Lompat ke isi

Raden Abdul Jalil: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
nama
Angayubagia (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan visualeditor-wikitext
(24 revisi perantara oleh 19 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 2: Baris 2:
{{Redirect|Artikel|artikel mengenai Wahdatul Wujud|Wahdatul Wujud}}
{{Redirect|Artikel|artikel mengenai Wahdatul Wujud|Wahdatul Wujud}}
{{Infobox religious biography
{{Infobox religious biography
| honorific-prefix =
| honorific-prefix =As-Syekh
| name = Raden Abdul Jalil <br>
| name = Abdul Jalil <br>
{Syekh Siti Jenar}
( Syekh Siti Jenar )
| image =Syekh Siti Jenar.jpg
| image =
| alt =
| alt =
| caption =Lukisan Potret Syekh Siti Jenar
| caption =
| religion = [[Islam]]
| religion = [[Islam]]
| denomination = [[Sufi]]; [[Ahlu Sunnah wal Jamaah]]
| denomination = [[Sufi]]
| known_for = [[Wali Songo Yang Diganti Karena Telah Mencapai Maqom/Derajat Jadzab]];
| known_for = [[Wali Songo]] Yang Diganti Karena Telah Mencapai Maqom/Derajat Jadzab
[[Waliyul Ilm Sebelum Maqom Jadzab]]
| birth_name = Hasan Ali
| birth_name = Hasan Ali
| birth_date = 1426
| birth_date = 1426
Baris 19: Baris 18:
| children = {{unbulleted list
| children = {{unbulleted list
|Abdul Qahhar (Sunan Sedayu)
|Abdul Qahhar (Sunan Sedayu)
|Syarifah Zainab (Istri [[Sunan Kalijaga]])
|Sayyidah Zainab (Istri [[Sunan Kalijaga]])
}}
}}
| father = [[Datuk Sholeh]]
| father = [[Datuk Sholeh]]
Baris 26: Baris 25:
|predecessor=[[Sunan Ampel]]|successor=[[Abdul Qahhar]] (Sunan Sedayu)|office1=|term_start1=|term_end1=|predecessor1=|successor1=|title=|region=|other names=Sunan Jepara {{br}} Syekh Lemah Abang {{br}} Sitibrit {{br}} Puyang Ngawak Raje Nyawe}}
|predecessor=[[Sunan Ampel]]|successor=[[Abdul Qahhar]] (Sunan Sedayu)|office1=|term_start1=|term_end1=|predecessor1=|successor1=|title=|region=|other names=Sunan Jepara {{br}} Syekh Lemah Abang {{br}} Sitibrit {{br}} Puyang Ngawak Raje Nyawe}}


'''Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah)''' yang memiliki nama asli '''Syaikh Sidi Zunnar (ada juga yang menyebutnya Syech Siti Jenar)''' (juga dikenal dengan nama '''Sunan Jepara''', '''Sitibrit''', '''Syekh Lemahbang''', dan '''Syekh Kaisar Medan''') adalah seorang tokoh [[Sufisme|sufi]] asal persia dan salah seorang penyebar [[agama]] [[Islam]] di [[Pulau Jawa]], khususnya di [[Kabupaten Demak]].<ref>[http://books.google.com.my/books?id=mQXYAAAAMAAJ&q=Syekh+Siti+Jenar&dq=Syekh+Siti+Jenar&hl=en&ei=ypy8TbP6AYKGrAeR0IDzBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&ved=0CDMQ6AEwAg Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan]</ref>
'''Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah)''' yang memiliki nama '''Abdul Jalil''' dan nama kecil '''San Ali''' (juga dikenal dengan nama '''Sunan Jepara''', '''Sitibrit''', '''Syekh Lemahbang''', '''Syekh Jabarantas''').


Beliau adalah seorang tokoh [[Sufisme|sufi]] dan penyebar [[agama]] [[Islam]] di [[Pulau Jawa]], khususnya di [[Kabupaten Demak]].<ref>[http://books.google.com.my/books?id=mQXYAAAAMAAJ&q=Syekh+Siti+Jenar&dq=Syekh+Siti+Jenar&hl=en&ei=ypy8TbP6AYKGrAeR0IDzBQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&ved=0CDMQ6AEwAg Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan]</ref>
'''Nama kecil Syaikh Siti Jenar adalah Abdul Hasan bin Abdul Ibrahim bin Ismail.''' Sosok Siti Jenar menjadi buah bibir di kalangan masyarakat [[Jawa]], bahkan misteri kematian dan pemikirannya dikenal di berbagai penjuru di negeri ini. Ada yang mengatakan bahwa ajaran Siti Jenar menyesatkan bagi kehidupan masyarakat Jawa, Di sebabkan oleh ajaranya yang bertentangan dengan islam dalam perspektif dakwah awal. Dan mengaku Sebagai Allah, tetapi dalam paham لا موجد الا الله paham yang berarti tidak ada wujud selain Allah karena alam raya tidak ada jika tidak ada penciptanya dan dengan dasar إنّاَ للهِ وإنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ sungguhnya segalanya milik Dia (Allah) dan sesungguhnya kembalilah semuanya kepada Dia (Allah) dan apabila tanpa dasar/bahan diciptakan dalam logika Beliau mustahil maka mengacu kembali kepada Surah Yasin ayat 82 كُنْ فَيَكُونُ semua tercipta dari Firman/Ucapan Allah dan Firman atau Ucapan ini tercipta dari apa? jawabannya sama yaitu dari كُنْ فَيَكُونُ dan ini seterusnya yang pusatnya Adalah Allah Al Ahad dan Allah Al Wujud.

