Lompat ke isi

Perang Kotor: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Stephensuleeman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Stephensuleeman (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 62: Baris 62:
Harus dicatat bahwa Bergoglio adalah seorang tokoh kunci dalam pembebasaan para imam Katolik setelah mereka diculik oleh pasukan-pasukan Angkatan laut Argentina, sementara ia menekan Panglima Angkatan laut, Emilio Eduardo Massera.
Harus dicatat bahwa Bergoglio adalah seorang tokoh kunci dalam pembebasaan para imam Katolik setelah mereka diculik oleh pasukan-pasukan Angkatan laut Argentina, sementara ia menekan Panglima Angkatan laut, Emilio Eduardo Massera.


Keluhan diajukan semenara [[pemilihan Paus|Konklaf]] [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]] besiap-siap berapat untuk memilih seorang paus yang baru, kemungkinan sebagai cara untuk memprotes pencalonan Bergoglio
Pengaduan ini diajukan sementara [[pemilihan Paus|konklaf]] [[Gereja Katolik Roma|Katolik Roma]] bersiap-siap berapat untuk memilih seorang paus yang baru, kemungkinan sebagai cara untuk memprotes pencalonan Bergoglio


Pada 24 Maret 1976, dalam sebuah kudeta yang terencana rapi, angkatan bersenjata Argentina menggulingkan pemerintahan Presiden Isabel Martinez de Peron (1931-), yang kemudian "diamankan." Sebuah junta militer yang terdiri dari tiga orang, di bawah pimpinan Jenderal Jorge Rafael Videla (1925-), berkuasa dan memulai sebuah kampanye kejam terhadap kaum liberal, sayap kiri, dan para teroris politik. Siapapun yang dicurigai membela kelompok-kelompok ini ditangkap dengan sewenang-wenang, dan mereka yang telah memetik keuntungan secara tidak sah dari pemerintahan Peronis yang korup sebelumnya diajukan ke pengadilan. Orang-orang diculik di jalan-jalan dan tidak pernah kelihatan lagi. Penjara-penjara penuh dengan tahanan-tahanan politik, dan penyiksaan merupakan sesuatu yang biasa. Pengadilan ataupun proses hukum tidak dilaksanakan. Diperkirakan sekitar 11.000 orang Argentina menghilang antara 1976 dan 1982, dan pelanggaran hak-hak asasi manusia secara besar-besaran menyebabkan pemerintah AS di bawah Presdien James E. Carter, Jr. (1924-), menghentikan pengiriman bantuan militer kepada Argentina. Sejumlah tahanan politik yang terkenal dibebaskan dan diizinkan meninggalkan negara itu, dan perlahan-lahan pasukan-pasukan keamanan mengurangi kegiatan "perang kotor" mereka sebagai tanggapan terhadap opini publik sedunia yang merugikan. Dengan kembalinya pemerintahansipil pada 10 Desember 1983, presiden Argentina yang baru terpilih, Raúl Alfonsín (1926-) mengumumkan rencana untuk menuntut ke-9 pemimpin militer yang memerintah pada masa "perang kotor", atau pemerintahan teror itu, sejak 1976 hingga pemulihan demokrasi pada 1983. Setelah proses pengadilan selama delapan bulan di Buenos Aires pada 1985, Videla dan panglma Angkatan Lautnya, Admiral Emilo Massera (1925-), dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan, penahanan secara tidak sah, dan berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya, dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Tiga orang tertuduh lainnya, termasuk Jenderal Roberto Eduardo Viola (1924-), yang menggantikan Videla sebagai presiden, dinyatakan bersalah untuk tuduhan-tuduhan yang tidak begitu serius dan mendapatkan hukuman dari 4 1/2 tahun hingga 17 tahun. Empat perwira sisanya dibebaskan. Pada Januari 1991, Presiden Argentina Carlos Saul Menem (1930-), yang berusaha meredakan ketidakpuasan di kalangan militer (sejak 1983 terjadi empat kali pemberontakan militer), mengeluarkan pengampunan kepada para personel militer yang dipenjarakan, termasuk Videla. Hal ini menyebabkan banyak protes dan kemarahan masyarakat.
Pada 24 Maret 1976, dalam sebuah kudeta yang terencana rapi, angkatan bersenjata Argentina menggulingkan pemerintahan Presiden Isabel Martinez de Peron (1931-), yang kemudian "diamankan." Sebuah junta militer yang terdiri dari tiga orang, di bawah pimpinan Jenderal Jorge Rafael Videla (1925-), berkuasa dan memulai sebuah kampanye kejam terhadap kaum liberal, sayap kiri, dan para teroris politik. Siapapun yang dicurigai membela kelompok-kelompok ini ditangkap dengan sewenang-wenang, dan mereka yang telah memetik keuntungan secara tidak sah dari pemerintahan Peronis yang korup sebelumnya diajukan ke pengadilan. Orang-orang diculik di jalan-jalan dan tidak pernah kelihatan lagi. Penjara-penjara penuh dengan tahanan-tahanan politik, dan penyiksaan merupakan sesuatu yang biasa. Pengadilan ataupun proses hukum tidak dilaksanakan. Diperkirakan sekitar 11.000 orang Argentina menghilang antara 1976 dan 1982, dan pelanggaran hak-hak asasi manusia secara besar-besaran menyebabkan pemerintah AS di bawah Presdien James E. Carter, Jr. (1924-), menghentikan pengiriman bantuan militer kepada Argentina. Sejumlah tahanan politik yang terkenal dibebaskan dan diizinkan meninggalkan negara itu, dan perlahan-lahan pasukan-pasukan keamanan mengurangi kegiatan "perang kotor" mereka sebagai tanggapan terhadap opini publik sedunia yang merugikan. Dengan kembalinya pemerintahansipil pada 10 Desember 1983, presiden Argentina yang baru terpilih, Raúl Alfonsín (1926-) mengumumkan rencana untuk menuntut ke-9 pemimpin militer yang memerintah pada masa "perang kotor", atau pemerintahan teror itu, sejak 1976 hingga pemulihan demokrasi pada 1983. Setelah proses pengadilan selama delapan bulan di Buenos Aires pada 1985, Videla dan panglma Angkatan Lautnya, Admiral Emilo Massera (1925-), dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan, penahanan secara tidak sah, dan berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya, dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Tiga orang tertuduh lainnya, termasuk Jenderal Roberto Eduardo Viola (1924-), yang menggantikan Videla sebagai presiden, dinyatakan bersalah untuk tuduhan-tuduhan yang tidak begitu serius dan mendapatkan hukuman dari 4 1/2 tahun hingga 17 tahun. Empat perwira sisanya dibebaskan. Pada Januari 1991, Presiden Argentina Carlos Saul Menem (1930-), yang berusaha meredakan ketidakpuasan di kalangan militer (sejak 1983 terjadi empat kali pemberontakan militer), mengeluarkan pengampunan kepada para personel militer yang dipenjarakan, termasuk Videla. Hal ini menyebabkan banyak protes dan kemarahan masyarakat.

