Lompat ke isi

KKI Warsi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 62: Baris 62:


=== 4. Program Manajemen Pengetahuan ===
=== 4. Program Manajemen Pengetahuan ===
Tujuan Program ini adalah mencatat setiap pembelajaran yang didapatkan dari proses fasilitasi yang dilakukan bersama masyarakat. Kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan ini adalah:

* Penerbitan buku, modul, leaflet dan booklet


== Pranata Luar ==
== Pranata Luar ==
Baris 67: Baris 70:
# https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/15_November_2015.pdf
# https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/15_November_2015.pdf
# https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/14_Desember_2011.pdf
# https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/14_Desember_2011.pdf
#http://edepot.wur.nl/358992
# https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/WARSI_WWF_Joint_Report_(Nov_2015)_Monitoring_SVLK_in_PT_WKS_and_PT_LAJ_Jambi_ENGLISH1.pdf
# http://edepot.wur.nl/358992
# http://warsi.or.id/
# http://warsi.or.id/



Revisi per 7 Oktober 2019 08.20

Komunitas Konservasi Indonesia WARSI (KKI-WARSI) merupakan organisasi non pemerintah yang dideklarasikan pada 27 Desember 1991. Berkedudukan di Jambi, dengan wilayah kerja seluruh Indonesia. WARSI hadir untuk menyuarakan aspirasi masyarakat guna mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan secara ekologi bermanfaat secara ekonomi, sosial  dan budaya. Fokus kerja KKI WARSI meliputi penyelamatan hutan tersisa dengan keanekaragaman hayati tinggi dan pendampingan masyarakat di dalam dan sekitar hutan. Warsi juga fokus pada pemberdayaan masyarakat adat marginal yang ada di Provinsi Jambi; Orang Rimba, Bathin Sembilan, Riau; Talang Mamak dan Kalimantan Utara; Punan.

Sejarah Pendirian

WARSI didirikan oleh 13 NGO yang berasal dari beberapa daerah; yaitu Gita Buana (Jambi), Yayasan Bakti Masyarakat (Jambi), PKBI (Sumsel), LBH (Sumsel), Yadarma (Lubuk Linggau, Sumsel), Yayasan Karya Desa (Lahat Sumsel), Gemini (Bengkulu), LPWP, KOMMA (Sumbar), Bila (Sumbar). Fokus WARSI setelah resmi berdiri adalah sebagai aliansi dari tenaga penggerak konservasi atau commite organizer yang melakukan aktivitas konservasi dan pengorganisasian difasilitasi oleh LSM pendiri di masing-masing provinsi melalui aktivitas di lapangan untuk membuat pusat koordinasi dan informasi yang dinamakan sekretariat WARSI. Lembaga baru ini menjadi wahana komunikasi, kontak untuk membuka hubungan kerjasama, lobi dan advokasi, untuk pengelolaan sumberdaya alam yang lebih baik dan berkeadilan.

Seiring perkembangan waktu, WARSI tidak lagi membatasi diri di kalangan LSM saja, namun ia juga terbuka bagi para profesional dan perguruan tinggi serta kalangan lain yang tertarik dan berminat untuk mendukung konservasi dan pengembangan masyarakat. Dengan demikian, WARSI berusaha pula membuka diri lebih luas melalui dialog dengan berbagai pihak yang terlibat dalam konservasi dan upaya pengembangan masyarakat di empat provinsi se Sumbagsel. Yaitu dengan menjalin serta membina hubungan baik dengan pihak Pemda melalui Bappeda, Bappedalda, Dinas Kehutanan, BPN, Instansi Teknis Pemerintah (khususnya PHKA Departemen Kehutanan), masyarakat adat, perguruan tinggi, swasta, serta pihak lain yang peduli. Dalam rangka mengakomodir semua itu secara kelembagaan WARSI juga melakukan pembenahan diri. Satu di antara pembenahan yang dilakukan WARSI kala itu adalah terkait pergantian status lembaga ini.