Paham seperti ini tidak boleh diajarkan sembarangan dengan metode salah seperti metode Syech Siti Jenar. Karena sebab itulah Syech Siti Jenar diterima kerinduannya kepada kembali kepada Allah oleh para anggota Walisongo dengan Pidana Mati yang sekaligus secara politis digunakan sebagai ancaman pendidikan apabila mengajarkan dengan metode salah sehingga menimbulkan mafhum/paham yang salah.

Misteri kematian Syaikh Siti Jenar tidak kunjung selesai sampai pada dari mulut ke mulut masyarakat Jawa saja. Akan tetapi meluas di lingkungan keagamaan di [[nusantara]]
Demikian pula dengan berbagai versi lokasi makam tempat ia disemayamkan untuk terakhir kalinya. Bahkan, Tuan Guru Fekri Juliansyah (Napak Tilas Para Mpu Hyang:1996) menegaskan makam Syeikh Siti Jenar ada di Puncak Gunung Dempu (Dempo), Kota Pagaralam - Sumatera Selatan. Dalam mitologi budaya dan sejarah Djagat Besemah, beliau dikenal dengan nama "Puyang Ngawak Raje Nyawe".

Sementara para murid muridnya atau yang menganut ajarannya, menganggapnya sebagai seorang intelek yang telah memperoleh esensi Islam. Ajaran-ajarannya tertuang dalam karya sastra buatannya sendiri yang disebut ''Pupuh'', yang berisi tentang ''budi pekerti''.


== Nama dan julukan ==
== Nama dan julukan ==
Syaikh Siti Jenar (menurut KH. Shahibul Faraji Ar-Rabbani) beliau memiliki nama asli Sayyid Hasan 'Ali Al Husaini (masih memiliki garis darah / keturunan Rasulullah SAW) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil atau Raden Abdul Jalil. Dan pada saat berdakwah di Caruban (sebelah tenggara Cirebon), beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit dan lainnya yang belum kita ketahui. Adapun makna julukan itu adalah:
Syaikh Siti Jenar (menurut Drs. K.H. Ng. Agus Sunyoto, M.Pd.) beliau memiliki nama asli San Ali (Bangsawan Malaka) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan pada saat berdakwah keliling nusa jawa dari pesisir utara jawa hingga pedalaman inilah beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit, Syaikh Jabarantas dan lainnya

1. Syaikh Siti Jenar
:Ada beberapa asumsi mengenai julukan ini, yang diambil dari kata menurut beberapa bahasa, "''Syaikh''" berasal dari bahasa arab شيخ bisa ditulis Shaikh, Sheik, Shaykh atau Sheikh adalah sebuah gelar bagi seorang ahli atau pemimpin atau tetua dalam lingkup muslim, "''Siti''" dalam bahasa jawa berarti tanah, namun ada yang berasumsi kata Siti berasal dari kata Sayyidi/Sidi (yang berarti Tuanku/Junjunganku), dan "''Jenar''" dalam bahasa Indonesia berarti merah, dalam bahasa Jawa berari Kuning Kemerahan, dan ada pula yang berasumsi dari bahasa arab "Jinnar" dengan tafsiran ilmu yang dimilikinya selalu membara (semangat akan ilmu) seperti api. Namun ada juga yang memudahkan dengan menganggap hayalan yang terbakar dari kata Jin (ghaib) - Nar (api). Bahkan ada pula yang mungkin setelah melihat film Walisongo dan menghubungkannya dengan kata Jenar (dalam kehidupan masyarakat jawa, kata Jenar disebutkan untuk sebuah binatang Cacing dengan ukuran sangat besar).
2. Sunan Jepara
:Gelar ini muncul karena kedudukan Syeh Siti Jenar sebagai seorang sunan yang tinggal di [[Kadipaten]] [[Jepara]].
3. Syeh Lemah Abang / Lemah Brit
:Sebutan yang diberikan masyarakat Jepara karena ia tinggal di Dusun Lemah Abang, Kecamatan [[Keling, Jepara|Keling]]. Lemah Brit dalam bahasa jawa berarti tanah yang berwarna merah (Brit = Abrit = Merah).


== Tujuan utama Syeikh Siti Jenar ==
== Tujuan utama Syeikh Siti Jenar ==
Syeikh Siti Jenar mengajak manusia untuk selalu tumbuh berkembang seperti pohon sidratul muntaha, yang selalu aktif, progresif dan positif. Membangkitkan pribadi “insun sejati” melalui tauhid al-wujud, atau yang kenal dengan judul buku ini adalah “manunggaling kawula-gusti”. Gerakan yang dilakukan Syeikh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik. Jadi, Syeikh Siti Jenar bukan hanya seorang penyebar agama Islam awal di Indonesia, namun sekaligus seorang suci yang sangat dihormati berbagai kalangan sampai saat ini, karena memang ajarannya yang aplikatif secara lahir dan batin juga mampu membawa rasa kebebasan bagi para penganutnya. Unsur kebebasan di bawah naungan kemanunggalan inilah mutiara yang termahal dalam hidup.<ref>https://www.nu.or.id/post/read/13217/kearifan-spiritual-syeikh-siti-jenar</ref>
Syeikh Siti Jenar mengajak manusia untuk selalu tumbuh berkembang seperti pohon sidratul muntaha, yang selalu aktif, progresif dan positif. Membangkitkan pribadi “insun sejati” melalui tauhid al-wujud, atau yang kenal dengan judul buku ini adalah “manunggaling kawula-gusti”. Gerakan yang dilakukan Syeikh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik. Jadi, Syeikh Siti Jenar bukan hanya seorang penyebar agama Islam awal di Indonesia, namun sekaligus seorang suci yang sangat dihormati berbagai kalangan sampai saat ini, karena memang ajarannya yang aplikatif secara lahir dan batin juga mampu membawa rasa kebebasan bagi para penganutnya. Unsur kebebasan di bawah naungan kemanunggalan inilah mutiara yang termahal dalam hidup.<ref>https://www.nu.or.id/post/read/13217/kearifan-spiritual-syeikh-siti-jenar</ref>

