Lompat ke isi

Animandaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
k M. Adiputra memindahkan halaman Begawan Animandaya (Wayang) ke Animandaya
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 1: Baris 1:
{{Hdeity infobox
{{TMH infobox
| Nama = Begawan Animandaya
| Nama = Animandaya
| Golongan = [[Brahmana]]
| Kasta = [[brahmana]]
| Image = Animandavya in Yamasabha.jpg
| Image = Yudhisthira with a dog as a chariot from heaven arrive.jpg
| Devanagari = माण्डव्य
| Caption = Batara Darma berubah wujud menjadi anjing milik [[Yudhistira]] di kisah lain di [[Mahabarata]], setelah peristiwa pengutukannya oleh Batara Animandaya
| Ejaan_Sanskerta = Māndavya
| Nama_lain = Mandawya, Nimandaya
| Kitab = ''[[Mahabharata]]'' (''[[Adiparwa]]'')
| Tokoh = ''Mahabharata''
| Gelar = [[resi]]
| Caption = Protes dari Animandaya ke hadapan Dewa Yama. Ilustrasi dari ''Mahabharata'' terbitan Geeta Press, Gorakhpur.
}}
}}
'''Animandaya''' {{Sanskerta|माण्डव्य|Māndavya|disebut juga Begawan '''Nimandawya''' atau '''Mandawya'''}}, dalam [[wiracarita]] ''[[Mahabharata]]'', adalah [[resi]] yang mengutuk [[Yama (Hindu)|Batara Darma]] (Dewa [[Yama (Hindu)|Yama]]) sehingga dewa kejujuran, keadilan dan kebenaran itu harus menjalani hidup sebagai manusia biasa menjalani hidup sebagai manusia biasa yang dilahirkan oleh wanita berdarah [[sudra]].<ref name="ref1"> {{cite book|title=Ensiklopedi Wayang Indonesia|author=Tim Penulis SENA WANGI|publisher=SENA WANGI|year=1999|location=Yogyakarta||page=99,200}} </ref><ref name = "ref2">{{citeweb|url= http://www.wayangpedia.com/keadilan-tidak-memandang-bulu.html|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Wayangpedia}}</ref><ref name = "ref5">{{citeweb|url= http://www.adjisaka.com/galeri%20wayang/index.php/wayang-aksara-a/42-animandaya-solo|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Adjisaka}}</ref>


== Kisah ==
'''''Begawan Animandaya''''' disebut juga Begawan Nimandaya atau Nimandawya adalah [[petapa]] sakti yang mengutuk [[Batara Darma]] sehingga dewa kejujuran, keadilan dan kebenaran itu harus menjalani hidup sebagai manusia biasa menjalani hidup sebagai manusia biasa yang dilahirkan oleh wanita berdarah [[sudra]]. <ref name="ref1"> {{cite book|title=Ensiklopedi Wayang Indonesia|author=Tim Penulis SENA WANGI|publisher=SENA WANGI|year=1999|location=Yogyakarta||page=99,200}} </ref><ref name = "ref2">{{citeweb|url= http://www.wayangpedia.com/keadilan-tidak-memandang-bulu.html|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Wayangpedia}}</ref><ref name = "ref5">{{citeweb|url= http://www.adjisaka.com/galeri%20wayang/index.php/wayang-aksara-a/42-animandaya-solo|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Adjisaka}}</ref>
[[Berkas:Dharmaraj and animandavya.jpg|ka|jmpl|Batara Darma (Yama) menjelaskan alasan mengapa Animandaya harus mengalami [[penyulaan]] yang menyakitkan.]]
Pada suatu saat ketika Animandaya sedang bertapa membisu, seorang pencuri masuk ke pertapaannya. Pencuri itu menyembunyikan barang pencuriannya di salah satu sudut pertapaan, kemudian ia barsembunyi ke tempat lain. Beberapa saat kemudian datanglah para punggawa kerajaan yang mengejar pencuri itu. Mereka menanyakan kepada sang petapa, di manakah pencuri itu bersembunyi. Namun, karena selama bertapa tidak boleh berbicara, Animandaya tidak menjawab sepatah kata pun. Ia tetap meneruskan proses tapanya.<ref name = "ref3">{{citeweb|url= http://brahmam.com/tag/ani-mandavya/|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Brahmam}}</ref>


