bot (bicara | kontrib)
k →‎top: Bot: Merapikan artikel, removed stub tag
 
(5 revisi perantara oleh 4 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 6: Baris 6:
|nama dati2 = Lamandau
|nama dati2 = Lamandau
|kecamatan = Lamandau
|kecamatan = Lamandau
|kelurahan =
|kelurahan =Tapin Bini
|nama pemimpin =
|nama pemimpin =Lurah Tapin Bini
|luas = ... Km<sup>2</sup>
|luas = 183 Km<sup>2</sup>
|penduduk = ... Jiwa
|penduduk = 892 Jiwa
|kepadatan = ... Jiwa/Km<sup>2</sup>
|kepadatan = 4,874317 Jiwa/Km<sup>2</sup>
|keterangan=Menjadi sebuah kampung sejak sekitar tahun 1935}}
}}


'''Tapin Bini''' adalah salah satu [[kelurahan]] di [[kecamatan]] [[Lamandau, Lamandau|Lamandau]], Kabupaten [[Kabupaten Lamandau|Lamandau]], Provinsi [[Kalimantan Tengah]], [[Indonesia]].
'''Tapin Bini''' adalah salah satu [[kelurahan]] di [[kecamatan]] [[Lamandau, Lamandau|Lamandau]], Kabupaten [[Kabupaten Lamandau|Lamandau]], Provinsi [[Kalimantan Tengah]], [[Indonesia]].

'''Asal usul Nama'''

Nama Tapin Bini diambil dari nama tempat pemandian para wanita pada zaman dulu, yaitu Topit Bini atau tempat perempuan (mandi). Pada zaman dulu, masyarakatnya berladang dan tinggal agak jauh dari sungai yang bernama Dukuh Bolau. Tetapi karena Pemerintah Belanda (pada zaman penjajahan) ingin agar masyarakat tinggal di tepi sungai, maka mereka pun pindah. Menempati daerah tepian sungai yang memiliki banyak riam. Di Topit Bini, mereka tinggal di rumah panggung yang tinggi. Pada awalnya ada beberapa rumah tinggi sebagai tempat tinggal mereka. Saat ini masih ada sisa peninggalan rumah tinggi tersebut, yaitu Dinding Tambi.

'''Agama'''

Pada mulanya, masyarakat Kampung Tapin Bini menganut Aliran Kepercayaan Asli Kalimantan, Kaharingan. Tetapi seiring datangnya para misionaris, kini mayoritas masyarakatnya beragama Kristen dari Gereja Kalimantan Evangelis. Ada juga yang menganut Agama Katolik, dan Islam. Sedangkan masyarakat yang menganut aliran kepercayaan Kaharingan hanya tinggal orang-orang tua saja.

'''Mata Pencaharian'''

Mata Pencaharian masyarakat asli Tapin Bini adalah berladang, mencari ikan dan berburu. Budaya berladang telah dijalani sejak lama, mereka menyebutnya '<nowiki/>''babas'<nowiki/>'' yaitu tanah atau hutan yang pernah digarapnya, dengan tanda-tanda tanaman. Biasanya mereka mengerjakan ''babas'' secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, kemudian berpindah ke ''babas'' yang lain lagi. dan seterusnya hingga bertemu dengan ''babas'' yang sebelumnya pernah digarap. Membiarkan ''babas'' menjadi hutan lagi merupakan kearifan lokal yang bertujuan menjaga kealamian tanah. dan melestarikan ekosistem. Pada saat panen, mereka mengadakan upacara adat '''Mahaluai'i''<nowiki/>' yaitu ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang biasanya diadakan pada bulan Februari setiap tahunnya.

'''Keunikan'''

Hingga saat ini, musim buah adalah musim yang paling ditunggu-tunggu. Musim yang biasanya dimulai sejak bulan Oktober hingga Januari ini, Tapin Bini merupakan daerah yang kaya akan buah. Ada Durian, Langsat, Duku, Cempedak, Manggis, Kweni, dan banyak lagi buah-buahan lokal. Durian adalah buah yang sangat diidolakan oleh sebagian besar masyarakat. Di dukuh Bolau, masih banyak pohon durian yang menjadi warisan terbesar bagi masyarakat Tapin Bini dan sekitarnya. ''Nyandau'' adalah kegiatan menunggu buah durian jatuh, biasanya dilakukan selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Durian yang jatuh itu kemudian dikupas dan diambil daging buahnya. Warga yang pulang dari ''nyandau'' hanya membawa daging buah durian yang sudah dimasukkan ke dalam beberapa stoples. Hal ini dilakukan karena buah durian yang sangat melimpah, banyak warga yang berasal dari kampung-kampung di sekitar Tapin Bini yang ikut ''Nyandau'' di dukuh.

Tapin Bini yang merupakan daerah perbukitan memiliki sebuah bukit adat yang masih terjaga, Bukit Bolau. Banyak wisatawan mancanegara dan lokal yang telah berhasil mendaki bukit itu, bermalam dan menyaksikan panorama yang luar biasa, Negeri di atas awan.

'''Akses'''

Untuk mencapai Kampung Tapin Bini, pada zaman dulu menggunakan jalur sungai. Dari Pangkalanbun sekitar 2-4 hari tergantung kondisi air sungai Lamandau. Sekarang sudah ada jalur darat meskipun belum semuanya diaspal tetapi relatif bagus. Ada beberapa jalur darat yang dapat dilalui, antara lain jalan negara, sekitar 50 KM dari Kota Nanga Bulik ke arah Kalimantan Barat sebelum Desa Penopa.