== Ajaran Syekh Siti Jenar ==
Ajaran Syekh Siti Jenar yang paling kontroversial terkait dengan konsepnya tentang [[hidup]] dan [[mati]], Tuhan dan kebebasan, serta tempat berlakunya syariat tersebut. Syekh Siti Jenar memandang bahwa kehidupan manusia di dunia ini disebut sebagai kematian. Sebaliknya, apa yang disebut umum sebagai kematian, justru disebut sebagai awal dari kehidupan yang hakiki dan abadi olehnya.
<ref>https://www.nu.or.id/post/read/90605/hanya-permainan-kok-tegang kehidupan hanyalah permainan - NU online</ref>
=== Ada kemungkinan ajaran spiritual Syekh Siti Jenar memiliki keterikatan dengan Moksa (Hindu Budha), Trinitas (Kristen) dan Wahdatul Wujud (Islam)<ref>https://symbolic.id/space/p/51587</ref> ===

:1. [[Moksa]] (Sanskerta: mokṣa) adalah sebuah konsep agama Hindu dan Buddha. Artinya ialah kelepasan atau kebebasan dari ikatan duniawi dan lepas juga dari putaran reinkarnasi atau Punarbawa kehidupan.<ref>https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Moksa</ref>
:.
:2. [[Tritunggal]] atau [[Trinitas]] Doktrin Kristen atau Kristiani (kata Latin yang secara harfiah berarti “tiga serangkai”, dari kata trinus, “rangkap tiga”) menyatakan bahwa Allah adalah tiga pribadi atau hipostasis yang sehakikat (konsubstansial)—Bapa, Putra (Yesus Kristus), dan Roh Kudus—sebagai “satu Allah dalam tiga Pribadi Ilahi”. Ketiga pribadi ini berbeda, tetapi merupakan satu “substansi, esensi, atau kodrat” (homoousios). Dalam konteks ini, “kodrat” adalah apa Dia, sedangkan “pribadi” adalah siapa Dia.<ref>https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Tritunggal</ref>
:.
:3. [[Wahdatul wujud]] berasal dari kata wahdah (وحدة) yang berarti tunggal atau kesatuan dan al-wujud (الوجود ) yang berarti ada, eksistensi, atau keberadaan. Secara harfiah wahdatul wujud artinya adalah “kesatuan eksistensi”. Doktrin ini tidak mengakui adanya perbedaan antara Tuhan dengan makhluk, seandainya ada maka hanya kepercayaan bahwa Tuhan itu adalah keseluruhan, sedangkan makhluk adalah bagian dari keseluruhan tersebut, dan Tuhan memperlihatkan Diri pada apa saja yang ada di alam semesta ini, karena tak ada satupun di alam semesta ini kecuali wujud Tuhan.<ref>https://m.wiki-indonesia.club/wiki/Wahdatul_Wujud</ref>

<!--Selama belum ada referensi yang mendukung, bagian ini JANGAN ditampilkan. Jika ada yang menemukan referensi, mohon gaya bahasa juga diperbaiki supaya memenuhi standar Wikipedia.

Sebagai konsekuensinya, kehidupan manusia di dunia ini tidak dapat dikenai hukum yang bersifat keduniawian, misalnya hukum negara, tetapi tidak termasuk hukum syariat peribadatan sebagaimana yang ditentukan oleh [[syariah]]. Menurut ulama pada masa itu yang memahami inti ajaran Syekh Siti Jenar, manusia di dunia ini tidak harus memenuhi [[rukun Islam]] yang lima, yaitu [[syahadat]], [[Sholat]], [[puasa]], [[zakat]], dan [[haji]]. Baginya, syariah baru akan berlaku setelah manusia menjalani kehidupan pasca kematian. Syekh Siti Jenar juga berpendapat bahwa [[Allah]] itu ada dalam dirinya, yaitu di dalam budi. Pemahaman inilah yang dipropagandakan oleh para ulama pada masa itu, mirip dengan konsep [[Al-Hallaj]] (tokoh sufi Islam yang dihukum mati pada awal sejarah perkembangan Islam, kira-kira pada [[abad ke-9]] Masehi) tentang ''hulul'' yang berkaitan dengan kesamaan sifat [[Tuhan]] dan [[manusia]].

Dimana seharusnya pemahaman [[tauhid|ketauhidan]] melewati empat tahap, yaitu:
* ''[[Syariat]]'', dengan menjalankan hukum-hukum agama seperti salat, zakat, dan lain-lain,
* ''[[Tarekat]]'', dengan melakukan amalan-amalan seperti wirid, [[zikir]] dalam waktu dan hitungan tertentu,
* ''[[Hakekat]]'', di mana hakikat dari manusia dan kesejatian hidup akan ditemukan, dan
* ''[[Makrifat]]'', kecintaan kepada Allah dengan makna seluas-luasnya.

Bukan berarti bahwa setelah memasuki tahapan-tahapan tersebut, maka tahapan di bawahnya ditiadakan. Pemahaman inilah yang kurang bisa dimengerti oleh para ulama pada masa itu tentang ilmu [[tasawuf]] yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar. Ilmu yang baru bisa dipahami ratusan tahun setelah wafatnya Syekh Siti Jenar. Para ulama mengkhawatirkan adanya kesalahpahaman dalam menerima ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar kepada masyarakat awam di mana pada masa itu, ajaran Islam yang harus disampaikan seharusnya masih pada tingkatan syariat, sedangkan ajaran Syekh Siti Jenar telah jauh memasuki tahap hakekat, bahkan makrifat kepada Allah. Oleh karena itu, ajaran yang disampaikan oleh Syekh Siti Jenar dikatakan sesat.

