Lompat ke isi

Serat katuranggan kucing: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(96 revisi perantara oleh 12 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{italic title}}
{{italic title}}
{{Teks Jawa}}
'''''Serat Katuranggan Kucing''''' adalah sebuah teks [[sastra Jawa]] berbentuk [[tembang]] yang membahas jenis dan rupa [[kucing]]. Teks dengan isi serupa dapat ditemukan dalam sejumlah naskah dengan judul yang berbeda-beda, namun utamanya selalu berisi pemaparan mengenai jenis-jenis kucing berdasarkan rupanya dan akibat baik-buruknya bagi manusia. Pembagian ini, meski bersifat [[taksonomi|taksonomis]], tidaklah terlalu spesifik dan umumnya longgar, sehingga berbagai versi dapat memaparkan deskripsi yang sedikit berbeda-beda antar satu sama lainnya.
'''''Serat katuranggan kucing''''' (ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦏꦸꦕꦶꦁ, dapat diterjemahkan sebagai "risalah macam-macam kucing") adalah sebuah teks [[sastra Jawa]] berbentuk [[tembang]] yang membahas jenis dan rupa [[kucing]]. Risalah dengan isi serupa dapat ditemukan dalam sejumlah naskah dengan judul yang berbeda-beda, tetapi utamanya selalu berisi pemaparan mengenai jenis-jenis kucing berdasarkan rupanya dan akibat baik-buruknya bagi manusia. Pembagian ini, meski bersifat [[taksonomi]]s, tidaklah terlalu spesifik dan umumnya longgar, sehingga berbagai versi dapat memaparkan deskripsi yang sedikit berbeda-beda antar satu sama lainnya.

== Genre ==
'''''Katuranggan''''' adalah salah satu genre teks sastra Jawa yang bertujuan untuk menjabarkan watak suatu benda. Istilah ini berasal dari kata ''turangga'', bahasa Jawa halus untuk "kuda", karena pada awalnya istilah ini digunakan untuk teks yang menjabarkan watak, jenis, dan [[fisiognomi]] kuda sebagai tunggangan maupun penarik pedati.<ref>{{Cite book|last=Soedewo|first=Ery|publisher=Balai Arkeologi Sumatera Utara|place=Medan|date=2017-11|title=Fauna Dalam Arkeologi; Kuda dan Pemanfaatannya dalam Kehidupan Manusia: Kajian Arkeohistoris Domestikasi Kuda|url=http://repositori.kemdikbud.go.id/7708/1/Fauna%20dalam%20arkeologi%20%28cetak%29.pdf|year=2012|language=id|pages=129|isbn=978-979-98772-9-1}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Baoesastra_Djawa.html?id=f4G5AAAAIAAJ&redir_esc=y|title=Baoesastra Djawa|last=Poerwadarminta|first=W.J.S|publisher=J.B. Wolters|year=1939|isbn=0834803496|location=Batavia|language=JV}} Entri lema "katuranggan": ''kn kawruh bab titikan wêwatakaning jaran lsp.''</ref> Pada perkembangannya, istilah ini kemudian dipakai juga untuk teks yang menjabarkan subjek selain kuda, seperti ''katuranggan [[perkutut]]'', ''katuranggan wanita'', dan ''katuranggan kucing''.<ref name="kutut"/><ref>{{Cite journal|last=Dwidjowinoto|first=Wahjudhi |date=2018-09-01|title=Katuranggan Wanita Merupakan Salah Satu Media Teknologi Informasi dan Komunikasi Masa Lampau Jawa|url=http://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/jurnal_budaya_nusantara/article/download/1716/1560|year=2018|journal=Jurnal Budaya Nusantara|language=id|volume=2|issue=1|pages=229–238|}}</ref> Terdapat pula pandangan yang menjabarkan istilah ''katuranggan'' sebagai gabungan dari kata ''katur'' yang dapat berarti "pemberitahuan" dan ''angga'' yang berarti "tubuh", sehingga gabungan kedua istilah tersebut kurang lebih bermakna "pemberitahuan (mengenai jenis-jenis) tubuh."<ref name="kutut">{{Cite journal|last=Sanjaya|first=Abda Lucky|date=2017-11|title=Katurangganing Kutut|url=https://media.neliti.com/media/publications/177888-ID-katurangganing-kutut.pdf|year=2017|journal=Jurnal Ekspresi Seni|language=id|volume=19|issue=2|pages=112–208|issn=1412 –1662}}</ref> Tulisan dalam genre ini kadang juga dapat ditemukan dengan istilah ''ngalamat'' yang bermakna "pertanda."<ref>{{Cite book|url=https://books.google.co.id/books/about/Baoesastra_Djawa.html?id=f4G5AAAAIAAJ&redir_esc=y|title=Baoesastra Djawa|last=Poerwadarminta|first=W.J.S|publisher=J.B. Wolters|year=1939|isbn=0834803496|location=Batavia|language=JV}} Entri lema "ngalamat": ''kn. ak. 1 tandha bakal ananing lêlakon''</ref>


== Isi ==
== Isi ==
<!--{{Contains Javanese script}}-->
''Katuranggan Kucing'' umumnya ditemukan dalam bentuk puisi berbait, hal ini sejalan dengan kecendrungan sastra Jawa tradisional yang sebagian besar teksnya dirancang untuk dilantukan dalam bentuk tembang.<ref>{{Cite book|url=https://archive.org/details/illuminationswri0000kuma|title=Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia|last=Kumar|first=John|last2=McGlynn|first2=John H|publisher=Lontar Foundation|year=1996|isbn=0834803496|location=Jakarta|pages=168|language=EN}}</ref> Dalam ''Katuranggan Kucing'', tiap bait (disebut juga ''pada'') umumnya menceritakan satu jenis kucing yang pemaparannya meliputi ciri fisik, nama jenis kucing tersebut, dan akibat baik-buruknya bagi manusia. Ciri fisik tiap kucing hanya dijelaskan dengan sangat singkat dan tidak pernah disertai dengan ilustrasi, sehingga gambaran tepat dari tiap jenis kucing bergantung pada bayangan pembaca. Pengaruh dari tiap-tiap kucing umumnya juga tidak diurai lebih rinci dari "baik" atau "buruk".
Isi dari ''katuranggan kucing'' umumnya disusun dalam bentuk bait puisi, hal ini sejalan dengan kecendrungan sastra Jawa tradisional yang sebagian besar teksnya dirancang untuk dilantunkan dalam bentuk tembang.<ref>{{cite book |last=Behrend|first=T E|chapter=Textual Gateways: the Javanese Manuscript Tradition|url=https://archive.org/details/illuminationswri0000kuma |title=Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia|editor=Ann Kumar|editor2=John H. McGlynn|publisher=Lontar Foundation|year=1996|isbn=0834803496|location=Jakarta|language=EN|ref=harv}}</ref> Tiap bait (disebut juga ''pada'') menguraikan satu jenis kucing yang uraiannya meliputi ciri fisik, nama jenis, dan pengaruh baik-buruknya bagi manusia.<ref name=":0"/> Ciri fisik tiap jenis kucing hanya dijelaskan secara singkat dan tidak pernah disertai dengan ilustrasi, sehingga gambaran tepat dari tiap jenis kucing bergantung pada bayangan pembaca. Pengaruh dari tiap jenis umumnya juga tidak diurai lebih jauh dari "baik" atau "buruk".

