Lompat ke isi

Daerah Istimewa Surakarta: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Borgxbot (bicara | kontrib)
k Robot: Cosmetic changes
Baris 5: Baris 5:
Pada Oktober 1945, berdiri gerakan Swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah Tan Malaka, pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan komunis.
Pada Oktober 1945, berdiri gerakan Swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah Tan Malaka, pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan komunis.


Tanggal 17 Oktober 1945, Wasir Kraton Kasunanan KRMH Sosrodiningrat (penasihat raja) diculik dan dibunuh oleh gerombolan Swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan Swapraja. Maret 1946, Wasir yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.
Tanggal 17 Oktober 1945, Wasir Kraton Kasunanan KRMH Sosrodiningrat (penasihat raja) diculik dan dibunuh oleh gerombolan Swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan Swapraja. Maret 1946, Wasir yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.


Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan. Status Mangkunegara dan Susuhunan menjadi suatu keluarga biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa.
Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan. Status Mangkunegara dan Susuhunan menjadi suatu keluarga biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa.
Baris 24: Baris 24:
Terutama setelah runtuhnya [[Orde Baru]] dan terbentuk provinsi [[Banten]] serta dicanangkannya [[Otonomi Daerah]], banyak terdengar suara-suara yang sebenarnya masih berbentuk wacana saja untuk pembentukan kembali "Provinsi Surakarta". Apakah ini harus berbentuk [[provinsi]] 'biasa' atau [[Daerah Istimewa]] seperti di [[DIY|Yogyakarta]] dengan seorang [[Monarki|Raja]] sebagai [[gubernur]], tidaklah jelas.
Terutama setelah runtuhnya [[Orde Baru]] dan terbentuk provinsi [[Banten]] serta dicanangkannya [[Otonomi Daerah]], banyak terdengar suara-suara yang sebenarnya masih berbentuk wacana saja untuk pembentukan kembali "Provinsi Surakarta". Apakah ini harus berbentuk [[provinsi]] 'biasa' atau [[Daerah Istimewa]] seperti di [[DIY|Yogyakarta]] dengan seorang [[Monarki|Raja]] sebagai [[gubernur]], tidaklah jelas.


==Lihat pula==
== Lihat pula ==
*[[Daftar provinsi Indonesia]]
*[[Daftar provinsi Indonesia]]
*[[Jawa Tengah]]
*[[Jawa Tengah]]

Revisi per 28 Februari 2008 11.56

Dari Agustus 1945 sampai tanggal 16 Juni 1946 pernah ada Daerah Istimewa Surakarta (DIS), yaitu bagian dari Republik Indonesia (RI) yang diperintah secara bersama oleh Raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan.

Penetapan status DIS ini dilakukan Presiden RI Soekarno sebagai balas jasa atas pengakuan raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan yang menyatakan wilayah mereka adalah bagian dari Republik Indonesia.

Pada Oktober 1945, berdiri gerakan Swapraja/anti monarki/anti feodal di Surakarta, di mana salah seorang pimpinannya adalah Tan Malaka, pimpinan Partai Komunis Indonesia (PKI). Tujuan gerakan ini adalah penghapusan DIS, serta pembubaran Mangkunegara dan Susuhunan. Motif lain dari gerakan ini adalah perampasan tanah-tanah pertanian yang dikuasai Mangkunegara dan Susuhunan untuk dibagi-bagikan sesuai dengan kegiatan landreform oleh golongan komunis.

Tanggal 17 Oktober 1945, Wasir Kraton Kasunanan KRMH Sosrodiningrat (penasihat raja) diculik dan dibunuh oleh gerombolan Swapraja. Aksi ini diikuti pencopotan Bupati-bupati yang umumnya kerabat raja dan diganti orang-orang yang pro gerakan Swapraja. Maret 1946, Wasir yang baru KRMT Yudonagoro juga diculik dan dibunuh. April 1946, 9 pejabat Kepatihan mengalami hal yang sama.

Karena banyaknya kerusuhan, penculikan dan pembunuhan, maka Pemerintah RI membubarkan DIS dan menghilangkan kekuasaan raja-raja Mangkunegara dan Susuhunan. Status Mangkunegara dan Susuhunan menjadi suatu keluarga biasa di masyarakat dan Keraton diubah menjadi pusat pengembangan seni dan budaya Jawa.

Pada 16 Juni 1946, dibentuk Karesidenan Surakarta dan terdiri dari daerah-daerah berikut:

Tanggal 16 Juni ini lalu diperingati setiap tahun sebagai tanggal lahir daerah Surakarta dan kota Solo.

Meskipun Karesidenan Surakarta sudah tidak ada lagi, warga dari daerah ini masih dengan bangga menyebut dirinya orang 'Solo' (bentuk alternatif dari Surakarta) meskipun tidak berasal dari kota Surakarta sendiri. Hal ini dilakukan sebagai identifikasi untuk membedakan diri mereka dari orang 'Semarang' dan 'Yogya'.

Terutama setelah runtuhnya Orde Baru dan terbentuk provinsi Banten serta dicanangkannya Otonomi Daerah, banyak terdengar suara-suara yang sebenarnya masih berbentuk wacana saja untuk pembentukan kembali "Provinsi Surakarta". Apakah ini harus berbentuk provinsi 'biasa' atau Daerah Istimewa seperti di Yogyakarta dengan seorang Raja sebagai gubernur, tidaklah jelas.

Lihat pula