Kertajaya: Perbedaan antara revisi
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: Menghilangkan referensi Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 32: | Baris 32: | ||
== Pertempuran Ganter == |
== Pertempuran Ganter == |
||
{{Main|Pemberontakan Ken Arok}} |
{{Main|Pemberontakan Ken Arok}} |
||
Dalam ''[[Pararaton]]'' Raja Kertajaya disebut dengan nama '''Prabu Dandhang Gendis'''. Dikisahkan di akhir pemerintahannya Kestabilan [[Kerajaan Kadiri]] pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu menyatakan ingin disembah sebagai dewa, kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Ia menyatakan ingin disembah para pendeta [[Hindu]] dan [[Buddha]]. Keinginan Maharaja Kertajaya tersebut tentu ditolak, meskipun Prabu Dandhang Gendis pamer kesaktian dengan cara duduk di atas sebatang tombak yang berdiri. |
Dalam ''[[Pararaton]]'' '''Raja Kertajaya''' disebut dengan nama '''Prabu Dandhang Gendis'''. Dikisahkan di akhir pemerintahannya Kestabilan [[Kerajaan Kadiri]] pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu menyatakan ingin disembah sebagai dewa, kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Ia menyatakan ingin disembah para pendeta [[Hindu]] dan [[Buddha]]. Keinginan Maharaja Kertajaya tersebut tentu ditolak, meskipun '''Prabu Dandhang Gendis''' pamer kesaktian dengan cara duduk bersila di atas sebatang tombak yang berdiri. Kaum Brahmana dan para pendeta yang ketakutan mereka memilih melarikan diri dan meminta bantuan dari Tumapel dibawah kepemimpinan Ken Arok. Para pendeta memilih berlindung pada [[Ken Arok]], bawahan Dandhang Gendis yang menjadi ''akuwu'' saat ini gelar setingkat ''camat'' di [[Tumapel]]. [[Ken Arok]] lalu mengangkat dirinya menjadi raja dan menyatakan [[Tumapel]] sebagai kerajaan merdeka, lepas dari [[Kadiri]]. |
||
Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh [[Siwa]]. Mendengar hal itu, [[Ken Arok]] pun memakai gelar [[Batara Guru|Bhatara Guru]] (nama lain [[Siwa]]) dan bergerak memimpin pasukan untuk menyerang [[Kadiri]]. Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di dekat Ganter |
Mengetahui hal ini, '''Raja Kertajaya''' lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh [[Siwa]]. Mendengar hal itu, [[Ken Arok]] pun memakai gelar [[Batara Guru|Bhatara Guru]] (nama lain [[Siwa]]) dan bergerak memimpin pasukan untuk menyerang [[Kadiri]]. Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di dekat Ganter |
||
Perang antara [[Tumapel]] dan [[Kadiri]] terjadi begitu sengit di dekat [[ |
Perang antara [[Tumapel]] dan [[Kadiri]] terjadi begitu sengit di dekat [[desa Ganter]]. Para panglima [[Kadiri]] yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan [[Ken Arok]]. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik Menuju kahyangan. |
||
''[[Nagarakretagama]]'' juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam ''dewalaya'' (tempat dewa). |
''[[Nagarakretagama]]'' juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam ''dewalaya'' (tempat dewa). |
||
Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus |
Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus [[akhirat]] |
||
== Keturunan Kertajaya == |
== Keturunan Kertajaya == |
Revisi per 8 April 2022 04.27
Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait, atau pranala luar, tetapi sumbernya belum jelas karena belum menyertakan kutipan pada kalimat. |
Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir Kadiri yang memerintah sekitar tahun 1194-1222. Pada akhir pemerintahannya, ia dikalahkan oleh Ken Arok dari Tumapel atau Singhasari, yang menandai berakhirnya masa Kerajaan Kadiri.[1]
Kertajaya | |
---|---|
Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa | |
Raja Kerajaan Kadiri | |
Berkuasa | 1194 - 1222 |
Kelahiran | Daha Kerajaan Kadiri Jawa Timur |
Kematian | 1222 Gugur Ganter |
Pemakaman | |
Keturunan | |
Wangsa | Isyana |
Ayah | butuh rujukan |
Ibu | butuh rujukan |
Agama | Hindu |
Sejarah
Nama Kertajaya terdapat dalam Kitab Nagarakretagama (1365) karya Mpu Prapanca yang dibuat pada masa Majapahit ratusan tahun setelah zaman Kadiri.