Tepat pada bulan Juli 2002 Yayasan WARSI berubah menjadi perkumpulan dengan nama baru Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI. Sejak perubahan bentuk tersebut WARSI tidak lagi menjadi singkatan Warung Informasi Konservasi. Namun WARSI telah dibakukan menjadi nama sebuah lembaga. Selain mengubah bentuk menjadi perkumpulan, terhitung sejak tanggal 6 Desember 2002, kantor WARSI resmi pindah ke Kota Jambi. Keputusan memindahkan kantor WARSI ke Kota Jambi itu dalam rangka menyambungkan kegiatan-kegiatan konservasi dan pemberdayaan masyarakat ke tingkat pembuat kebijakan hingga ke level pemerintah Provinsi Jambi dan nasional. Keputusan itu tentu saja tanpa mengesampingkan kedekatan dengan para pihak lainnya yang telah terbangun pada masa-masa sebelumnya. Dengan adanya perubahan bentuk dari yayasan menjadi perkumpulan, maka status kepemilikan WARSI juga mengalami perubahan secara mendasar. Kalau masih berbentuk yayasan maka anggotanya adalah jaringan NGO pendiri. Begitu mengalami perubahan menjadi sebuah perkumpulan maka anggotanya terdiri dari individu-individu yang terlibat ketika mendirikan, yaitu perwakilan dari 13 NGO tersebut, kemudian ditambah dengan semua staf yang bekerja di WARSI. Dengan kata lain, WARSI semakin membuka diri dan memberi kesempatan kepada setiap staf yang bergabung untuk menjadi pemilik lembaga ini. Dengan demikian anggota WARSI berperan sebagai badan tertinggi dalam kepengurusan lembaga. Anggota yang punya kewenangan penuh memilih dewan pengurus yang kemudian memilih direktur yang akan menjadi komando lembaga. Anggota merupakan owner yang menentukan masa depan WARSI dalam mencapai visi dan misi serta tujuan hadirnya lembaga ini di tengah masyarakat.

Sebagai lembaga yang terus tumbuh dan berkembang, aktifitas WARSI yang semakin banyak juga diiringi dengan peningkatan aset dan properti yang dimiliki WARSI. Semua aset WARSI ini harus bisa dipertanggungjawabkan keberadaannya, namun jika pada suatu hari nanti oleh satu sebab dan lain hal WARSI memutuskan untuk berhenti dari segala kegiatannya dan lembaga ini ditutup maka semua aset dan properti WARSI dihibahkan ke lembaga sosial sejenis dan anggota tidak berhak untuk memilikinya. Aturan ini sengaja dibuat sesuai dengan cita-cita WARSI untuk menuju tercapainya pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan. Jika WARSI tidak lagi mampu maka dengan penyerahan aset ini harapannya lembaga yang diserahkan aset bisa menjadi penerus langkah perjuangan WARSI.

Program-Program

1. Konservasi dan Pemberdayaan Masyarakat

Konservasi dan Pembangunan Wilayah Terpadu di Sekitar Taman Nasional

Program ini bertujuan mewujudkan keterpaduan antara pengembangan perekonomian masyarakat sekitar kawasan dan pengawetan habitat berdasarkan zonasi taman dan penataan ruang. Dengan cara mendorong partisipasi komunitas lokal dalam pengelolaan dan terjaminnya hak-hak komunitas lokal dalam kawasan taman nasional.

Mendorong Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan Pendekatan Bioregion pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari

Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari, yang merupakan DAS kritis di Indonesia, juga menjadi perhatian WARSI. Melalui program ini, WARSI mengajak para pihak melihat persoalan-persoalan pengelolaan sumberdaya alam di wilayah Jambi dan Sumatera Barat yang merupakan cakupan DAS Batanghari dengan pendekatan Bioregion. Ini merupakan pendekatan pengelolaan wilayah/teritori tanah dan air yang cakupannya tidak ditentukan oleh batasan administrasi/ politik, tetapi oleh batasan geografis komunitas manusia dan sistem ekologinya.

Community Based Forest Management (CBFM)

Program ini untuk mendorong pola pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat, berupa strategi pengelolaan yang berorientasi pada tercapainya kelestarian hutan sebagai sumber penghidupan masyarakat lokal yang secara historis memiliki ketergantungan kepada sumberdaya hutan di sekitarnya. Implementasi kegiatan ini di lapangan adalah lahirnya sejumlah hutan adat, hingga munculnya pengakuan terhadap hak kelola rakyat.