Karena tidak mendapat jawaban, para prajurit lalu masuk dan menggeledah pertapaan. Tidak lama kemudian, mereka menemukan barang curian itu. Karena adanya barang bukti itu, Animandaya ditangkap dan dibawa ke hadapan raja. Sang raja menanyakan soal barang curian yang ditemukan di pertapaan itu kepada Animandaya tetapi petapa itu tetap saja membisu. Akibatnya, sang raja marah dan menjatuhkan hukuman [[penyulaan]] kepada Animandaya: tubuh petapa itu ditusuk dengan [[tombak|sula]] dari bagian [[anus]], hingga tembus ke bagian [[ubun-ubun]]. Namun karena kesaktian yang dimilikinya, Animandaya tidak mati.<ref name="ref1"/> Ia tetap hidup dan sehat, walaupun sebatang tombak menyula sepanjang tubuhnya. Melihat kesaktian sang petapa yang luar biasa, sang raja menyesal dan meminta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman. Sang petapa memaafkannya.<ref name="ref1"/>
== Kisah Begawan Animandaya ==
Pada suatu saat ketika Begawan Animandaya sedang bertapa membisu, seorang pencuri masuk ke pertapaannya.<ref name="ref1"/> Pencuri itu menyembunyikan barang pencuriannya di salah satu sudut pertapaan, kemudian ia barsembunyi ke tempat lain.<ref name="ref1"/><ref name = "ref3">{{citeweb|url= http://brahmam.com/tag/ani-mandavya/|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Brahmam}}</ref> Beberapa saat kemudian datanglah para punggawa [[kerajaan]] yang mengejar pencuri itu.<ref name="ref1"/> Mereka menanyakan kepada sang petapa, di manakah pencuri itu bersembunyi.<ref name="ref1"/> Namun, karena selama bertapa ''mbisu'' tidak boleh berbicara, Begawan Animandaya tidak menjawab sepatah kata pun.<ref name="ref1"/> Ia tetap meneruskan proses tapanya.<ref name="ref1"/>
Karena tidak mendapat jawaban, para prajurit lalu masuk dan menggeledah [[pertapaan]].<ref name="ref1"/> Tidak lama kemudian, mereka menemukan barang curian itu. Karena adanya barang bukti itu, Begawan Animandaya ditangkap dan dibawa ke hadapan Raja.<ref name="ref1"/>
Sang [[Raja]] menanyakan soal barang curian yang ditemukan di pertapaan itu kepada Begawan Animandaya tetapi petapa itu tetap saja membisu.<ref name="ref1"/> Akibatnya, sang Raja marah dan menjatuhkan hukuman yang amat berat kepada Begawan Animandaya.<ref name="ref1"/> Tubuh petapa itu itu ditusuk dengan tombak di bagian anusnya, tembus ke bagian ubun-ubun. Namun karena kesaktian yang dimilikinya, Begawan Animandaya tidak mati.<ref name="ref1"/> Ia tetap hidup dan sehat, walaupun sebatang tombak menghunus di sepanjang tubuhnya.<ref name="ref1"/>
Melihat kesaktian sang petapa yang luar biasa, sang Raja menyesal dan meminta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman.<ref name="ref1"/> Sang petapa memaafkannya.<ref name="ref1"/>
Bertahun-tahun kemudian Begawan Animandaya meninggal karena usia tua.<ref name="ref1"/> Di [[kahyangan]], suksma sang petapa datang menemui Batara Darma dan menanyakan tentang pengalamannya hidup di dunia.<ref name="ref1"/> Ia menanyakan tentang mengapa ketika masih hidup, dulu ia harus menerima nasib buruk dan mengalami penyiksaan keji padahal ia selalu berbuat kebaikan.<ref name="ref1"/> Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan dan tidak berbuat kejahatan.<ref name="ref1"/> Namun, Batara Darma mengingatkan ketika ia masih kecil, Animandaya pernah menyiksa seekor belalang dengan menusuk tubuh binatang itu hidup-hidup dengan sebatang lidi.<ref name="ref1"/>
Menurut dewa keadilan itu, apa yang pernah dialami oleh Begawan Animandaya semasa hidupnya sudah sesuai dengan [[karma]]nya..<ref name="ref1"/>
Jawaban Batara Darma itu tidak memuaskan Begawan Animandaya..<ref name="ref1"/> Setahu petapa itu, aturan agama apa pun menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap sebagai perbuatan dosa, apa lagi bila anak tersebut belum paham mengenai soal salah dan benar. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam.<ref name="ref1"/> Ia tidak dapat menjawab.<ref name="ref1"/><ref name = "ref4">{{citeweb|url= http://www.hadisukirno.com/artikel-detail/Batara_Darma|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Hadisukirno}}</ref> Karena merasa tidak puas, Animandaya lalu mengudapkan kutukannya, Batara Darma haru menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa dan dilahirkan oleh seorang wanita berdarah sudra..<ref name="ref1"/> Kutukan itu ternyata terbukti. Batara Darma terpaksa turun ke dunia dan menitis kepada Yama Widura, putra [[Abiyasa]] dari Dayang Drati, seorang pelayan istana yang berdarah sudra..<ref name="ref1"/>