Revisi per 17 Februari 2006 02.12

Istilah perang kotor pada umumnya mengacu pada program terorisme negara dalam menanggapi apa yang dipahami sebagai subversi sayap kiri yang dituduh mengancam kestabilan negara. Para penentang langkah-langkah ini sebaliknya menganggapnya sebagai strategi ketegangan yang sengaja dikembangkan untuk membenarkan suatu program rezim otoriter yang menindas.

Nama Perang Kotor (dalam bahasa Spanyol: Guerra Sucia) seringkali digunakan khususnya untuk mengacu pada pembersihan terhadap warga negara pembangkang yang dilakukan antara 1976 dan 1983 oleh pemerintahan militer Jorge Rafael Videla di Argentina (pada apa yang disebut Proses Re-organisasi Nasional). Pada masa ini, pemerintahan junta yang dipimpin oleh Videla hingga 1981, kemudian oleh Roberto Viola dan Leopoldo Galtieri, bertanggung jawab atas penangkapan ilegal, penyiksaan, pembunuhan, atau penghilangan paksa atas sekitar 10.000 hingga 3.000 orang Argentina. Kejahatan-kejahatan ini adalah bagian dari suatu rencana terorisme negara yang lebih luas — hingga mencakup seluruh Amerika Selatan — yang disebut Operasi Burung Kondor, yang keberadaannya sekurang-kruangnya diketahui oleh Departemen Luar Negeri AS, yang dipimpin oleh Henry Kissinger di bawah Presiden Richard Nixon.