Naskah ''katuranggan kucing'' dapat ditemukan beredar di masyarakat Jawa pra-kemerdekaan dalam bentuk salinan tulis tangan maupun buku cetak, namun terdapat sejumlah variasi isi dan judul karena tidak adanya satu versi otoriter yang menjadi rujukan semua salinan. Semisal, [[Kraton Yogyakarta]] menyimpan naskah dengan judul {{ill|Serat Ngalamating Kucing|jv}} ({{script/Java|ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦔꦭꦩꦠ꧀ꦠꦶꦁꦏꦸꦕꦶꦁ}})<ref name=":0">{{Cite journal|last=A|first=Mirya|date=2017-11-01|title=Serat Ngalamating Kucing Mitos Kucing dalam Budaya Jawa|url=https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/view/16860|journal=Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra|language=id|volume=12|issue=4|pages=173–185|doi=10.14710/nusa.12.4.173-185|issn=2597-9558}}</ref><ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/title/katalog-induk-naskah-naskah-nusantara-jilid-2-kraton-yogyakarta/oclc/499269103&referer=brief_results|title=Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2: Kraton Yogyakarta|last=Lindsay|first=Jennifer|last2=Soetanto|first2=R. M.|last3=Feinstein|first3=Alan|date=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=1994|isbn=9789794611784|location=Jakarta|pages=|language=ID|oclc=499269103}}</ref> sementara versi cetak dari Semarang menggunakan judul ''Serat Katuranggan ning Kutcing'' ({{script/Java|ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦤꦶꦁꦏꦸꦠ꧀ꦕꦶꦁ}}),<ref name="gb"/> keduanya memiliki isi yang sebagian besar sama dengan sedikit perbedaan dari segi pengejaan dan susunan.


Sebagai contoh, salah satu versi cetak yang diterbitkan di Semarang pada tahun 1871 M,<ref name="gb">[https://books.google.co.id/books?id=BfRhOG2SfNoC&pg=PP7&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=2#v=onepage&q&f=false ''Serat Katoerangganing Koetjing''], diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.</ref> salah satu kucing yang dianggap baik dituturkan sebagaimana berikut:
Sebagai contoh, ''Serat Katuranggan ning Kutcing'' yang diterbitkan di Semarang pada tahun 1871 M,<ref name="gb">[https://books.google.co.id/books?id=BfRhOG2SfNoC&pg=PP7&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=2#v=onepage&q&f=false ''Serat Katoerangganing ning Koetjing'' ({{script/Java|ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦤꦶꦁꦏꦸꦠ꧀ꦕꦶꦁ}})], diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.</ref> menuturkan salah satu kucing yang dianggap baik sebagaimana berikut:
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|-
|-
Baris 16: Baris 23:
|-
|-
| style="text-align: center" | 7
| style="text-align: center" | 7
| {{script/Java|꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦲꦮꦏ꧀ꦏꦺꦲꦶꦉꦁꦱꦢꦪ꧈ ꦭꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦶꦮꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦶꦃ꧈ ꦊꦏ꧀ꦱꦤꦤ꧀ꦤꦶꦫꦥꦿꦪꦺꦴꦒ꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍꧈ ꦠꦶꦤꦼꦏꦤꦤ꧀ꦱꦱꦼꦢꦾꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦭꦁꦏꦸꦁꦲꦸꦠꦩ꧈ }}
| ꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ꦲꦮꦏ꧀ꦏꦺꦲꦶꦉꦁꦱꦢꦪ꧈ꦭꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦶꦮꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦶꦃ꧈ꦊꦏ꧀ꦱꦤꦤ꧀ꦤꦶꦫꦥꦿꦪꦺꦴꦒ꧈ꦲꦫꦤ꧀ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍꧈ꦠꦶꦤꦼꦏꦤꦤ꧀ꦱꦱꦼꦢꦾꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦭꦁꦏꦸꦁꦲꦸꦠꦩ꧈
| Lamun sira ngingu kucing, awaké ireng sadaya, lambung kiwa témbong putih, leksan nira prayoga, aran '''wulan krahinan''', tinekanan sasedyan nira ipun, yén buṇḍel langkung utama
| ''Lamun sira ngingu kucing, awaké ireng sadaya, lambung kiwa tèmbong putih, leksan nira prayoga, aran '''wulan krahinan''', tinekanan sasedyan nira ipun, yèn buṇḍel langkung utama''
| 7. Kucing yang berwarna hitam semua tetapi perut sebelah kirinya terdapat témbong (bercak) putih disebut '''wulan krahinan'''. Kucing ini membawa kebaikan berupa tercapainya semua keinginan. Lebih baik jika ekornya buṇḍel (membulat).
| Kucing yang berwarna hitam semua tetapi perut sebelah kirinya terdapat tèmbong (bercak) putih disebut '''wulan krahinan'''. Kucing ini membawa kebaikan berupa tercapainya semua keinginan. Lebih baik jika ekornya buṇḍel (membulat).
|}
|}


Salah satu kucing yang dianggap kurang baik dituturkan sebagaimana berikut:
Salah satu kucing yang dianggap kurang baik dituturkan sebagaimana berikut:<ref name="gb"/>


{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
Baris 33: Baris 40:
|-
|-
| style="text-align: center" | 8
| style="text-align: center" | 8
| {{script/Java|꧅ꦲꦗꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦭꦸꦫꦶꦏ꧀ꦲꦶꦉꦁꦧꦸꦤ꧀ꦠꦸꦠ꧀ꦥꦚ꧀ꦗꦁ꧈ ꦥꦸꦤꦶꦏꦲꦮꦺꦴꦤ꧀ꦭꦩꦠ꧀ꦠꦺ꧈ ꦱꦼꦏꦼꦭꦤ꧀ꦱꦿꦶꦁꦠꦸꦏꦂꦫꦤ꧀‍꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦝꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ꧈ ꦥꦤ꧀ꦲꦢꦺꦴꦃꦫꦶꦗꦼꦏꦶꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦤꦺꦴꦫꦔꦥꦲ꧈}}
| ꧅ꦲꦗꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ꦭꦸꦫꦶꦏ꧀ꦲꦶꦉꦁꦧꦸꦤ꧀ꦠꦸꦠ꧀ꦥꦚ꧀ꦗꦁ꧈ꦥꦸꦤꦶꦏꦲꦮꦺꦴꦤ꧀ꦭꦩꦠ꧀ꦠꦺ꧈ꦱꦼꦏꦼꦭꦤ꧀ꦱꦿꦶꦁꦠꦸꦏꦂꦫꦤ꧀‍꧈ꦲꦫꦤ꧀ꦝꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ꧈ꦥꦤ꧀ꦲꦢꦺꦴꦃꦫꦶꦗꦼꦏꦶꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦤꦺꦴꦫꦔꦥꦲ꧈
| Aja sira ngingu kucing, lurik ireng buntut panjang, punika awon lamaté, sekelan sring tukaran, aran '''ḍaḍang sungkawa''', pan adoh rijeki nipun, yén buṇḍel nora ngapa
| ''Aja sira ngingu kucing, lurik ireng buntut panjang, punika awon lamaté, sekelan sring tukaran, aran '''ḍaḍang sungkawa''', pan adoh rijeki nipun, yèn buṇḍel nora ngapa''
| 8. Kucing dengan bulu lurik hitam berekor panjang jangan dipelihara. Kucing itu disebut '''ḍaḍang sungkawa'''. Kehidupanmu akan sering bertengkar dan jauh dari rizki. Apabila ekornya buṇḍel, maka tidak masalah.
| Kucing dengan bulu lurik hitam berekor panjang jangan dipelihara. Kucing itu disebut '''ḍaḍang sungkawa'''. Kehidupanmu akan sering bertengkar dan jauh dari rizki. Apabila ekornya buṇḍel, maka tidak masalah.
|}
|}


