Lompat ke isi

Darah sebagai makanan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Robot: Perubahan kosmetika
Ayu Saraswati31 (bicara | kontrib)
memperbaiki ejaan
 
(7 revisi perantara oleh 6 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox food
[[Berkas:Boudin3.jpg|thumb|right|[[Sosis darah]]]]
| name = Darah
[[Berkas:Czernina.zupa.jpg|thumb|right|[[Czernina]], sajian sup darah asal [[Polandia]]]]
| image = Pig's blood cakes.jpg
[[Berkas:Bami_haeng.jpg|thumb|right|Sajian mie asal Thailand dengan pelengkap daging bebek dan darah bebek yang telah dikentalkan]]
| caption = [[Kue darah babi]]
Sejumlah [[budaya]] mengkonsumsi '''darah sebagai makanan''', yang sering dikombinasikan dengan [[daging]].
| alternate_name =
| country = Berbagai negara
| region =
| national_cuisine =
| creator =
| year =
| mintime =
| maxtime =
| type =
| course =
| served =
| main_ingredient = [[Darah]] [[hewan]]
| minor_ingredient =
| variations =
| serving_size =
| calories =
| calories_ref =
| protein =
| fat =
| carbohydrate =
| glycemic_index =
| similar_dish =
| other =
}}
[[Berkas:Boudin3.jpg|jmpl|ka|[[Sosis darah]]]]
[[Berkas:Czernina.zupa.jpg|jmpl|ka|[[Czernina]], sajian sup darah asal [[Polandia]]]]
[[Berkas:Bami_haeng.jpg|jmpl|ka|Sajian mi asal Thailand dengan pelengkap daging bebek dan darah bebek yang telah dikentalkan]]
Sejumlah [[budaya]] mengkonsumsi '''darah sebagai makanan''', yang sering dikombinasikan dengan [[daging]].


Dalam beberapa budaya, darah adalah [[Makanan dan minuman tabu#Darah|makanan tabu]].
Dalam beberapa budaya, darah adalah [[Makanan dan minuman tabu#Darah|makanan tabu]].


== Metode penyajian ==
== Metode penyajian ==
[[Berkas:Blodplättar.jpg|jmpl|Blodplättar, pancake dari Swedia]]
Darah yang dijadikan makanan berasal dari berbagai jenis hewan, umumnya mamalia besar yang diternakkan seperti [[sapi]], [[babi]], [[domba]], dan sebagainya. Di Asia, darah unggas juga umum dikonsumsi (misal [[Tiết canh]] asal Vietnam). Darah dapat disajikan sebagai makanan dengan dijadikan [[sosis]], [[puding hitam|puding]], [[panekuk]], [[sup darah|sup]], hingga dikonsumsi mentah.<ref>Davidson, Alan. ''The Oxford Companion to Food''. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2006., p. 81-82.</ref> Di [[Tibet]], darah [[yak]] yang dikentalkan merupakan makanan tradisional warga setempat.<ref>Ma Jian, ''Stick Out Your Tongue'' Chatto and Windus London, 2006.</ref> Masyarakat [[Inuit]] mengkonsumsi darah [[anjing laut]] secara langsung dengan meminumnya karena diyakini mengembalikan kekuatan para pemburu dan dipercaya mampu menyehatkan badan.<ref name="Searles">Searles, Edmund. "Food and the Making of Modern Inuit Identities." Food & Foodways: History & Culture of Human Nourishment 10 (2002): 55–78.</ref><ref name="Borré">Borré, Kristen. "Seal Blood, Inuit Blood, and Diet: A Biocultural Model of Physiology and Cultural Identity." Medical Anthropology Quarterly 5 (1991): 48–62.</ref> Masyarakat [[Maasai]] juga mengkonsumsi darah sapi secara langsung di perayaan tertentu.<ref>{{cite book|title=Maasai|last=Craats|first=Rennay|year=2005|publisher=Weigl Publishers|page=25|isbn=978-1-59036-255-6 }}</ref>
Darah yang dijadikan makanan berasal dari berbagai jenis hewan, umumnya mamalia besar yang diternakkan seperti [[sapi]], [[babi]], [[domba]], dan sebagainya. Di Asia, darah unggas juga umum dikonsumsi (misal [[Tiết canh]] asal Vietnam). Darah dapat disajikan sebagai makanan dengan dijadikan [[sosis]], [[puding hitam|puding]], [[panekuk]], [[sup darah|sup]], hingga dikonsumsi mentah.<ref>Davidson, Alan. ''The Oxford Companion to Food''. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2006., p. 81-82.</ref> Di [[Tibet]], darah [[yak]] yang dikentalkan merupakan makanan tradisional warga setempat.<ref>Ma Jian, ''Stick Out Your Tongue'' Chatto and Windus London, 2006.</ref> Masyarakat [[Inuit]] mengkonsumsi darah [[anjing laut]] secara langsung dengan meminumnya karena diyakini mengembalikan kekuatan para pemburu dan dipercaya mampu menyehatkan badan.<ref name="Searles">Searles, Edmund. "Food and the Making of Modern Inuit Identities." Food & Foodways: History & Culture of Human Nourishment 10 (2002): 55–78.</ref><ref name="Borré">Borré, Kristen. "Seal Blood, Inuit Blood, and Diet: A Biocultural Model of Physiology and Cultural Identity." Medical Anthropology Quarterly 5 (1991): 48–62.</ref> Masyarakat [[Maasai]] juga mengkonsumsi darah sapi secara langsung di perayaan tertentu.<ref>{{cite book|title=Maasai|url=https://archive.org/details/maasai0000craa|last=Craats|first=Rennay|year=2005|publisher=Weigl Publishers|page=[https://archive.org/details/maasai0000craa/page/25 25]|isbn=978-1-59036-255-6 }}</ref>