Dalam pupuhnya, Syekh Siti Jenar merasa malu apabila harus memperdebatkan masalah agama. Alasannya sederhana, yaitu dalam [[agama]] apa pun, setiap pemeluknya sebenarnya menyembah zat [[Allah|Yang Maha Kuasa]], hanya saja masing-masing menyembah dengan menyebut nama yang berbeda dan menjalankan ajaran dengan cara yang belum tentu sama. Oleh karena itu, masing-masing pemeluk agama tidak perlu saling berdebat untuk mendapat pengakuan bahwa agama yang dianutnya adalah yang paling benar.

Syekh Siti Jenar juga mengajarkan agar seseorang dapat lebih mengutamakan prinsip ikhlas dalam menjalankan ibadah. Orang yang beribadah dengan mengharapkan [[surga]] atau pahala berarti belum bisa disebut ikhlas.
-->

=== ''Manunggaling Kawula Ian Gusti'' ===
=== ''Manunggaling Kawula Ian Gusti'' ===
Para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai [[Tuhan]]. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses ''fana''' (hancurnya sifat-sifat buruk pada manusia) <ref>Kementerian Agama. 2015. Buku Akidah Akhlak Kelas XI. Jakarta:Kementerian Agama</ref>
Para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai [[Tuhan]]. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses ''fana''' (hancurnya sifat-sifat buruk pada manusia) <ref>Kementerian Agama. 2015. Buku Akidah Akhlak Kelas XI. Jakarta:Kementerian Agama</ref>
Baris 83: Baris 39:
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan dikala manusia sudah melakukan proses ''fana''' (''Manunggaling Kawula Gusti''). Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan.
Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan dikala manusia sudah melakukan proses ''fana''' (''Manunggaling Kawula Gusti''). Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan.


'''Achmad Chodjim dalam bukunya “Syekh Siti Jenar” menjelaskan ketika Demak masih sibuk dalam penaklukan. Ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk agama Islam.'''
Achmad Chodjim dalam bukunya “Syekh Siti Jenar” menjelaskan ketika Demak masih sibuk dalam penaklukan. Ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk agama Islam.


'''“Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 orang tokoh yang berguru kepada Syekh Siti Jenar,” ungkap Chodjim dikutip Kamis (3/6/2021).<ref>https://hidayatuna.com/mengenal-deretan-murid-murid-syekh-siti-jenar</ref>'''
“Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 orang tokoh yang berguru kepada Syekh Siti Jenar,” ungkap Chodjim dikutip Kamis (3/6/2021).<ref>https://hidayatuna.com/mengenal-deretan-murid-murid-syekh-siti-jenar</ref> Mereka antara lain adalah:
<blockquote><table {{prettytable}}>
<tr valign="top">
<td width="25%">

=== Mereka antara lain adalah === <!-- Table #1 -->
----
{{Col|2}}
{{Col|2}}
;* 1. Ki Ageng Banyubiru, 
# Ki Ageng Banyubiru,
;* 2. Ki Ageng Getas Aji,
# Ki Ageng Getas Aji,
;* 3. Ki Ageng Balak,
# Ki Ageng Balak,
;* 4. Ki Ageng Butuh,
# Ki Ageng Butuh,
;* 5. Ki Ageng Ngerang,
# Ki Ageng Ngerang,
;* 6. Ki Ageng Jati,
# Ki Ageng Jati,
;* 7. Ki Ageng Watalunan,
# Ki Ageng Watalunan,
;* 8. Ki Ageng Pringapus,
# Ki Ageng Pringapus,
;* 9. Kiai Ageng Nganggas,
# Kiai Ageng Nganggas,
;* 10. Ki Ageng Ngamba,
# Ki Ageng Ngamba,
;* 11. Ki Ageng Babadan,
# Ki Ageng Babadan,
;* 12. Ki Ageng Wanantara,
# Ki Ageng Wanantara,
;* 13. Ki Ageng Majasta,
# Ki Ageng Majasta,
;* 14. Ki Ageng Baya,
# Ki Ageng Baya,
;* 15. Ki Ageng Baki,
# Ki Ageng Baki,
;* 16. Ki Ageng Tembalang,
# Ki Ageng Tembalang,
;* 17. Ki Ageng Karnggayam.
# Ki Ageng Karnggayam.
;* 18. Ki Ageng Ngargaloka,
# Ki Ageng Ngargaloka,
;* 19. Ki Ageng Kayupuring,
# Ki Ageng Kayupuring,
;* 20. Ki Ageng Selandaka,
# Ki Ageng Selandaka,
;* 21. Ki Ageng Purwasada,
# Ki Ageng Purwasada,
;* 22. Kebo Kangan,
# Kebo Kangan,
;* 23. Kiai Ageng Kebonalas,
# Kiai Ageng Kebonalas,
;* 24. Ki Ageng Waturante,
# Ki Ageng Waturante,
;* 25. Kiai Ageng Taruntum,
# Kiai Ageng Taruntum,
;* 26. Kiai Ageng Pataruman,
# Kiai Ageng Pataruman,
;* 27. Kiai Ageng Purna,
# Kiai Ageng Purna,
;* 28. Kiai Ageng Gugulu.
# Kiai Ageng Gugulu.
;* 29. Kiai Ageng Gunung Pragota,
# Kiai Ageng Gunung Pragota,
;* 30. Kiai Ageng Ngadibaya,
# Kiai Ageng Ngadibaya,
;* 31. Kiai Ageng Karungrungan,
# Kiai Ageng Karungrungan,
;* 32. Kiai Jatingalih,
# Kiai Jatingalih,
;* 33. Kiai Ageng Wandadi,
# Kiai Ageng Wandadi,
;* 34. Kiai Ageng Tambangan,
# Kiai Ageng Tambangan,
;* 35. kiai Ageng Ngampuhan,
# kiai Ageng Ngampuhan,
;* 36. Kiai Ageng Bangsri,
# Kiai Ageng Bangsri,
;* 37. Kiai Ageng Pengging,
# Kiai Ageng Pengging,
;* 38. Ki Ageng Tingkir,
# Ki Ageng Tingkir,
{{EndDiv}}
{{EndDiv}}
</td>
<td width="25%">
&nbsp;
</td>
</tr>
</table>
</blockquote>