Dari keseluruhan bait mengenai jenis kucing, pernyataan mengenai ekor yang membundel (atau pendek membulat) muncul dengan cukup konsisten: kucing buruk yang ekornya bundel dikatakan tidak akan membawa pengaruh buruknya, sementara kucing baik yang ekornya bundel menjadi semakin utama pengaruhnya baiknya. Preferensi akan kucing berekor pendek ini tidak diberikan alasan, namun kucing yang berekor pendek memang lebih lazim di Indonesia dan sejumlah negara Asia lainnya karena alasan genetis<ref>{{Cite journal|last=Xu|first=X.|date=2016-08-11|title=Whole Genome Sequencing Identifies a Missense Mutation in HES7 Associated with Short Tails in Asian Domestic Cats|url=https://www.nature.com/articles/srep31583 |journal=Sci Rep|volume=6|number=31583 |doi=10.1038/srep31583}}</ref> sehingga ekor pendek mungkin dianggap lebih baik dan pantas.
Dari keseluruhan bait mengenai jenis kucing, pernyataan mengenai ekor yang membundel (tumpul atau pendek membulat) muncul dengan cukup konsisten: kucing buruk yang ekornya bundel dikatakan tidak akan membawa masalah, sementara kucing baik yang ekornya bundel akan semakin baik pengaruhnya.<ref name=":0"/><!--Preferensi akan kucing berekor pendek ini tidak diberikan alasan, tetapi kucing yang berekor pendek memang lebih lazim di Indonesia dan sejumlah negara Asia lainnya karena alasan genetis<ref>{{Cite journal|last=Xu|first=X.|date=2016-08-11|title=Whole Genome Sequencing Identifies a Missense Mutation in HES7 Associated with Short Tails in Asian Domestic Cats|url=https://www.nature.com/articles/srep31583 |journal=Sci Rep|volume=6|number=31583 |doi=10.1038/srep31583}}</ref> sehingga ekor pendek mungkin dianggap lebih baik dan pantas.-->


Di bagian akhir teks, umumnya juga terdapat pemaparan singkat mengenai tingkah laku kucing yang bertanda baik maupun buruk.Salah satu tingkah laku kucing yang menjadi pertanda baik dituturkan sebagaimana berikut:
Di bagian akhir teks, umumnya juga terdapat pemaparan singkat mengenai tingkah laku kucing yang bertanda baik maupun buruk. Semisal dituturkan bahwa kucing yang tertidur di atas [[iket|ikat kepala]], [[kopiah]], maupun pojok rumah merupakan pertanda baik. Sementara itu, kucing yang mengusap wajahnya "selayaknya orang menyembah" dianggap sebagai pertanda buruk.<ref name=":0"/>


== Jenis-jenis kucing ==
{| class="wikitable"
''Serat Ngalamating Kucing'' memaparkan jenis-jenis kucing berikut:<ref name=":0"/>
|-
[[Berkas:JapaneseBobtailBlueEyedMi-ke.JPG|jmpl|300px|Kucing yang bisa dikategorikan sebagai Bujongga Hamengku berekor bundel]]
! rowspan=2 style="text-align: center"| Pada
[[Berkas:A cat in communal flat in Saint Petersburg.jpg|jmpl|300px|Kucing yang bisa dikategorikan sebagai Putra Kajentaka]]
! colspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Jawa
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Indonesia
|-
! style="text-align: center"| Aksara Jawa
! style="text-align: center"| Latin
|-
| style="text-align: center" | 23
| ꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦲꦤꦏꦸꦕꦶꦁꦲꦶꦏꦠꦸꦫꦸꦣꦼꦰ꧀ꦛꦂ꧈ꦲꦸꦠꦮꦲꦶꦁꦏꦺꦴꦥꦾꦃꦤꦺꦏꦶ꧈ꦲꦸꦠꦮꦲꦶꦁꦥꦺꦴꦗꦺꦴꦏ꧀ꦏꦶꦁꦮꦶꦱ꧀ꦩ꧈ꦢꦔꦸꦠꦤ꧀ꦭꦸꦔꦭꦸꦔ꧈ꦔꦭꦩꦠ꧀ꦲꦺꦴꦭꦶꦃꦉꦗꦼꦏꦶ꧈ꦢꦢꦺꦴꦔꦲ꧈ꦱꦸꦏꦸꦂꦫꦄꦭ꧀ꦲꦩ꧀ꦢꦸꦭꦶꦭ꧀ꦭꦃꦲꦶ꧈
| Lamun ana kucing ika turu ḍeṣṭar, utawa ing kopyah néki, utawi ing pojok ing wisma, dangu tan lunga-lunga, ngalamat olih rejeki, dadongaha, sukurra alhamdulillahi
| 23. Jika ada kucing tidur di atas ikat kepala (''destar''), atau kopyahmu, atau di pojok rumah dan tidak bangun dalam waktu lama, itu artinya akan medapat rizki. Bersyukurlah Alhamdulillah.
|}

Salah satu tingkah laku kucing yang menjadi pertanda buruk dituturkan sebagaimana berikut:
{| class="wikitable"
|-
! rowspan=2 style="text-align: center"| Pada
! colspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Jawa
! rowspan=2 style="text-align: center"| Bahasa Indonesia
|-
! style="text-align: center"| Aksara Jawa
! style="text-align: center"| Latin
|-
| style="text-align: center" | 27
| ꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦲꦤꦏꦸꦕꦶꦁꦭꦸꦁꦒꦸꦃꦥꦸꦤꦶꦏ꧈ꦲꦗꦺꦴꦁꦏꦺꦴꦁꦱꦸꦏꦸꦚꦏꦭꦶꦃ꧈ꦱꦂꦪꦔꦸꦱꦥꦿꦲꦶꦚ꧈ꦏꦢꦾꦮꦺꦴꦁꦲꦤꦼꦩ꧀ꦧꦸꦃ꧈ꦲꦱꦸꦁꦥꦺꦩꦸꦠ꧀ꦥꦸꦤꦶꦏꦶ꧈ꦏꦁꦢꦂꦧꦺꦲꦂꦱꦏꦼꦤ꧈ꦧꦧꦼꦤ꧀ꦢꦸꦤꦺꦲꦾꦁꦮꦶꦢꦶ
| Lamun ana kucing lungguh punika, ajongkok sukunya kalih, sarya ngusap rahinya, kadya wong anembuh, asung pémut puniki, kang darbé arsa sakena, babenduné hyang widi
| 27. Jika ada kucing duduk berjongkok sambil kedua kaki depannya mengusap muka layaknya orang yang sedang menyembah. Hal itu memberi pengingat bahwa pemiliknya akan mendapat hukuman dari Hyang Widi.
|}