Perdebatan telah berlangsung lama di Argentina menyangkut masalah amnesti untuk para perwira yang tersangkut dalam Perang Kotor ini. Suatu bentuk amnesti secara kontroversial disahkan sebagai hukum setelah pemerintahan demokratis dipulihkan dan proses peradilan dilakukan terhadap para pemimpin tertinggi junta militer pada 1984, pada masa kepresidenan Raúl Alfonsín (1983–1989), namun hal ini tetap tidak populer. Pada Juni 2005, Mahkamah Agung Argentina membatalkan undang-undang Amnesti yang disebut Ley de Punto Final Undang-undang "Titik" dan Ley de Obediencia Debida ("Undang-undang Ketaatan"), sehingga membuka pintu bagi tuntutan terhadap para bekas perwira Junta [1]. Undang-undang Punto Final disahkan pada 24 Desember 1986, di bawah kepresidenan Raúl Alfonsín dan menghapuskan segala tuntutan terhadap pelanggaran hak-hak asasi manusia yang dilakukan sebelum 10 Desember 1983. [2]

Kembalinya Peronisme

Sejak Juan Domingo Perón, seorang bekas perwira Angkatan Darat digulingkan dari jabatannya sebagai presiden Argentina oleh sebuah kudeta pada 1955 (Revolución Libertadora) (Revolusi Pembebasan), kebencian militer terhadap gerakannya yang merakyat (Peronisme) telah mendominasi politik Argentina. Setelah hampir dua dasawarsa pemerintahan sipil yang lemah, kemerosotan ekonomi dan intervensi militer, Perón kembali dari pembuangan dan terpilih kembali pada 1973, didukung oleh sebuah koalisi luas yang merentang dari para anggota serikat buruh di tengah hingga kaum nasionalis fasis di sayap kanan dan kaum radikal sosialis seperti kelompok Montoneros yang dipimpin oleh Mario Firmenich di sayap kiri. Namun, setelah ia kembali ke tampuk kekuasaan, Peron tidak lagi dapat memuaskan semua orang.

Sang caudillo tua meninggal dunia pada 4 Juli 1974 dan meninggalkan Isabel Martínez de Perón, wakil presiden dan istri ketiganya untuk menghadapi perebutan yang penuh kekerasan antara pendukung-pendukungnya di sayap kanan dan sayap kiri. AAA (Alianza Antiimperialista Argentina (Aliansi Antiimperialis Argentina) yang belakangan berganti nama menjadi Alianza Anticomunista Argentina), yang dibentuk oleh José López Rega, menteri sosial di bawah Isabel dan anggota loji freemason (yang terlibat dalam strategi ketegangan Italia) menjawab serangan-serangan kaum Montoneros dengan cara yang sama, seperti dengan membunuh José Ignacio Rucci, Sekretaris Jenderal Peronis dari Confederación General del Trabajo (CGT - Serikat Buruh Argentina). Sementara itu, Ejército Revolucionario del Pueblo ("Tentara Revolusioner Rakyat" atau ERP), yang Marxis, yang dipimpin oleh Roberto Santucho, mulai melakukan pemberontakan di pedesaan di provinsi Tucumán, di daerah pegunungan di barat daya Argentina. akibatnya, pada Februari 1975, pemerintahan demokratis Isabel Martínez de Perón mengeluarkan Dekrit No. 261 yang memerintahkan tentara untuk menetralisir membasmi kaum pemberontak di Tucumán.


Tuduhan terhadap Kardinal Bergoglio

Pada 15 April 2005, seorang pengacara hak-hak asasi manusia mengajukan pengaduan kriminal terhadap Kardinal Jorge Bergoglio, dari Argentina dan menduuhnya telah bersekongkol dengan junta pada 1976 untuk menculik dua orang imam Yesuit. Sejauh ini tidak ada bukti kuat yang telah diajukan yang menghubungkan kardinal dengan kejahatan ini. Diketahui bahwa kardinal adalah seorang tokoh tertinggi dalam Serikat Yesus dari para Yesuit Argentina pada tahun 1976 dan telah meminta kedua imam itu meninggalkan pelayanan penggembalaan mereka setelah terjadinya konflik di dalam Ordo mengenai bagaimana mestinya mereka menanggapi pemerintahan diktatur militer yang baru, dengan sejumlah imam menganjurkan penggulingan kekuasaan dengan kekerasan. Juru bicara Bergoglio menyangkal keras tuduhan-tuduhan ini. [3]

Harus dicatat bahwa Bergoglio adalah seorang tokoh kunci dalam pembebasaan para imam Katolik setelah mereka diculik oleh pasukan-pasukan Angkatan laut Argentina, sementara ia menekan Panglima Angkatan laut, Emilio Eduardo Massera.