Ageng Pengging alias Kebo Kenanga merupakan salah satu santri dari Raden Abdul Jalil, ia berhasil mendidik anaknya bernama [[Joko Tingkir]] dengan ajaran dari gurunya. Joko tingkir berhasil menyelesaikan konflik antara proyek besar Negara Islam di [[Bintoro, Demak, Demak|Bintoro]] dan Glagah Wangi ([[Jepara]]). Hal ini yang mengharumkan kembali nama Raden Abdul Jalil.


== Masa Pendidikan ==
== Masa Pendidikan ==
Naskah ''Negara Kretabhumi'' Sargha III pupuh 77, menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang Yahudi yang menyamar Islam dan menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan agama. Menurut cerita tutur di kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang Syiah Muntadhar itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad, Abdul Jalil lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut. Bahkan karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur silsilahnya sampai kepada Abu Bakar as-Shiddiq ra. Silsilah Tarekat Akmaliyah yang diperoleh Syaikh Datuk Abdul Jalil dari Syaikh Ahmad Baghdady. Selain menganut Tarekat Akmaliyah, Syikh Lemah Abang juga menganut tarekat Syathariyah yang diperoleh dari saudara sepupunya, yang juga guru ruhaninya, Syaikh Datuk Kahfi.
Naskah ''Negara Kretabhumi'' Sargha III pupuh 77, menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang yang menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan agama. Menurut cerita tutur di kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad, Abdul Jalil lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut. Bahkan karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur silsilahnya sampai kepada Abu Bakar as-Shiddiq ra. Silsilah Tarekat Akmaliyah yang diperoleh Syaikh Datuk Abdul Jalil dari Syaikh Ahmad Baghdady. Selain menganut Tarekat Akmaliyah, Syikh Lemah Abang juga menganut tarekat Syathariyah yang diperoleh dari saudara sepupunya, yang juga guru ruhaninya, Syaikh Datuk Kahfi.


Pergumulan menguasai berbagai disiplin keilmuan di Baghdad yang dewasa itu merupakan pusat peradaban, telah menjadikan pandangan-pandangan Syaikh Datuk Jalil berbeda dari kelaziman. Ilmu tasawuf yang berdiri tegak di atas fenomena pengetahuan intuitif yang bersumber dari kalbu, oleh Syaikh Datuk Abdul Jalil diformulasikan sedemikian rupa dengan ilmu filsafat dan manthiq (logika). Sehingga, ajarannya menimbulkan ketidaklaziman dalam pengembangan ilmu tasawuf - yang merupakan pengetahuan intuitif - yang bersifat rahasia, yang serta merta berubah menjadi ilmu, yang terbuka untuk dijadikan bahasan filosofis. Sebab, Syaikh Datuk Abdul Jalil beranggapan bahwa pengetahuan makrifat (gnostik) yang bersifat suprarasional tidak harus dijabarkan dengan sistem isyarat (kode) yang bersifat mistis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara masuk akal. Sebaliknya, pengetahuan gnostik harus bisa dijelaskan secara rasional yang bisa diterima akal.<ref>Agus Sunyoto, ''Atlas Walisongo,'' Depok: Pustaka Iman, 306.</ref>
Pergumulan menguasai berbagai disiplin keilmuan di Baghdad yang dewasa itu merupakan pusat peradaban, telah menjadikan pandangan-pandangan Syaikh Datuk Jalil berbeda dari kelaziman. Ilmu tasawuf yang berdiri tegak di atas fenomena pengetahuan intuitif yang bersumber dari kalbu, oleh Syaikh Datuk Abdul Jalil diformulasikan sedemikian rupa dengan ilmu filsafat dan manthiq (logika). Sehingga, ajarannya menimbulkan ketidaklaziman dalam pengembangan ilmu tasawuf - yang merupakan pengetahuan intuitif - yang bersifat rahasia, yang serta merta berubah menjadi ilmu, yang terbuka untuk dijadikan bahasan filosofis. Sebab, Syaikh Datuk Abdul Jalil beranggapan bahwa pengetahuan makrifat (gnostik) yang bersifat suprarasional tidak harus dijabarkan dengan sistem isyarat (kode) yang bersifat mistis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara masuk akal. Sebaliknya, pengetahuan gnostik harus bisa dijelaskan secara rasional yang bisa diterima akal.<ref>Agus Sunyoto, ''Atlas Walisongo,'' Depok: Pustaka Iman, 306.</ref>
Baris 150: Baris 91:
''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'' ("Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan [[Ratu Kalinyamat]].<ref name=tanbihun>{{cite news|url=http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/syeikh-siti-jenar-wali-kesepuluh/|authors=Husni Hidayat el-Jufri|title=Syeik Siti Jenar: Wali Kesepuluh|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=|date=16 Juni 2009|accessdate=4 Oktober 2015|archive-date=2015-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20151005034250/http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/syeikh-siti-jenar-wali-kesepuluh/|dead-url=yes}}</ref>
''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'' ("Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan [[Ratu Kalinyamat]].<ref name=tanbihun>{{cite news|url=http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/syeikh-siti-jenar-wali-kesepuluh/|authors=Husni Hidayat el-Jufri|title=Syeik Siti Jenar: Wali Kesepuluh|first=|last=|year=|location=|issn=|isbn=|publisher=|date=16 Juni 2009|accessdate=4 Oktober 2015|archive-date=2015-10-05|archive-url=https://web.archive.org/web/20151005034250/http://tanbihun.com/sejarah/profil-ulama/syeikh-siti-jenar-wali-kesepuluh/|dead-url=yes}}</ref>