== Jenis-jenis Kucing ==
''Serat Katuranggan ning Kutcing'' yang diterbitkan di Semarang pada tahun 1871 M<ref name="gb"/> memaparkan jenis-jenis kucing berikut:
{| class="wikitable"
{| class="wikitable"
|-
|-
Baris 87: Baris 65:
|-
|-
| style="text-align: center" | 1
| style="text-align: center" | 1
| ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦥꦸꦂꦤꦩ
| {{script/Java|ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦥꦸꦂꦤꦩ}}
| Wulan Purnama
| ''Wulan Purnama''
| Bulan Purnama
| Bulan Purnama
| bulu berwarna putih dengan bercak hitam di perut sebelah kanan
| bulu berwarna putih dengan bercak hitam di perut sebelah kanan
Baris 94: Baris 72:
|-
|-
| style="text-align: center" | 2
| style="text-align: center" | 2
| ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍
| {{script/Java|ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍}}
| Wulan Krahinan
| ''Wulan Krahinan''
| Bulan di Siang Hari
| Bulan di Siang Hari
| bulu berwarna hitam dengan bercak putih di perut sebelah kanan
| bulu berwarna hitam dengan bercak putih di perut sebelah kanan
Baris 101: Baris 79:
|-
|-
| style="text-align: center" | 3
| style="text-align: center" | 3
| ꦧꦸꦗꦺꦴꦁꦒꦲꦩꦼꦁꦏꦸ
| {{script/Java|ꦧꦸꦗꦺꦴꦁꦒꦲꦩꦼꦁꦏꦸ}}
| Bujongga Hamengku
| ''Bujongga Hamengku''
| Pujangga Hamengku
| Pujangga Memangku
| bulu berwarna putih dengan belang hitam di kepala
| bulu berwarna putih dengan belang hitam di kepala
| Baik
| Baik
|-
|-
| style="text-align: center" | 4
| style="text-align: center" | 4
| ꦱꦠꦿꦶꦪꦮꦶꦧꦮ
| {{script/Java|ꦱꦠꦿꦶꦪꦮꦶꦧꦮ}}
| Satriya Wibawa
| ''Satriya Wibawa''
| Ksatriya Wibawa
| Ksatria Wibawa
| warna bulu yang sama dari telapak kaki hingga mulut dan mata
| warna bulu yang sama dari telapak kaki hingga mulut dan mata
| Baik
| Baik
|-
|-
| style="text-align: center" | 5
| style="text-align: center" | 5
| ꦥꦟ꧀ꦝꦶꦠꦊꦭꦏꦸ
| {{script/Java|ꦥꦟ꧀ꦝꦶꦠꦊꦭꦏꦸ}}
| Paṇḍita Lelaku
| ''Paṇḍita Lelaku''
| Berlaku Layaknya Pendeta
| Berlaku Layaknya Pendeta
| bergaris putih dari punggung hingga mulut
| bergaris putih dari punggung hingga mulut
Baris 122: Baris 100:
|-
|-
| style="text-align: center" | 6
| style="text-align: center" | 6
| ꦱꦺꦴꦁꦒꦧꦸꦮꦤ
| {{script/Java|ꦱꦺꦴꦁꦒꦧꦸꦮꦤ }}
| Songga Buwana
| ''Songga Buwana''
| Menyangga Dunia
| Menyangga Dunia
| warna bulu apapun dengan bercak di punggungnya
| warna bulu apapun dengan bercak di punggungnya
Baris 129: Baris 107:
|-
|-
| style="text-align: center" | 7
| style="text-align: center" | 7
| ꦮꦶꦱ꧀ꦤꦸꦲꦠꦺꦴꦟ꧀ꦝ
| {{script/Java|ꦮꦶꦱ꧀ꦤꦸꦲꦠꦺꦴꦟ꧀ꦝ}}
| Wiṣṇu Atoṇḍa
| ''Wisnu Atoṇḍa ''
| Tanda Wiṣṇu
| Tanda Wisnu
| warna bulu apapun, tidak banyak bersuara/bisu
| warna bulu apapun, tidak banyak bersuara/bisu
| Baik
| Baik
|-
|-
| style="text-align: center" | 8
| style="text-align: center" | 8
| ꦕꦤ꧀ꦢꦿꦩꦮ
| {{script/Java|ꦕꦤ꧀ꦢꦿꦩꦮ }}
| Candra Mawa
| ''Candra Mawa''
| Cahaya Rembulan
| Cahaya Rembulan
| memiliki pusaran bulu di kepala, dada, atau punggung
| memiliki pusaran bulu di kepala, dada, atau punggung
Baris 143: Baris 121:
|-
|-
| style="text-align: center" | 9
| style="text-align: center" | 9
| {{script/Java|ꦱꦫꦶꦏꦸꦤꦶꦁ}}
| ''Sari Kuning''
| Sari Kuning
| memiliki garis dari punggung hingga muka
| Baik
|-
| style="text-align: center" | 10
| {{script/Java|ꦲꦸꦢꦤ꧀ꦩꦱ꧀}}
| ''Udan Mas''
| Hujan Emas
| bulu berwarna merah keputih-putihan seperti [[menjangan]]
| Baik
|-
| style="text-align: center" | 11
| (tidak diberi nama)
| (tidak diberi nama)
| -
| -
Baris 149: Baris 141:
| Baik
| Baik
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 12
| ꦥꦸꦠꦿꦏꦗꦼꦤ꧀ꦠꦏ
| {{script/Java|ꦥꦸꦠꦿꦏꦗꦼꦤ꧀ꦠꦏ }}
| Putra Kajentaka
| ''Putra Kajentaka''
| Putra Kemiskinan
| Putra Kemiskinan
| bulu berwarna hitam mulus, berekor panjang
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 13
| ꦣꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ
| {{script/Java|ꦣꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ }}
| Ḍaḍang Sungkawa
| ''Ḍaḍang Sungkawa''
| Gagak Duka
| Gagak Duka
| bulu berwarna hitam lurik, berekor panjang
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 14
| ꦢꦸꦂꦗꦤꦏꦏꦼꦛꦸ
| {{script/Java|ꦢꦸꦂꦗꦤꦏꦏꦼꦛꦸ }}
| Durjana Kakeṭu
| ''Durjana Kakeṭu''
| Penjahat Berkeṭu (sejenis topi)
| Penjahat Berkeṭu
| bulu berwarna hitam dengan belang putih di kepala
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 15
| ꦮꦶꦱꦠꦸꦩꦩ
| {{script/Java|ꦮꦶꦱꦠꦸꦩꦩ }}
| Wisa Tumama
| ''Wisa Tumama''
| Bisa (racun) Menembus
| Bisa Menembus
| berekor putih panjang
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 16
| ꦠꦩ꧀ꦥꦂꦠꦭꦶꦮꦁꦱꦸꦭ꧀‍
| {{script/Java|ꦠꦩ꧀ꦥꦂꦠꦭꦶꦮꦁꦱꦸꦭ꧀‍}}
| Tampar Taliwangsul
| ''Tampar Taliwangsul''
| Ikatan Taliwangsul (sejenis simpul)
| Ikatan Taliwangsul
| bulu di kuping dan perut berwarna sama
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 17
| ꦏꦭꦔꦸꦩ꧀ꦧꦫ
| {{script/Java|ꦏꦭꦔꦸꦩ꧀ꦧꦫ }}
| Kala Ngumbara
| ''Kala Ngumbara ''
| [[Kala]] (raksasa) Mengembara
| [[Batara Kala|Kala]] Mengembara
| bergaris hitam dari punggung hingga ekor
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 18
| ꦧꦪꦔꦁꦱꦂ
| {{script/Java|ꦧꦪꦔꦁꦱꦂ }}
| Baya Ngangsar
| ''Baya Ngangsar''
| Buaya Ngangsar
| Buaya Ngangsar
| memiliki garis dari dada hingga ekor
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 19
| ꦭꦶꦤ꧀ꦠꦁꦏꦸꦩꦸꦏꦸꦱ꧀
| {{script/Java|ꦭꦶꦤ꧀ꦠꦁꦏꦸꦩꦸꦏꦸꦱ꧀ }}
| Lintang Kumukus
| ''Lintang Kumukus ''
| Bintang Berekor
| Bintang Berekor
| bulu bertutul dengan ekor putih
| -
| Buruk
| Buruk
|-
|-
| style="text-align: center" | 10
| style="text-align: center" | 20
| (tidak diberi nama)
| (tidak diberi nama)
| -
| -
| -
| -
| bulu berwarna ''kembang asem''
| -
| Buruk
| Buruk
|}
|}