Demikian sekilas informasi tentang Tapin Bini, maaf jika ada kesalahan dalam penulisan tersebut, yang ingin berbagi silahkan ditambahkan. Terimakasih.


{{Lamandau, Lamandau}}
{{Lamandau, Lamandau}}


{{Authority control}}
{{Kelurahan-stub}}

Revisi terkini sejak 25 November 2023 16.53

Tapin Bini
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Tengah
KabupatenLamandau
KecamatanLamandau
Kode Kemendagri62.09.01.1012 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS6207020010 Edit nilai pada Wikidata
Luas183 Km2
Jumlah penduduk892 Jiwa
Kepadatan4,874317 Jiwa/Km2


Tapin Bini adalah salah satu kelurahan di kecamatan Lamandau, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia.

Asal usul Nama

Nama Tapin Bini diambil dari nama tempat pemandian para wanita pada zaman dulu, yaitu Topit Bini atau tempat perempuan (mandi). Pada zaman dulu, masyarakatnya berladang dan tinggal agak jauh dari sungai yang bernama Dukuh Bolau. Tetapi karena Pemerintah Belanda (pada zaman penjajahan) ingin agar masyarakat tinggal di tepi sungai, maka mereka pun pindah. Menempati daerah tepian sungai yang memiliki banyak riam. Di Topit Bini, mereka tinggal di rumah panggung yang tinggi. Pada awalnya ada beberapa rumah tinggi sebagai tempat tinggal mereka. Saat ini masih ada sisa peninggalan rumah tinggi tersebut, yaitu Dinding Tambi.

Agama

Pada mulanya, masyarakat Kampung Tapin Bini menganut Aliran Kepercayaan Asli Kalimantan, Kaharingan. Tetapi seiring datangnya para misionaris, kini mayoritas masyarakatnya beragama Kristen dari Gereja Kalimantan Evangelis. Ada juga yang menganut Agama Katolik, dan Islam. Sedangkan masyarakat yang menganut aliran kepercayaan Kaharingan hanya tinggal orang-orang tua saja.

Mata Pencaharian

Mata Pencaharian masyarakat asli Tapin Bini adalah berladang, mencari ikan dan berburu. Budaya berladang telah dijalani sejak lama, mereka menyebutnya 'babas' yaitu tanah atau hutan yang pernah digarapnya, dengan tanda-tanda tanaman. Biasanya mereka mengerjakan babas secara terus-menerus selama 2 (dua) tahun, kemudian berpindah ke babas yang lain lagi. dan seterusnya hingga bertemu dengan babas yang sebelumnya pernah digarap. Membiarkan babas menjadi hutan lagi merupakan kearifan lokal yang bertujuan menjaga kealamian tanah. dan melestarikan ekosistem. Pada saat panen, mereka mengadakan upacara adat 'Mahaluai'i' yaitu ungkapan rasa syukur kepada Tuhan yang biasanya diadakan pada bulan Februari setiap tahunnya.

Keunikan

Hingga saat ini, musim buah adalah musim yang paling ditunggu-tunggu. Musim yang biasanya dimulai sejak bulan Oktober hingga Januari ini, Tapin Bini merupakan daerah yang kaya akan buah. Ada Durian, Langsat, Duku, Cempedak, Manggis, Kweni, dan banyak lagi buah-buahan lokal. Durian adalah buah yang sangat diidolakan oleh sebagian besar masyarakat. Di dukuh Bolau, masih banyak pohon durian yang menjadi warisan terbesar bagi masyarakat Tapin Bini dan sekitarnya. Nyandau adalah kegiatan menunggu buah durian jatuh, biasanya dilakukan selama beberapa hari hingga beberapa minggu. Durian yang jatuh itu kemudian dikupas dan diambil daging buahnya. Warga yang pulang dari nyandau hanya membawa daging buah durian yang sudah dimasukkan ke dalam beberapa stoples. Hal ini dilakukan karena buah durian yang sangat melimpah, banyak warga yang berasal dari kampung-kampung di sekitar Tapin Bini yang ikut Nyandau di dukuh.

Tapin Bini yang merupakan daerah perbukitan memiliki sebuah bukit adat yang masih terjaga, Bukit Bolau. Banyak wisatawan mancanegara dan lokal yang telah berhasil mendaki bukit itu, bermalam dan menyaksikan panorama yang luar biasa, Negeri di atas awan.

Akses

Untuk mencapai Kampung Tapin Bini, pada zaman dulu menggunakan jalur sungai. Dari Pangkalanbun sekitar 2-4 hari tergantung kondisi air sungai Lamandau. Sekarang sudah ada jalur darat meskipun belum semuanya diaspal tetapi relatif bagus. Ada beberapa jalur darat yang dapat dilalui, antara lain jalan negara, sekitar 50 KM dari Kota Nanga Bulik ke arah Kalimantan Barat sebelum Desa Penopa.

Demikian sekilas informasi tentang Tapin Bini, maaf jika ada kesalahan dalam penulisan tersebut, yang ingin berbagi silahkan ditambahkan. Terimakasih.