'''Syekh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini. "Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar," kata Agus Sunyoto selaku penulis buku di Surabaya.<ref>https://www.nu.or.id/post/read/3450/syekh-siti-jenar-tidak-wafat-dieksekusi</ref>.'''
Syekh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini. "Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar," kata Agus Sunyoto selaku penulis buku di Surabaya.<ref>https://www.nu.or.id/post/read/3450/syekh-siti-jenar-tidak-wafat-dieksekusi</ref>.


=== Silsilah Raden Abdul Jalil menurut ''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'':<ref name=tanbihun/> ===
=== Silsilah Raden Abdul Jalil menurut ''Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah'':<ref name=tanbihun/> ===
Baris 197: Baris 138:
-->
-->


== Hubungan Keluarga Dengan Syekh Nurjati ==
== Silsilah keluarga ==
Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya.
Di bawah ini merupakan silsilah Syekh Siti Jenar yang bersambung dengan Sayyid Alawi bin [[Muhammad Sohib Mirbath]] hingga [[Ahmad al-Muhajir]] bin Isa ar-Rumi ([[Hadramaut]], Yaman) dan seterusnya hingga [[Husain bin Ali|Imam Husain]], cucu [[Nabi Muhammad SAW]].


Putranya bernama Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Datuk Sholeh (ayah dari Syekh Siti Jenar).
[[Nabi Muhammad SAW]], berputeri
* Sayidah [[Fatimah az-Zahra]] menikah dengan [[Ali bin Abi Thalib]], berputera
* [[Husain bin Ali|Husain]] <nowiki/>r.a, berputera
* [[Ali bin Husain|Ali Zainal Abidin]], berputera
* [[Muhammad al-Baqir]], berputera
* [[Ja'far ash-Shadiq|Imam Ja'far ash-Shadiq]], berputera
* Ali al-Uraidhi, berputera
* Muhammad al-Naqib, berputera
* Isa al-Rumi, berputera
* [[Ahmad al-Muhajir]], berputera
* Ubaidillah, berputera
* Alawi, berputera
* Muhammad, berputera
* Alawi, berputera
* Ali Khali' Qosam, berputera
* [[Muhammad Shahib Mirbath]], berputera
* Sayid Alwi, berputera
* Sayid Abdul Malik, berputera
* Sayid Amir Abdullah Khan (Azamat Khan), berputera
* Sayid Abdul Kadir, berputera
* Maulana Isa, berputera
* Syekh Datuk Soleh, berputera
* '''Syekh Siti Jenar'''


Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra yang selanjutnya dikenal dengan nama Syekh Nurjati.<ref>{{id}} [http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ Biografi Syekh Nurjati ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150120102509/http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ |date=2015-01-20 }} Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon.</ref><ref>{{id}} [http://dalmaspunya.blogspot.com/2013/02/perkembangan-islam-di-cirebon.html Biografi Syekh Nurjati] Drh. H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: Zulfana Cierbon.</ref>
=== Hubungan keluarga dengan Syekh Nurjati ===
Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya. Putranya adalah Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Abdul Soleh (ayah dari Syekh Siti Jenar). Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra [[Syekh Datuk Kahfi]] yang selanjutnya dikenal pula dengan nama Syekh Nurjati.<ref>{{id}} [http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ Biografi Syekh Nurjati ] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20150120102509/http://web.iaincirebon.ac.id/tutorial/biografi-syekh-nurjati/ |date=2015-01-20 }} Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon.</ref><ref>{{id}} [http://dalmaspunya.blogspot.com/2013/02/perkembangan-islam-di-cirebon.html Biografi Syekh Nurjati] Drh. H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: Zulfana Cierbon.</ref>


== Dalam budaya populer ==
== Dalam budaya populer ==
* Dalam film ''[[Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar]]'' (1985), Syech Siti Jenar diperankan oleh [[Ratno Timoer]].
* Dalam film ''Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar'' (1985), Syech Siti Jenar diperankan oleh [[Ratno Timoer]].


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 6 Juli 2024 01.28

As-Syekh

Abdul Jalil
( Syekh Siti Jenar )
Nama lainSunan Jepara
Syekh Lemah Abang
Sitibrit
Puyang Ngawak Raje Nyawe
Informasi pribadi
Lahir
Hasan Ali

1426
Meninggal1517
AgamaIslam
Anak
Orang tua
DenominasiSufi
Dikenal sebagaiWali Songo Yang Diganti Karena Telah Mencapai Maqom/Derajat Jadzab
Pemimpin Muslim
PendahuluSunan Ampel
PenerusAbdul Qahhar (Sunan Sedayu)

Syekh Siti Jenar (artinya: tanah merah) yang memiliki nama Abdul Jalil dan nama kecil San Ali (juga dikenal dengan nama Sunan Jepara, Sitibrit, Syekh Lemahbang, Syekh Jabarantas).