Karena teks ''katuranggan kucing'' tidak memiliki satu edisi otoriter, antar naskah bisa jadi tidak memiliki daftar jenis kucing yang sama persis. Misal, ''Serat Katuranggan ning Kutcing'' tidak menyebutkan jenis kucing ''udan mas'' dan ''sari kuning'' yang dituturkan dalam ''Serat Ngalamating Kucing''.<ref name=":0" />
== Teks Serupa ==

=== Jawa ===
== Teks serupa ==
Di Jawa, teks dengan isi yang serupa dengan ''Katuranggan Kucing'' dapat ditemukan dengan sejumlah judul alternatif. [[Kraton Yogyakarta]] menyimpan naskah dengan judul [[:jv:Serat Ngalamating Kucing|''Serat Ngalamating Kucing'']] <ref>{{Cite book|url=https://www.worldcat.org/title/katalog-induk-naskah-naskah-nusantara-jilid-2-kraton-yogyakarta/oclc/499269103&referer=brief_results|title=Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2: Kraton Yogyakarta|last=Lindsay|first=Jennifer|last2=Soetanto|first2=R. M.|last3=Feinstein|first3=Alan|date=|publisher=Yayasan Obor Indonesia|year=1994|isbn=9789794611784|location=Jakarta|pages=|language=ID|oclc=499269103}}</ref><ref name=":0">{{Cite journal|last=A|first=Mirya|date=2017-11-01|title=Serat Ngalamating Kucing Mitos Kucing dalam Budaya Jawa|url=https://ejournal.undip.ac.id/index.php/nusa/article/view/16860|journal=Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra|language=id|volume=12|issue=4|pages=173–185|doi=10.14710/nusa.12.4.173-185|issn=2597-9558}}</ref> sementara versi cetak dari abad 19 M menggunakan judul ''Serat Katuranggan ning Kutcing'',<ref name="gb"/> keduanya memiliki sedikit perbedaan dari segi pengejaan dan susunan bait namun memiliki isi yang serupa.
=== Bali ===
=== Bali ===
Sastra [[Bahasa Bali|Bali]] memiliki tradisi teks serupa yang disebut '''''carcan kucing''''' ({{script/Bali|ᬘᬃᬘᬦ᭄ᬓᬸᬘᬶᬂ}}) atau '''''carcan miyong''''' ({{script/Bali|ᬘᬃᬘᬦ᭄ᬫᬶᬬᭀᬂ}}).<ref>{{Cite book|url=http://www.islamicmanuscripts.info/inventories/leiden/or10000-definitive-20170709.pdf|title=Inventory of the Oriental Manuscripts of the Library of the Leiden University Library vol:10|last=Witkam|first=Jan Just|date=2017-07-14|publisher=Ter Lugt Press|year=2017|location=Leiden|pages=|language=EN}}</ref> Salah satu naskah [[lontar]] ''Carcan Kucing'' dalam koleksi [[Gedong Kirtya]], [[Singaraja]]<ref name="ccn">[https://palmleaf.org/wiki/carcan-kucing Carcan Kucing ({{script/Bali|ᬘᬃᬘᬦ᭄‌ᬓᬸᬘᬶᬂ}})], Lontar Koleksi Gedong Kirtya, No III C807/W</ref> memiliki isi yang garis besarnya sama dengan ''katuranggan kucing'' versi Jawa. Baik versi Jawa maupun Bali umumnya menyetujui akan pengaruh baik buruknya suatu jenis kucing, tetapi dengan pengejaan nama dan uraian ciri yang sedikit berbeda. Sebagai contoh, berikut adalah bait mengenai kucing yang sama dalam ''katuranggan'' Jawa dan ''carcan'' Bali:<ref name="gb"/><ref name="ccn"/>

{| class="wikitable"
|-
! style="text-align: center"| Versi
! style="text-align: center"| Aksara
! style="text-align: center"| Latin
|-
! style="text-align: center"| Katuranggan Jawa
| {{script/Java|꧅ꦱꦶꦫꦔꦸꦭꦠ꧀ꦠꦤꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦏꦁꦩꦮꦚꦼꦁꦲꦸꦚꦼꦁꦔꦤ꧀‍꧈ ꦲꦶꦁꦱꦶꦫꦃꦠꦤꦥꦶꦣꦣꦤꦺ꧈ ꦢꦠꦤ꧀ꦤꦥꦶꦒꦶꦒꦶꦂꦫꦶꦫ꧈ ꦲꦶꦏꦸꦉꦏꦛꦱꦸꦫ꧈ ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ꦏꦺꦏꦧꦺꦃꦲꦩꦼꦁꦏꦸ꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦏꦸꦕꦶꦁꦕꦤ꧀ꦢꦿꦩꦮ}}
| ''Sira ngulat ana kucing, kang mawa nyeng-unyengan, ing sirah tanapi ḍaḍané, datannapi gigir ira, iku rekaṭa sura, beciké kabéh, hamengku, aran kucing '''candra mawa'''''
|-
! style="text-align: center"| Carcan Bali
| {{script/Bali|᭚ᬘᬡ᭄ᬟ᭄ᬭᬫᬵᬯᬵ᭞ ᬗ᭞ ᬫᬾᬂᬳᬬᬸᬬᭂᬗᬸᬬᭂᬦ᭄᭞ ᬭᬶᬂᬲᬶᬭᬄ᭞ ᬭᬶᬂᬥᬥ᭞ ᬭᬶᬂᬕᬶᬕᬶᬭ᭄᭞ ᬧ᭞ ᬓᬳᬦᬦᬶᬂᬲᬸᬃᬯ᭄ᬯᬭᬳᬬᬸ᭞}}
| '''''caṇḍra māwā''', nga(ranya), méng ayu yenguyen, ring sirah, ring ḍaḍa, ring gigir, pa(lanya), ka ana ning surwa rahayu ''
|}

