Lompat ke isi

Hadis Maudhu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Putri Naomi (bicara | kontrib)
k Menambah Kategori:Hukum Islam menggunakan HotCat
Putri Naomi (bicara | kontrib)
menambah isi artikel
Tag: kemungkinan perlu pemeriksaan terjemahan VisualEditor
Baris 8: Baris 8:
== Hukum Meriwayatkannya ==
== Hukum Meriwayatkannya ==
Para [[ulama]] bersepakat, bahwa tidak boleh meriwayatkan hadis maudhu bagi siapapun yang mengetahui kepalsuan suatu hadis. Namun dibolehkan jika dijelaskan kepalsuan suatu hadis tersebut. Hal ini karena berdasarkan hadis Nabi Saw., yang diriwayatkan oleh [[Muslim bin al-Hajjaj|Muslim]]: "Barang siapa yang meriwayatkan hadis dariku yang diduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah satu dari dua pendusta."<ref name=":0" />
Para [[ulama]] bersepakat, bahwa tidak boleh meriwayatkan hadis maudhu bagi siapapun yang mengetahui kepalsuan suatu hadis. Namun dibolehkan jika dijelaskan kepalsuan suatu hadis tersebut. Hal ini karena berdasarkan hadis Nabi Saw., yang diriwayatkan oleh [[Muslim bin al-Hajjaj|Muslim]]: "Barang siapa yang meriwayatkan hadis dariku yang diduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah satu dari dua pendusta."<ref name=":0" />

== Cara Mengetahui Hadis Palsu ==
Hadis palsu dapat diketahui ciri-cirinya, sebagai berikut:

# Pemalsu hadis mengakui bahwa suatu hadis adalah hadis palsu yang ia buat-buat, ini sebagaimana pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam atas hadis yang ia palsukan dengan menisbatkan sanad kepada [[Abdullah bin Abbas|Ibnu Abbas]] mengenai keutamaan surat-surat dalam Al-Qur'an.
# Pemalsu hadis membuat pernyataan yang serupa dengan pengakuan, sebagai contoh, dia menceritakan dari seorang guru, namun ketika ditanyakan kapan tanggal lahirnya dia menyebutkan tanggal guru tersebut wafat dan tanggal tersebut adalah tanggal sebelum ia lahir, hadis tersebut juga tidak diriwayatkan oleh jalur lain kecuali dari pemalsu tersebut.
# Suatu hadis dapat diketahui sebagai hadis maudhu atau palsu, yaitu melalui indikasi tertentu pada diri seorang perawi. Seperti rawi tersebut merupakan seorang ''rafidhi'' (penganut [[syiah Rafidhah]]) dan hadis tersebut berkenaan dengan keutamaan [[Ahlulbait|Ahli Bait]].
# Indikasi tertentu pada hadis yang diriwayatkan, contohnya seperti lafal pada hadis tersebut lemah, atau bertentangan dengan indra manusia dan ketetapan yang ada dalam [[Al-Qur'an]].<ref name=":0" />


== Referensi ==
== Referensi ==

Revisi per 5 Juni 2024 07.47

Hadis Maudhu secara bahasa memiliki beberapa makna, yaitu menggugurkan (al-masqath), meninggalkan (al-matruk), dan menga-ada (al-muftara).[1] Oleh karenanya, hadis maudhu adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah Saw., baik perbuatan, perkataan, ataupun taqrirnya secara rekaan atau dusta semata-mata. Pada intinya, hadis maudhu bukanlah hadis. Umat Islam juga mengenalnya dengan sebutan hadis palsu.[2]

Terdapat beberapa cara yang dilakukan para pemalsu hadis dalam menyusun sebuah hadis, antara lain;

  1. Pemalsu hadis membuat hadis melalui perkataan yang dibuat oleh dirinya sendiri, kemudian menyusun sanad hadis untuk perkataan tersebut, dan kemudian meriwayatkannya.
  2. Pemalsu hadis mengambil suatu perkataan dari sebagian ahli hikmah atau lainnya, lalu kemudian ia menyusun sebuah sanad hadis agar dapat terlihat bahwa hadis tersebut shahih bukan palsu.[3]

Hukum Meriwayatkannya

Para ulama bersepakat, bahwa tidak boleh meriwayatkan hadis maudhu bagi siapapun yang mengetahui kepalsuan suatu hadis. Namun dibolehkan jika dijelaskan kepalsuan suatu hadis tersebut. Hal ini karena berdasarkan hadis Nabi Saw., yang diriwayatkan oleh Muslim: "Barang siapa yang meriwayatkan hadis dariku yang diduga bahwa itu dusta, maka dia adalah salah satu dari dua pendusta."[3]

Cara Mengetahui Hadis Palsu

Hadis palsu dapat diketahui ciri-cirinya, sebagai berikut:

  1. Pemalsu hadis mengakui bahwa suatu hadis adalah hadis palsu yang ia buat-buat, ini sebagaimana pengakuan Abu 'Ishmah Nuh bin Abi Maryam atas hadis yang ia palsukan dengan menisbatkan sanad kepada Ibnu Abbas mengenai keutamaan surat-surat dalam Al-Qur'an.
  2. Pemalsu hadis membuat pernyataan yang serupa dengan pengakuan, sebagai contoh, dia menceritakan dari seorang guru, namun ketika ditanyakan kapan tanggal lahirnya dia menyebutkan tanggal guru tersebut wafat dan tanggal tersebut adalah tanggal sebelum ia lahir, hadis tersebut juga tidak diriwayatkan oleh jalur lain kecuali dari pemalsu tersebut.
  3. Suatu hadis dapat diketahui sebagai hadis maudhu atau palsu, yaitu melalui indikasi tertentu pada diri seorang perawi. Seperti rawi tersebut merupakan seorang rafidhi (penganut syiah Rafidhah) dan hadis tersebut berkenaan dengan keutamaan Ahli Bait.
  4. Indikasi tertentu pada hadis yang diriwayatkan, contohnya seperti lafal pada hadis tersebut lemah, atau bertentangan dengan indra manusia dan ketetapan yang ada dalam Al-Qur'an.[3]

Referensi

  1. ^ M.Ag, Dr Idri (2013-01-01). Studi Hadis. Kencana. ISBN 978-602-8730-25-9. 
  2. ^ Herdi, Asep (2014-11-04). MEMAHAMI ILMU HADIS. Tafakur. ISBN 978-979-778-243-6. 
  3. ^ a b c Ath-Thahhan, Mahmud (2016). Dasar-Dasar Ilmu Hadits. Jakarta: Ummul Qura. hlm. 104. ISBN 978-602-7637-86-3.