Beliau adalah seorang tokoh sufi dan penyebar agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Kabupaten Demak.[1]

Nama dan julukan

Syaikh Siti Jenar (menurut Drs. K.H. Ng. Agus Sunyoto, M.Pd.) beliau memiliki nama asli San Ali (Bangsawan Malaka) dan setelah dewasa mendapat gelar Syaikh Abdul Jalil. Dan pada saat berdakwah keliling nusa jawa dari pesisir utara jawa hingga pedalaman inilah beliau mendapat beberapa julukan Syaikh Siti Jenar, Syaikh Lemah Abang, Syaikh Lemah Brit, Syaikh Jabarantas dan lainnya

Tujuan utama Syeikh Siti Jenar

Syeikh Siti Jenar mengajak manusia untuk selalu tumbuh berkembang seperti pohon sidratul muntaha, yang selalu aktif, progresif dan positif. Membangkitkan pribadi “insun sejati” melalui tauhid al-wujud, atau yang kenal dengan judul buku ini adalah “manunggaling kawula-gusti”. Gerakan yang dilakukan Syeikh Siti Jenar bersumbu pada pembebasan kultural, yang meliputi pembebasan kemanusiaan dari kungkungan struktur politik yang berdalih agama, sekaligus pembebasan dari pasungan keagamaan yang formalistik. Jadi, Syeikh Siti Jenar bukan hanya seorang penyebar agama Islam awal di Indonesia, namun sekaligus seorang suci yang sangat dihormati berbagai kalangan sampai saat ini, karena memang ajarannya yang aplikatif secara lahir dan batin juga mampu membawa rasa kebebasan bagi para penganutnya. Unsur kebebasan di bawah naungan kemanunggalan inilah mutiara yang termahal dalam hidup.[2]

Manunggaling Kawula Ian Gusti

Para pendukung Syekh Siti Jenar menegaskan bahwa ia tidak pernah menyebut dirinya sebagai Tuhan. Ajaran ini bukan dianggap sebagai bercampurnya Dzat Tuhan dengan makhluk-Nya, melainkan sifat-sifat Tuhan yang memancar pada manusia ketika manusia sudah melakukan proses fana' (hancurnya sifat-sifat buruk pada manusia) [3]

Dengan demikian ruh manusia akan menyatu dengan sifat-sifat Tuhan dikala manusia sudah melakukan proses fana' (Manunggaling Kawula Gusti). Perbedaan penafsiran ayat Al-Qur’an ini yang menimbulkan polemik, yaitu bahwa di dalam tubuh manusia bersemayam ruh Tuhan.

Achmad Chodjim dalam bukunya “Syekh Siti Jenar” menjelaskan ketika Demak masih sibuk dalam penaklukan. Ajaran Syekh Siti Jenar lebih bisa diterima oleh raja-raja Jawa yang telah memeluk agama Islam.

“Diceritakan dalam Babad Jaka Tingkir bahwa ada 40 orang tokoh yang berguru kepada Syekh Siti Jenar,” ungkap Chodjim dikutip Kamis (3/6/2021).[4] Mereka antara lain adalah:

  1. Ki Ageng Banyubiru,
  2. Ki Ageng Getas Aji,
  3. Ki Ageng Balak,
  4. Ki Ageng Butuh,
  5. Ki Ageng Ngerang,
  6. Ki Ageng Jati,
  7. Ki Ageng Watalunan,
  8. Ki Ageng Pringapus,
  9. Kiai Ageng Nganggas,
  10. Ki Ageng Ngamba,
  11. Ki Ageng Babadan,
  12. Ki Ageng Wanantara,
  13. Ki Ageng Majasta,
  14. Ki Ageng Baya,
  15. Ki Ageng Baki,
  16. Ki Ageng Tembalang,
  17. Ki Ageng Karnggayam.
  18. Ki Ageng Ngargaloka,
  19. Ki Ageng Kayupuring,
  20. Ki Ageng Selandaka,
  21. Ki Ageng Purwasada,
  22. Kebo Kangan,
  23. Kiai Ageng Kebonalas,
  24. Ki Ageng Waturante,
  25. Kiai Ageng Taruntum,
  26. Kiai Ageng Pataruman,
  27. Kiai Ageng Purna,
  28. Kiai Ageng Gugulu.
  29. Kiai Ageng Gunung Pragota,
  30. Kiai Ageng Ngadibaya,
  31. Kiai Ageng Karungrungan,
  32. Kiai Jatingalih,
  33. Kiai Ageng Wandadi,
  34. Kiai Ageng Tambangan,
  35. kiai Ageng Ngampuhan,
  36. Kiai Ageng Bangsri,
  37. Kiai Ageng Pengging,
  38. Ki Ageng Tingkir,

Masa Pendidikan

Naskah Negara Kretabhumi Sargha III pupuh 77, menyebutkan bahwa Abdul Jalil sewaktu dewasa pergi menuntut ilmu ke Persia dan tinggal di Baghdad selama 17 tahun. Ia berguru kepada seorang yang menguasai berbagai jenis ilmu pengetahuan agama. Menurut cerita tutur di kalangan penganut tarekat Akmaliyah, orang itu bernama Abdul Malik Al-Baghdadi dan kelak menjadi mertua Syaikh Lemah Abang. Rupanya, selama menuntut ilmu di Baghdad, Abdul Jalil lebih berminat mendalami ilmu tasawuf sehingga ia sangat mendalam penguasaannya atas ilmu tersebut. Bahkan karena kesukaannya pada ilmu tasawuf tersebut, ia berguru pada Syaikh Ahmad yang menganut aliran Tarekat Akmaliyah yang jalur silsilahnya sampai kepada Abu Bakar as-Shiddiq ra. Silsilah Tarekat Akmaliyah yang diperoleh Syaikh Datuk Abdul Jalil dari Syaikh Ahmad Baghdady. Selain menganut Tarekat Akmaliyah, Syikh Lemah Abang juga menganut tarekat Syathariyah yang diperoleh dari saudara sepupunya, yang juga guru ruhaninya, Syaikh Datuk Kahfi.