Darah yang akan dijadikan makanan dimasak terlebih dahulu hingga mengental lalu ditambahkan bahan pengisi hingga menjadi padat. Bahan pengisi dapat berupa [[tepung jagung]], [[suet]], [[daging]], dan [[serealia]].
Darah yang akan dijadikan makanan dimasak terlebih dahulu hingga mengental lalu ditambahkan bahan pengisi hingga menjadi padat. Bahan pengisi dapat berupa [[tepung jagung]], [[suet]], [[daging]], dan [[serealia]].


== Konsumsi darah pada keagamaan ==
== Konsumsi darah pada keagamaan ==
Baris 23: Baris 52:
* [[Alan Eaton Davidson|Alan Davidson]]: ''The Oxford Companion to Food.'' 2. Auflage. Oxford University Press, Oxford u.a. 2006, ISBN 0-19-280681-5, Artikel: ''Blood''.
* [[Alan Eaton Davidson|Alan Davidson]]: ''The Oxford Companion to Food.'' 2. Auflage. Oxford University Press, Oxford u.a. 2006, ISBN 0-19-280681-5, Artikel: ''Blood''.


{{Authority control}}
[[Kategori:Darah]]

[[Kategori:Makanan]]
[[Kategori:Hidangan darah]]
[[Kategori:Jeroan]]
[[Kategori:Jeroan]]

Revisi terkini sejak 4 Agustus 2024 09.20

Darah
Tempat asalBerbagai negara
Bahan utamaDarah hewan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini
Sosis darah
Czernina, sajian sup darah asal Polandia
Sajian mi asal Thailand dengan pelengkap daging bebek dan darah bebek yang telah dikentalkan

Sejumlah budaya mengkonsumsi darah sebagai makanan, yang sering dikombinasikan dengan daging.

Dalam beberapa budaya, darah adalah makanan tabu.

Metode penyajian

[sunting | sunting sumber]
Blodplättar, pancake dari Swedia

Darah yang dijadikan makanan berasal dari berbagai jenis hewan, umumnya mamalia besar yang diternakkan seperti sapi, babi, domba, dan sebagainya. Di Asia, darah unggas juga umum dikonsumsi (misal Tiết canh asal Vietnam). Darah dapat disajikan sebagai makanan dengan dijadikan sosis, puding, panekuk, sup, hingga dikonsumsi mentah.[1] Di Tibet, darah yak yang dikentalkan merupakan makanan tradisional warga setempat.[2] Masyarakat Inuit mengkonsumsi darah anjing laut secara langsung dengan meminumnya karena diyakini mengembalikan kekuatan para pemburu dan dipercaya mampu menyehatkan badan.[3][4] Masyarakat Maasai juga mengkonsumsi darah sapi secara langsung di perayaan tertentu.[5]

Darah yang akan dijadikan makanan dimasak terlebih dahulu hingga mengental lalu ditambahkan bahan pengisi hingga menjadi padat. Bahan pengisi dapat berupa tepung jagung, suet, daging, dan serealia.

Konsumsi darah pada keagamaan

[sunting | sunting sumber]

Gereja Katolik, beserta dengan Ortodoks Timur, Ortodoks Oriental, Lutheran, dan beberapa gereja Anglikan, mempercayai bahwa dalam sakramen Ekaristi, para partisipan mengkonsumsi darah dan tubuh Yesus Kristus secara literal.

Penganggapan budaya

[sunting | sunting sumber]

Beberapa budaya menganggap darah tabu untuk dijadikan makanan. Dalam agama Abrahamik, kebudayaan Yahudi dan Muslim melarang konsumsi darah.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Davidson, Alan. The Oxford Companion to Food. 2nd ed. UK: Oxford University Press, 2006., p. 81-82.
  2. ^ Ma Jian, Stick Out Your Tongue Chatto and Windus London, 2006.
  3. ^ Searles, Edmund. "Food and the Making of Modern Inuit Identities." Food & Foodways: History & Culture of Human Nourishment 10 (2002): 55–78.
  4. ^ Borré, Kristen. "Seal Blood, Inuit Blood, and Diet: A Biocultural Model of Physiology and Cultural Identity." Medical Anthropology Quarterly 5 (1991): 48–62.
  5. ^ Craats, Rennay (2005). Maasai. Weigl Publishers. hlm. 25. ISBN 978-1-59036-255-6. 

Bacaan tambahan

[sunting | sunting sumber]