Bertahun-tahun kemudian Begawan Animandaya meninggal karena usia tua.<ref name="ref1"/> Di [[Yama (Hindu)|Yamaloka]], [[atma]] sang petapa datang menemui [[Yama (Hindu)|Batara Darma]] dan menanyakan tentang pengalamannya hidup di dunia. Ia menanyakan tentang mengapa ketika masih hidup, dulu ia harus menerima nasib buruk dan mengalami penyiksaan keji padahal ia selalu berbuat kebaikan. Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan dan tidak berbuat kejahatan. Namun, Batara Darma mengingatkan ketika ia masih kecil, Animandaya pernah menyiksa seekor belalang dengan menusuk tubuh binatang itu hidup-hidup dengan sebatang lidi.<ref name="ref1"/>
== Rujukan ==

Menurut dewa keadilan itu, apa yang pernah dialami oleh Begawan Animandaya semasa hidupnya sudah sesuai dengan [[karma]]-nya. Jawaban Batara Darma itu tidak memuaskan Begawan Animandaya. Setahu petapa itu, aturan agama apa pun menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap sebagai perbuatan dosa, apa lagi bila anak tersebut belum paham mengenai soal salah dan benar. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam. Ia tidak dapat menjawab.<ref name = "ref4">{{citeweb|url= http://www.hadisukirno.com/artikel-detail/Batara_Darma|title=Begawan Animandaya |accessdate=14 April 2014 |publisher=Hadisukirno}}</ref> Karena merasa tidak puas, Animandaya lalu mengucapkan kutukan, bahwa Batara Darma haru menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa dan dilahirkan oleh seorang wanita dari kasta [[sudra]].<ref name="ref1"/> Kutukan itu ternyata terbukti. Batara Darma terpaksa turun ke dunia dan menitis kepada [[Widura]], putra [[Byasa]] dengan seorang pelayan istana yang berdarah sudra.<ref name="ref1"/>

== Referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}


[[Kategori:Tokoh Mahabharata|B]]
[[Kategori:Tokoh Mahabharata]]
[[Kategori:Mitologi Jawa|B]]
[[Kategori:Wayang|B]]

Revisi per 3 Juni 2018 14.42

Animandaya
माण्डव्य
Protes dari Animandaya ke hadapan Dewa Yama. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Geeta Press, Gorakhpur.
Protes dari Animandaya ke hadapan Dewa Yama. Ilustrasi dari Mahabharata terbitan Geeta Press, Gorakhpur.
Tokoh Mahabharata
NamaAnimandaya
Ejaan Dewanagariमाण्डव्य
Ejaan IASTMāndavya
Nama lainMandawya, Nimandaya
Gelarresi
Kitab referensiMahabharata (Adiparwa)
Kastabrahmana

Animandaya (Dewanagari: माण्डव्य; ,IASTMāndavya,; disebut juga Begawan Nimandawya atau Mandawya), dalam wiracarita Mahabharata, adalah resi yang mengutuk Batara Darma (Dewa Yama) sehingga dewa kejujuran, keadilan dan kebenaran itu harus menjalani hidup sebagai manusia biasa menjalani hidup sebagai manusia biasa yang dilahirkan oleh wanita berdarah sudra.[1][2][3]

Kisah

Berkas:Dharmaraj and animandavya.jpg
Batara Darma (Yama) menjelaskan alasan mengapa Animandaya harus mengalami penyulaan yang menyakitkan.