=== Thailand ===
=== Thailand ===
[[Berkas:Animal tales cats thai or 16797 f003v.jpg|jmpl|300px|upright=1.2|Dua halaman salinan naskah ''Tamra Maeo'' yang ditulis antar tahun 1800-1870 dalam koleksi British Library]]
Sastra [[Bahasa Thai|Thailand]] memiliki tradisi teks serupa yang sering kali disebut sebagai [[Tamra Maew]] (ตำราแมว, dibaca tam-raa-méw). Sebagaimana dalam tradisi Jawa dan Bali, ''tamra maeo'' memaparkan jenis-jenis kucing dalam bentuk bait-bait pendek yang ditulis dengan [[aksara Thai]] (aksara yang hanya digunakan untuk tulisan sekuler dalam masyarakat Thai pra-modern). Namun, berbeda dengan versi Jawa dan Bali, ''tamra maeo'' selalu disertai dengan ilustrasi kucing-kucing bersangkutan dalam gaya lukis tradisional Thai. Umumnya, ''tamra maeo'' menguraikan tujuh belas jenis kucing yang dianggap berpengaruh baik, kadang diikuti dengan enam jenis yang dianggap buruk.<ref>{{cite web|last1=Igunma|first1=Jana|title=A Treatise on Siamese Cats|url=https://southeastasianlibrarygroup.wordpress.com/2013/06/07/a-treatise-on-siamese-cats/|website=Southeast Asia Library Group (SEALG)|publisher=British Library|accessdate=26 June 2017|date=7 June 2013}}</ref><ref>{{cite journal|last1=Clutterbuck|first1=Martin|title=Inventory: Auspicious Cats|journal=Cabinet|date=2008|issue=30|url=http://www.cabinetmagazine.org/issues/30/clutterbuck.php|accessdate=26 June 2017|language=en}}</ref>


== Referensi ==
== Referensi ==
<references />
<references />


== Pranala Luar ==
== Pranala luar ==
[https://books.google.co.id/books?id=BfRhOG2SfNoC&pg=PP7&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=2#v=onepage&q&f=false ''Serat Katoerangganing Koetjing''], diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.
{{Wikisource|1=Serat katuranggan kucing|2=Serat Katuranggan Kucing}}
{{Wikisource|1=Serat katuranggan kucing|2=Serat Katuranggan Kucing}}
* [https://books.google.co.id/books?id=BfRhOG2SfNoC&pg=PP7&hl=id&source=gbs_toc_r&cad=2#v=onepage&q&f=false ''Serat Katoerangganing Koetjing''], diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.
* [https://archive.org/details/serat-katuranggan-kucing ''Serat Katuranggan Kucing''] di [[Internet Archive]]

{{Artikel bagus}}

[[Kategori:Sastra Jawa]]
[[Kategori:Kucing dalam sastra]]

Revisi terkini sejak 25 Juni 2024 08.39

Serat katuranggan kucing (ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦏꦸꦕꦶꦁ, dapat diterjemahkan sebagai "risalah macam-macam kucing") adalah sebuah teks sastra Jawa berbentuk tembang yang membahas jenis dan rupa kucing. Risalah dengan isi serupa dapat ditemukan dalam sejumlah naskah dengan judul yang berbeda-beda, tetapi utamanya selalu berisi pemaparan mengenai jenis-jenis kucing berdasarkan rupanya dan akibat baik-buruknya bagi manusia. Pembagian ini, meski bersifat taksonomis, tidaklah terlalu spesifik dan umumnya longgar, sehingga berbagai versi dapat memaparkan deskripsi yang sedikit berbeda-beda antar satu sama lainnya.

Genre

Katuranggan adalah salah satu genre teks sastra Jawa yang bertujuan untuk menjabarkan watak suatu benda. Istilah ini berasal dari kata turangga, bahasa Jawa halus untuk "kuda", karena pada awalnya istilah ini digunakan untuk teks yang menjabarkan watak, jenis, dan fisiognomi kuda sebagai tunggangan maupun penarik pedati.[1][2] Pada perkembangannya, istilah ini kemudian dipakai juga untuk teks yang menjabarkan subjek selain kuda, seperti katuranggan perkutut, katuranggan wanita, dan katuranggan kucing.[3][4] Terdapat pula pandangan yang menjabarkan istilah katuranggan sebagai gabungan dari kata katur yang dapat berarti "pemberitahuan" dan angga yang berarti "tubuh", sehingga gabungan kedua istilah tersebut kurang lebih bermakna "pemberitahuan (mengenai jenis-jenis) tubuh."[3] Tulisan dalam genre ini kadang juga dapat ditemukan dengan istilah ngalamat yang bermakna "pertanda."[5]

Isi

Isi dari katuranggan kucing umumnya disusun dalam bentuk bait puisi, hal ini sejalan dengan kecendrungan sastra Jawa tradisional yang sebagian besar teksnya dirancang untuk dilantunkan dalam bentuk tembang.[6] Tiap bait (disebut juga pada) menguraikan satu jenis kucing yang uraiannya meliputi ciri fisik, nama jenis, dan pengaruh baik-buruknya bagi manusia.[7] Ciri fisik tiap jenis kucing hanya dijelaskan secara singkat dan tidak pernah disertai dengan ilustrasi, sehingga gambaran tepat dari tiap jenis kucing bergantung pada bayangan pembaca. Pengaruh dari tiap jenis umumnya juga tidak diurai lebih jauh dari "baik" atau "buruk".

Naskah katuranggan kucing dapat ditemukan beredar di masyarakat Jawa pra-kemerdekaan dalam bentuk salinan tulis tangan maupun buku cetak, namun terdapat sejumlah variasi isi dan judul karena tidak adanya satu versi otoriter yang menjadi rujukan semua salinan. Semisal, Kraton Yogyakarta menyimpan naskah dengan judul Serat Ngalamating Kucing [jv] (ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦔꦭꦩꦠ꧀ꦠꦶꦁꦏꦸꦕꦶꦁ)[7][8] sementara versi cetak dari Semarang menggunakan judul Serat Katuranggan ning Kutcing (ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦤꦶꦁꦏꦸꦠ꧀ꦕꦶꦁ),[9] keduanya memiliki isi yang sebagian besar sama dengan sedikit perbedaan dari segi pengejaan dan susunan.

Sebagai contoh, Serat Katuranggan ning Kutcing yang diterbitkan di Semarang pada tahun 1871 M,[9] menuturkan salah satu kucing yang dianggap baik sebagaimana berikut:

Pada Bahasa Jawa Bahasa Indonesia
Aksara Jawa Latin
7 ꧅ꦭꦩꦸꦤ꧀ꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦲꦮꦏ꧀ꦏꦺꦲꦶꦉꦁꦱꦢꦪ꧈ ꦭꦩ꧀ꦧꦸꦁꦏꦶꦮꦠꦺꦩ꧀ꦧꦺꦴꦁꦥꦸꦠꦶꦃ꧈ ꦊꦏ꧀ꦱꦤꦤ꧀ꦤꦶꦫꦥꦿꦪꦺꦴꦒ꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍꧈ ꦠꦶꦤꦼꦏꦤꦤ꧀ꦱꦱꦼꦢꦾꦤ꧀ꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦭꦁꦏꦸꦁꦲꦸꦠꦩ꧈ Lamun sira ngingu kucing, awaké ireng sadaya, lambung kiwa tèmbong putih, leksan nira prayoga, aran wulan krahinan, tinekanan sasedyan nira ipun, yèn buṇḍel langkung utama Kucing yang berwarna hitam semua tetapi perut sebelah kirinya terdapat tèmbong (bercak) putih disebut wulan krahinan. Kucing ini membawa kebaikan berupa tercapainya semua keinginan. Lebih baik jika ekornya buṇḍel (membulat).