Pergumulan menguasai berbagai disiplin keilmuan di Baghdad yang dewasa itu merupakan pusat peradaban, telah menjadikan pandangan-pandangan Syaikh Datuk Jalil berbeda dari kelaziman. Ilmu tasawuf yang berdiri tegak di atas fenomena pengetahuan intuitif yang bersumber dari kalbu, oleh Syaikh Datuk Abdul Jalil diformulasikan sedemikian rupa dengan ilmu filsafat dan manthiq (logika). Sehingga, ajarannya menimbulkan ketidaklaziman dalam pengembangan ilmu tasawuf - yang merupakan pengetahuan intuitif - yang bersifat rahasia, yang serta merta berubah menjadi ilmu, yang terbuka untuk dijadikan bahasan filosofis. Sebab, Syaikh Datuk Abdul Jalil beranggapan bahwa pengetahuan makrifat (gnostik) yang bersifat suprarasional tidak harus dijabarkan dengan sistem isyarat (kode) yang bersifat mistis dan tidak bisa dipertanggungjawabkan secara masuk akal. Sebaliknya, pengetahuan gnostik harus bisa dijelaskan secara rasional yang bisa diterima akal.[5]

Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah

Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah ("Sekelumit Hikmah tentang Wali Ke Sepuluh") ditulis oleh KH. Abil Fadhol Senori, Tuban. Dalam versi ini, Syekh Siti Jenar memiliki nama asli Syekh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, keturunan dari Syekh Maulana Ishak. Ia dihukum mati bukan karena ajarannya, melainkan lebih karena alasan politik. Sunan Jepara dimakamkan di Jepara, di samping makam Sultan Hadirin dan Ratu Kalinyamat.[6]

Syekh Siti Jenar yang merupakan wali kontroversial ternyata tidak wafat dieksekusi seperti dipersepsikan masyarakat Islam selama ini. "Saya meneliti sejarah Syekh Siti Jenar dari sekitar 300 pustaka kuno yang tidak ada di perpustakaan, ternyata persepsi tentang Syekh Siti Jenar seperti selama ini tidak benar," kata Agus Sunyoto selaku penulis buku di Surabaya.[7].

Silsilah Raden Abdul Jalil menurut Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah:[6]

Syekh Jumadil Kubra, berketurunan:
1. Syekh Maulana Ishak
dengan putri Pasa (istri pertama)
a. Sayyid Abdul Qodir/ Abdul Jalil (Syekh Siti Jenar) - murid Sunan Ampel
b. Siti Sarah >< Sunan Kalijaga
dengan Dewi Sekardadu
a. Raden Paku (Sunan Giri)
2. Syekh Ibrahim Asmarakandi
dengan Dewi Condro Wulan (saudari Dewi Mathaningrum atau Putri Campa, istri Prabu Brawijaya)
a. Raja Pendita >< Maduretno
b. Raja Rahmat (Sunan Ampel) >< Condrowati
1) Sayyidah Ibrahim (Sunan Bonang)
2) Sayyidah Qosim (Sunan Drajat)
3) Sayyidah Syarifah
4) Sayyidah Mutmainah
3) Sayyidah Hafshah
c. Sayiddah Zaenah
3. Siti Afsah


Hubungan Keluarga Dengan Syekh Nurjati

Maulana Isa, Kakek dari Syekh Siti Jenar, adalah seorang tokoh agama yang berpengaruh pada zamannya.

Putranya bernama Syekh Datuk Ahmad dan Syekh Datuk Sholeh (ayah dari Syekh Siti Jenar).

Syekh Datuk Ahmad, kakak dari ayah Syekh Siti Jenar, memiliki putra yang selanjutnya dikenal dengan nama Syekh Nurjati.[8][9]

Dalam budaya populer

  • Dalam film Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar (1985), Syech Siti Jenar diperankan oleh Ratno Timoer.

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ Syekh Siti Jenar: pergumulan Islam-Jawa, Abdul Munir Mulkhan
  2. ^ https://www.nu.or.id/post/read/13217/kearifan-spiritual-syeikh-siti-jenar
  3. ^ Kementerian Agama. 2015. Buku Akidah Akhlak Kelas XI. Jakarta:Kementerian Agama
  4. ^ https://hidayatuna.com/mengenal-deretan-murid-murid-syekh-siti-jenar
  5. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 306.
  6. ^ a b Husni Hidayat el-Jufri (16 Juni 2009). "Syeik Siti Jenar: Wali Kesepuluh". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-10-05. Diakses tanggal 4 Oktober 2015. 
  7. ^ https://www.nu.or.id/post/read/3450/syekh-siti-jenar-tidak-wafat-dieksekusi
  8. ^ (Indonesia) Biografi Syekh Nurjati Diarsipkan 2015-01-20 di Wayback Machine. Situs resmi IAIN Nurijati Cirebon.
  9. ^ (Indonesia) Biografi Syekh Nurjati Drh. H. R. Bambang Irianto, BA dan Dra. Siti Fatimah, M.hum. 2009. Syekh Nurjati (Syekh Datul Kahfi) perintis Dakwah dan Pendidikan. Cirebon: Zulfana Cierbon.