Pada suatu saat ketika Animandaya sedang bertapa membisu, seorang pencuri masuk ke pertapaannya. Pencuri itu menyembunyikan barang pencuriannya di salah satu sudut pertapaan, kemudian ia barsembunyi ke tempat lain. Beberapa saat kemudian datanglah para punggawa kerajaan yang mengejar pencuri itu. Mereka menanyakan kepada sang petapa, di manakah pencuri itu bersembunyi. Namun, karena selama bertapa tidak boleh berbicara, Animandaya tidak menjawab sepatah kata pun. Ia tetap meneruskan proses tapanya.[4]

Karena tidak mendapat jawaban, para prajurit lalu masuk dan menggeledah pertapaan. Tidak lama kemudian, mereka menemukan barang curian itu. Karena adanya barang bukti itu, Animandaya ditangkap dan dibawa ke hadapan raja. Sang raja menanyakan soal barang curian yang ditemukan di pertapaan itu kepada Animandaya tetapi petapa itu tetap saja membisu. Akibatnya, sang raja marah dan menjatuhkan hukuman penyulaan kepada Animandaya: tubuh petapa itu ditusuk dengan sula dari bagian anus, hingga tembus ke bagian ubun-ubun. Namun karena kesaktian yang dimilikinya, Animandaya tidak mati.[1] Ia tetap hidup dan sehat, walaupun sebatang tombak menyula sepanjang tubuhnya. Melihat kesaktian sang petapa yang luar biasa, sang raja menyesal dan meminta maaf atas kecerobohannya menjatuhkan hukuman. Sang petapa memaafkannya.[1]

Bertahun-tahun kemudian Begawan Animandaya meninggal karena usia tua.[1] Di Yamaloka, atma sang petapa datang menemui Batara Darma dan menanyakan tentang pengalamannya hidup di dunia. Ia menanyakan tentang mengapa ketika masih hidup, dulu ia harus menerima nasib buruk dan mengalami penyiksaan keji padahal ia selalu berbuat kebaikan. Batara Darma menjawab, memang seingat Animandaya ia selalu berbuat kebaikan dan tidak berbuat kejahatan. Namun, Batara Darma mengingatkan ketika ia masih kecil, Animandaya pernah menyiksa seekor belalang dengan menusuk tubuh binatang itu hidup-hidup dengan sebatang lidi.[1]

Menurut dewa keadilan itu, apa yang pernah dialami oleh Begawan Animandaya semasa hidupnya sudah sesuai dengan karma-nya. Jawaban Batara Darma itu tidak memuaskan Begawan Animandaya. Setahu petapa itu, aturan agama apa pun menyebutkan bahwa perbuatan anak-anak tidak dianggap sebagai perbuatan dosa, apa lagi bila anak tersebut belum paham mengenai soal salah dan benar. Mendengar bantahan Animandaya itu, Batara Darma terdiam. Ia tidak dapat menjawab.[5] Karena merasa tidak puas, Animandaya lalu mengucapkan kutukan, bahwa Batara Darma haru menjalani hidup di dunia sebagai manusia biasa dan dilahirkan oleh seorang wanita dari kasta sudra.[1] Kutukan itu ternyata terbukti. Batara Darma terpaksa turun ke dunia dan menitis kepada Widura, putra Byasa dengan seorang pelayan istana yang berdarah sudra.[1]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g Tim Penulis SENA WANGI (1999). Ensiklopedi Wayang Indonesia. Yogyakarta: SENA WANGI. hlm. 99,200. 
  2. ^ "Begawan Animandaya". Wayangpedia. Diakses tanggal 14 April 2014. 
  3. ^ "Begawan Animandaya". Adjisaka. Diakses tanggal 14 April 2014. 
  4. ^ "Begawan Animandaya". Brahmam. Diakses tanggal 14 April 2014. 
  5. ^ "Begawan Animandaya". Hadisukirno. Diakses tanggal 14 April 2014.