Bukti sejarah keberadaan tokoh Kertajaya adalah dengan ditemukannya Prasasti Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti Biri, dan Prasasti Lawadan (1205).
Dari prasasti-prasasti tersebut dapat diketahui nama gelar abhiseka Kertajaya adalah Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.
Pertempuran Ganter
Dalam Pararaton Raja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis. Dikisahkan di akhir pemerintahannya Kestabilan Kerajaan Kadiri pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu menyatakan ingin disembah sebagai dewa, kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Ia menyatakan ingin disembah para pendeta Hindu dan Buddha. Keinginan Maharaja Kertajaya tersebut tentu ditolak, meskipun Prabu Dandhang Gendis pamer kesaktian dengan cara duduk bersila di atas sebatang tombak yang berdiri. Kaum Brahmana dan para pendeta yang ketakutan mereka memilih melarikan diri dan meminta bantuan dari Tumapel dibawah kepemimpinan Ken Arok. Para pendeta memilih berlindung pada Ken Arok, bawahan Dandhang Gendis yang menjadi akuwu saat ini gelar setingkat camat di Tumapel. Ken Arok lalu mengangkat dirinya menjadi raja dan menyatakan Tumapel sebagai kerajaan merdeka, lepas dari Kadiri.
Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk menyerang Tumapel. Dandhang Gendis sama sekali tidak takut. Ia mengaku hanya bisa dikalahkan oleh Siwa. Mendengar hal itu, Ken Arok pun memakai gelar Bhatara Guru (nama lain Siwa) dan bergerak memimpin pasukan untuk menyerang Kadiri. Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di dekat Ganter
Perang antara Tumapel dan Kadiri terjadi begitu sengit di dekat desa Ganter. Para panglima Kadiri yaitu Mahisa Walungan (adik Dandhang Gendis) dan Gubar Baleman mati di tangan Ken Arok. Dandhang Gendis sendiri melarikan diri dan bersembunyi naik Menuju kahyangan.
Nagarakretagama juga mengisahkan secara singkat berita kekalahan Kertajaya tersebut. Disebutkan bahwa Kertajaya melarikan diri dan bersembunyi dalam dewalaya (tempat dewa).
Kedua naskah tersebut memberitakan tempat pelarian Kertajaya adalah alam dewata. Kiranya yang dimaksud adalah Kertajaya bersembunyi di dalam sebuah candi pemujaan, atau mungkin Kertajaya tewas dan menjadi penghuni alam halus akhirat
Keturunan Kertajaya
Sejak tahun 1222 Kadiri menjadi daerah bawahan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, putra Kertajaya yang bernama Jayasabha diangkat Ken Arok sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya, yang bernama Sastrajaya. Kemudian tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya yang bernama Jayakatwang. Pada tahun 1292 Jayakatwang memberontak dan mengakhiri riwayat Tumapel.
Berita tersebut tidak sesuai dengan naskah Prasasti Mula Malurung (1255), yang mengatakan kalau penguasa Kadiri setelah Kertajaya adalah Bhatara Parameswara putra Bhatara Siwa (alias Ken Arok). Adapun Jayakatwang menurut Prasasti Penanggungan adalah bupati Gelang-Gelang, yang kemudian menjadi raja Kadiri setelah menghancurkan Tumapel tahun 1292.
Referensi
Catatan kaki
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama:0
Bahan bacaan
- Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
- Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta: LKIS
Didahului oleh: Sri Kameswara |
Raja Kadiri 1185—1222 |
Diteruskan oleh: Jayakatwang |