Pengaduan ini diajukan sementara konklaf Katolik Roma bersiap-siap berapat untuk memilih seorang paus yang baru, kemungkinan sebagai cara untuk memprotes pencalonan Bergoglio

Pada 24 Maret 1976, dalam sebuah kudeta yang terencana rapi, angkatan bersenjata Argentina menggulingkan pemerintahan Presiden Isabel Martinez de Peron (1931-), yang kemudian "diamankan." Sebuah junta militer yang terdiri dari tiga orang, di bawah pimpinan Jenderal Jorge Rafael Videla (1925-), berkuasa dan memulai sebuah kampanye kejam terhadap kaum liberal, sayap kiri, dan para teroris politik. Siapapun yang dicurigai membela kelompok-kelompok ini ditangkap dengan sewenang-wenang, dan mereka yang telah memetik keuntungan secara tidak sah dari pemerintahan Peronis yang korup sebelumnya diajukan ke pengadilan. Orang-orang diculik di jalan-jalan dan tidak pernah kelihatan lagi. Penjara-penjara penuh dengan tahanan-tahanan politik, dan penyiksaan merupakan sesuatu yang biasa. Pengadilan ataupun proses hukum tidak dilaksanakan. Diperkirakan sekitar 11.000 orang Argentina menghilang antara 1976 dan 1982, dan pelanggaran hak-hak asasi manusia secara besar-besaran menyebabkan pemerintah AS di bawah Presdien James E. Carter, Jr. (1924-), menghentikan pengiriman bantuan militer kepada Argentina. Sejumlah tahanan politik yang terkenal dibebaskan dan diizinkan meninggalkan negara itu, dan perlahan-lahan pasukan-pasukan keamanan mengurangi kegiatan "perang kotor" mereka sebagai tanggapan terhadap opini publik sedunia yang merugikan. Dengan kembalinya pemerintahansipil pada 10 Desember 1983, presiden Argentina yang baru terpilih, Raúl Alfonsín (1926-) mengumumkan rencana untuk menuntut ke-9 pemimpin militer yang memerintah pada masa "perang kotor", atau pemerintahan teror itu, sejak 1976 hingga pemulihan demokrasi pada 1983. Setelah proses pengadilan selama delapan bulan di Buenos Aires pada 1985, Videla dan panglma Angkatan Lautnya, Admiral Emilo Massera (1925-), dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan, penahanan secara tidak sah, dan berbagai pelanggaran hak-hak asasi manusia lainnya, dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Tiga orang tertuduh lainnya, termasuk Jenderal Roberto Eduardo Viola (1924-), yang menggantikan Videla sebagai presiden, dinyatakan bersalah untuk tuduhan-tuduhan yang tidak begitu serius dan mendapatkan hukuman dari 4 1/2 tahun hingga 17 tahun. Empat perwira sisanya dibebaskan. Pada Januari 1991, Presiden Argentina Carlos Saul Menem (1930-), yang berusaha meredakan ketidakpuasan di kalangan militer (sejak 1983 terjadi empat kali pemberontakan militer), mengeluarkan pengampunan kepada para personel militer yang dipenjarakan, termasuk Videla. Hal ini menyebabkan banyak protes dan kemarahan masyarakat.

Lihat pula

Pranala luar

Buku-buku

Studi oleh Paul Lewis dari Universitas Tulane adalah karya standar masa kini yang meneliti konteks dan akibat-akibat dari Perang Kotor ini.

  • Guerrillas and Generals: The Dirty War in Argentina, by Paul H. Lewis (2001).
  • God's Assassins: State Terrorism in Argentina in the 1970s by M. Patricia Marchak (1999).
  • A Lexicon of Terror: Argentina and the Legacies of Torture, by Marguerite Feitlowitz (1999).
  • The Flight: Confessions of an Argentine Dirty Warrior, by Horacio Verbitsky (1996).
  • Argentina's Lost Patrol: Armed Struggle, 1969-1979, by María José Moyano (1995).
  • Dossier Secreto: Argentina's Desaparecidos and the Myth of the "Dirty War", by Martin Edwin Anderson (1993).
  • Argentina's "Dirty War": An Intellectual Biography, by Donald C. Hodges (1991).
  • Behind the Disappearances: Argentina's Dirty War Against Human Rights and the United Nations, by Iain Guest (1990).
  • The Little School: Tales of Disappearance & Survival in Argentina, by Alicia Partnoy (1989).
  • Argentina, 1943-1987: The National Revolution and Resistance, by Donald C. Hodges (1988).
  • Soldiers of Perón: Argentina's Montoneros, by Richard Gillespie (1982).
  • Guerrilla warfare in Argentina and Colombia, 1974-1982, by Bynum E. Weathers, Jr. (1982).
  • Prisoner without a Name, Cell without a Number, by Jacobo Timerman (1981).
  • Guerrilla politics in Argentina, by Kenneth F. Johnson (1975).

Film