Salah satu kucing yang dianggap kurang baik dituturkan sebagaimana berikut:[9]

Pada Bahasa Jawa Bahasa Indonesia
Aksara Jawa Latin
8 ꧅ꦲꦗꦱꦶꦫꦔꦶꦔꦸꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦭꦸꦫꦶꦏ꧀ꦲꦶꦉꦁꦧꦸꦤ꧀ꦠꦸꦠ꧀ꦥꦚ꧀ꦗꦁ꧈ ꦥꦸꦤꦶꦏꦲꦮꦺꦴꦤ꧀ꦭꦩꦠ꧀ꦠꦺ꧈ ꦱꦼꦏꦼꦭꦤ꧀ꦱꦿꦶꦁꦠꦸꦏꦂꦫꦤ꧀‍꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦝꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ꧈ ꦥꦤ꧀ꦲꦢꦺꦴꦃꦫꦶꦗꦼꦏꦶꦤꦶꦥꦸꦤ꧀‍꧈ ꦪꦺꦤ꧀ꦧꦸꦟ꧀ꦝꦼꦭ꧀ꦤꦺꦴꦫꦔꦥꦲ꧈ Aja sira ngingu kucing, lurik ireng buntut panjang, punika awon lamaté, sekelan sring tukaran, aran ḍaḍang sungkawa, pan adoh rijeki nipun, yèn buṇḍel nora ngapa Kucing dengan bulu lurik hitam berekor panjang jangan dipelihara. Kucing itu disebut ḍaḍang sungkawa. Kehidupanmu akan sering bertengkar dan jauh dari rizki. Apabila ekornya buṇḍel, maka tidak masalah.

Dari keseluruhan bait mengenai jenis kucing, pernyataan mengenai ekor yang membundel (tumpul atau pendek membulat) muncul dengan cukup konsisten: kucing buruk yang ekornya bundel dikatakan tidak akan membawa masalah, sementara kucing baik yang ekornya bundel akan semakin baik pengaruhnya.[7]

Di bagian akhir teks, umumnya juga terdapat pemaparan singkat mengenai tingkah laku kucing yang bertanda baik maupun buruk. Semisal dituturkan bahwa kucing yang tertidur di atas ikat kepala, kopiah, maupun pojok rumah merupakan pertanda baik. Sementara itu, kucing yang mengusap wajahnya "selayaknya orang menyembah" dianggap sebagai pertanda buruk.[7]

Jenis-jenis kucing

Serat Ngalamating Kucing memaparkan jenis-jenis kucing berikut:[7]

Kucing yang bisa dikategorikan sebagai Bujongga Hamengku berekor bundel
Kucing yang bisa dikategorikan sebagai Putra Kajentaka
No Nama Arti Nama Harfiah Ciri Pengaruh
Aksara Jawa Latin
1 ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦥꦸꦂꦤꦩ Wulan Purnama Bulan Purnama bulu berwarna putih dengan bercak hitam di perut sebelah kanan Baik
2 ꦮꦸꦭꦤ꧀ꦏꦿꦲꦶꦤꦤ꧀‍ Wulan Krahinan Bulan di Siang Hari bulu berwarna hitam dengan bercak putih di perut sebelah kanan Baik
3 ꦧꦸꦗꦺꦴꦁꦒꦲꦩꦼꦁꦏꦸ Bujongga Hamengku Pujangga Memangku bulu berwarna putih dengan belang hitam di kepala Baik
4 ꦱꦠꦿꦶꦪꦮꦶꦧꦮ Satriya Wibawa Ksatria Wibawa warna bulu yang sama dari telapak kaki hingga mulut dan mata Baik
5 ꦥꦟ꧀ꦝꦶꦠꦊꦭꦏꦸ Paṇḍita Lelaku Berlaku Layaknya Pendeta bergaris putih dari punggung hingga mulut Baik
6 ꦱꦺꦴꦁꦒꦧꦸꦮꦤ Songga Buwana Menyangga Dunia warna bulu apapun dengan bercak di punggungnya Baik
7 ꦮꦶꦱ꧀ꦤꦸꦲꦠꦺꦴꦟ꧀ꦝ Wisnu Atoṇḍa Tanda Wisnu warna bulu apapun, tidak banyak bersuara/bisu Baik
8 ꦕꦤ꧀ꦢꦿꦩꦮ Candra Mawa Cahaya Rembulan memiliki pusaran bulu di kepala, dada, atau punggung Baik
9 ꦱꦫꦶꦏꦸꦤꦶꦁ Sari Kuning Sari Kuning memiliki garis dari punggung hingga muka Baik
10 ꦲꦸꦢꦤ꧀ꦩꦱ꧀ Udan Mas Hujan Emas bulu berwarna merah keputih-putihan seperti menjangan Baik
11 (tidak diberi nama) - - bulu berwarna hitam, keempat kakinya putih Baik
12 ꦥꦸꦠꦿꦏꦗꦼꦤ꧀ꦠꦏ Putra Kajentaka Putra Kemiskinan bulu berwarna hitam mulus, berekor panjang Buruk
13 ꦣꦣꦁꦱꦸꦁꦏꦮ Ḍaḍang Sungkawa Gagak Duka bulu berwarna hitam lurik, berekor panjang Buruk
14 ꦢꦸꦂꦗꦤꦏꦏꦼꦛꦸ Durjana Kakeṭu Penjahat Berkeṭu bulu berwarna hitam dengan belang putih di kepala Buruk
15 ꦮꦶꦱꦠꦸꦩꦩ Wisa Tumama Bisa Menembus berekor putih panjang Buruk
16 ꦠꦩ꧀ꦥꦂꦠꦭꦶꦮꦁꦱꦸꦭ꧀‍ Tampar Taliwangsul Ikatan Taliwangsul bulu di kuping dan perut berwarna sama Buruk
17 ꦏꦭꦔꦸꦩ꧀ꦧꦫ Kala Ngumbara Kala Mengembara bergaris hitam dari punggung hingga ekor Buruk
18 ꦧꦪꦔꦁꦱꦂ Baya Ngangsar Buaya Ngangsar memiliki garis dari dada hingga ekor Buruk
19 ꦭꦶꦤ꧀ꦠꦁꦏꦸꦩꦸꦏꦸꦱ꧀ Lintang Kumukus Bintang Berekor bulu bertutul dengan ekor putih Buruk
20 (tidak diberi nama) - - bulu berwarna kembang asem Buruk

Karena teks katuranggan kucing tidak memiliki satu edisi otoriter, antar naskah bisa jadi tidak memiliki daftar jenis kucing yang sama persis. Misal, Serat Katuranggan ning Kutcing tidak menyebutkan jenis kucing udan mas dan sari kuning yang dituturkan dalam Serat Ngalamating Kucing.[7]

Teks serupa

Bali

Sastra Bali memiliki tradisi teks serupa yang disebut carcan kucing (ᬘᬃᬘᬦ᭄ᬓᬸᬘᬶᬂ) atau carcan miyong (ᬘᬃᬘᬦ᭄ᬫᬶᬬᭀᬂ).[10] Salah satu naskah lontar Carcan Kucing dalam koleksi Gedong Kirtya, Singaraja[11] memiliki isi yang garis besarnya sama dengan katuranggan kucing versi Jawa. Baik versi Jawa maupun Bali umumnya menyetujui akan pengaruh baik buruknya suatu jenis kucing, tetapi dengan pengejaan nama dan uraian ciri yang sedikit berbeda. Sebagai contoh, berikut adalah bait mengenai kucing yang sama dalam katuranggan Jawa dan carcan Bali:[9][11]

Versi Aksara Latin
Katuranggan Jawa ꧅ꦱꦶꦫꦔꦸꦭꦠ꧀ꦠꦤꦏꦸꦕꦶꦁ꧈ ꦏꦁꦩꦮꦚꦼꦁꦲꦸꦚꦼꦁꦔꦤ꧀‍꧈ ꦲꦶꦁꦱꦶꦫꦃꦠꦤꦥꦶꦣꦣꦤꦺ꧈ ꦢꦠꦤ꧀ꦤꦥꦶꦒꦶꦒꦶꦂꦫꦶꦫ꧈ ꦲꦶꦏꦸꦉꦏꦛꦱꦸꦫ꧈ ꦧꦼꦕꦶꦏ꧀ꦏꦺꦏꦧꦺꦃꦲꦩꦼꦁꦏꦸ꧈ ꦲꦫꦤ꧀ꦏꦸꦕꦶꦁꦕꦤ꧀ꦢꦿꦩꦮ Sira ngulat ana kucing, kang mawa nyeng-unyengan, ing sirah tanapi ḍaḍané, datannapi gigir ira, iku rekaṭa sura, beciké kabéh, hamengku, aran kucing candra mawa
Carcan Bali ᭚ᬘᬡ᭄ᬟ᭄ᬭᬫᬵᬯᬵ᭞ ᬗ᭞ ᬫᬾᬂᬳᬬᬸᬬᭂᬗᬸᬬᭂᬦ᭄᭞ ᬭᬶᬂᬲᬶᬭᬄ᭞ ᬭᬶᬂᬥᬥ᭞ ᬭᬶᬂᬕᬶᬕᬶᬭ᭄᭞ ᬧ᭞ ᬓᬳᬦᬦᬶᬂᬲᬸᬃᬯ᭄ᬯᬭᬳᬬᬸ᭞ caṇḍra māwā, nga(ranya), méng ayu yenguyen, ring sirah, ring ḍaḍa, ring gigir, pa(lanya), ka ana ning surwa rahayu

Thailand

Dua halaman salinan naskah Tamra Maeo yang ditulis antar tahun 1800-1870 dalam koleksi British Library

Sastra Thailand memiliki tradisi teks serupa yang sering kali disebut sebagai Tamra Maew (ตำราแมว, dibaca tam-raa-méw). Sebagaimana dalam tradisi Jawa dan Bali, tamra maeo memaparkan jenis-jenis kucing dalam bentuk bait-bait pendek yang ditulis dengan aksara Thai (aksara yang hanya digunakan untuk tulisan sekuler dalam masyarakat Thai pra-modern). Namun, berbeda dengan versi Jawa dan Bali, tamra maeo selalu disertai dengan ilustrasi kucing-kucing bersangkutan dalam gaya lukis tradisional Thai. Umumnya, tamra maeo menguraikan tujuh belas jenis kucing yang dianggap berpengaruh baik, kadang diikuti dengan enam jenis yang dianggap buruk.[12][13]

Referensi

  1. ^ Soedewo, Ery (2017-11). Fauna Dalam Arkeologi; Kuda dan Pemanfaatannya dalam Kehidupan Manusia: Kajian Arkeohistoris Domestikasi Kuda (PDF). Medan: Balai Arkeologi Sumatera Utara. hlm. 129. ISBN 978-979-98772-9-1. 
  2. ^ Poerwadarminta, W.J.S (1939). Baoesastra Djawa (dalam bahasa Jawa). Batavia: J.B. Wolters. ISBN 0834803496.  Entri lema "katuranggan": kn kawruh bab titikan wêwatakaning jaran lsp.
  3. ^ a b Sanjaya, Abda Lucky (2017-11). "Katurangganing Kutut" (PDF). Jurnal Ekspresi Seni. 19 (2): 112–208. ISSN 1412-1662. 
  4. ^ Dwidjowinoto, Wahjudhi (2018-09-01). "Katuranggan Wanita Merupakan Salah Satu Media Teknologi Informasi dan Komunikasi Masa Lampau Jawa". Jurnal Budaya Nusantara. 2 (1): 229–238. 
  5. ^ Poerwadarminta, W.J.S (1939). Baoesastra Djawa (dalam bahasa Jawa). Batavia: J.B. Wolters. ISBN 0834803496.  Entri lema "ngalamat": kn. ak. 1 tandha bakal ananing lêlakon
  6. ^ Behrend, T E (1996). "Textual Gateways: the Javanese Manuscript Tradition". Dalam Ann Kumar; John H. McGlynn. Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Lontar Foundation. ISBN 0834803496. 
  7. ^ a b c d e f A, Mirya (2017-11-01). "Serat Ngalamating Kucing Mitos Kucing dalam Budaya Jawa". Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra. 12 (4): 173–185. doi:10.14710/nusa.12.4.173-185. ISSN 2597-9558. 
  8. ^ Lindsay, Jennifer; Soetanto, R. M.; Feinstein, Alan (1994). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 2: Kraton Yogyakarta. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. ISBN 9789794611784. OCLC 499269103. 
  9. ^ a b c d Serat Katoerangganing ning Koetjing (ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦏꦠꦸꦫꦁꦒꦤ꧀ꦤꦶꦁꦏꦸꦠ꧀ꦕꦶꦁ), diterbitkan oleh Percetakan GCT Van Dorp & Co di Semarang, tahun 1871. Pindaian Google Books dari koleksi Perpustakaan Nasional Belanda, No 859 B33.
  10. ^ Witkam, Jan Just (2017-07-14). Inventory of the Oriental Manuscripts of the Library of the Leiden University Library vol:10 (PDF) (dalam bahasa Inggris). Leiden: Ter Lugt Press. 
  11. ^ a b Carcan Kucing (ᬘᬃᬘᬦ᭄‌ᬓᬸᬘᬶᬂ), Lontar Koleksi Gedong Kirtya, No III C807/W
  12. ^ Igunma, Jana (7 June 2013). "A Treatise on Siamese Cats". Southeast Asia Library Group (SEALG). British Library. Diakses tanggal 26 June 2017. 
  13. ^ Clutterbuck, Martin (2008). "Inventory: Auspicious Cats". Cabinet (dalam bahasa Inggris) (30). Diakses tanggal 26 June 2017. 

Pranala luar