Habitat and Resources Management for the Orang Rimba

Program ini mengupayakan perlindungan terhadap kawasan hidup Orang Rimba di Provinsi Jambi. Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas yang menjadi tempat hidup Orang Rimba merupakan satu-satunya benteng tertinggal kawasan hutan dataran rendah di jantung Provinsi Jambi. Melalui program ini WARSI memperjuangkan kawasan hidup dan penghidupan Orang Rimba yang dulunya berupa cagar biosfer, hingga kemudian ditetapkannya kawasan Bukit Dua Belas menjadi Taman Nasional pada tahun 2000 seluas 60.500 hektare. Kawasan ini diperuntukkan bagi kehidupan Orang Rimba yang hingga saat ini masih memegang teguh adat istiadat mereka. Orang Rimba sangat menggantungkan hidup mereka dengan sumberdaya hutan.

Rasionalisasi Taman Nasional Bukit Tigapuluh

WARSI menginisiasi dan memperjuangkan rasionalisasi kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) yang terletak di Provinsi Jambi dan Riau. Rasionalisasi penting untuk efektifitas pengelolaan dan pengawasan kawasan TNBT yang saat ini bentuknya tidak kompak dan belum ideal. Bentuk kawasan TNBT saat ini menjari, memanjang dan sempit. Usulan kawasan rasionalisasi adalah areal yang bertopografi curam dengan kelerengan lebih dari 40 persen yang memiliki tutupan hutan relatif baik, untuk dijadikan bagian TNBT. Sedangkan areal yang telah menjadi pemukiman dan perkebunan masyarakat dalam hamparan luas, dikeluarkan dari kawasan taman. Ini penting untuk mereduksi konflik. TNBT merupakan salah satu kawasan kunci biodiversiti penting di Sumatera juga merupakan sumber hidup dan penghidupan masyarakat tradisional khususnya Talang Mamak dan Orang Rimba. Kawasan TNBT juga berfungsi penting dalam pengaturan sistem tata air karena merupakan daerah tangkapan air DAS Rateh di Riau dan DAS Batanghari serta DAS Pengabuan di Jambi.

Rewarding Upland Poor Environmental Services (RUPES)

RUPES merupakan program kolaborasi WARSI dengan ICRAF dan Yayasan Gita Buana. Program ini mengembangkan mekanisme imbal jasa bagi masyarakat miskin atas peran mereka sebagai penyedia jasa lingkungan bagi penikmat jasa lingkungan itu sendiri. Melalui pelatihan, studi banding dan pengembangkan projek percontohan yang memadukan pola pertanian dan perkebunan bernilai ekonomis tinggi dengan mempertahankan keanekaragaman hayati.

Restorasi Ekosistem di Kawasan Konsesi

Program yang bertujuan untuk memulihkan kondisi hutan yang hancur akibat destructive logging ini, baru digulirkan pada tahun 2007. Program ini merupakan kolaborasi yang melibatkan WARSI, Perkumpulan Birdlife Indonesia, RSPB (The Royal Society for the Protection of Bird) dan ODI (Overseas Development Institute). Program kolaborasi ini bertujuan merintis strategi inovatif untuk pengawasan hutan melalui pendekatan konsesi pelestarian, yakni mengatasi penebangan ilegal dan rasa tidak aman orang-orang miskin dalam mengelola mata pencarian. Secara khusus program ini akan mendorong manajemen yang berkesinambungan, pelestarian dan rehabilitasi hutan-hutan tropis yang diperoleh melalui pengawasan yang adil terhadap penebangan ilegal.

Membangun Keterlibatan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi

Program ini merupakan kerjasama antara Tropical Forest Trust (TFT) dengan WARSI di kawasan konsesi PT Andalas Merapi Timber (AMT), Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Program ini bertujuan mendorong berjalannya pengelolaan sumberdaya hutan berbasiskan masyarakat yang memberikan dampak secara ekonomi dan ekologi. Program ini diharapkan mampu menghasilkan model kelola sumberdaya hutan di beberapa nagari yang berbasiskan tata ruang mikro, sesuai kearifan tradisional pada kawasan kelola masyarakat.

Membangun Skema REDD dari bawah: Masyarakat sebagai Agen Perubahan untuk REDD yang transformatif dan Berkelanjutan

Dengan jejak rekam dan pengalamannya dalam pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat (PHMB), khususnya di Sumatera Bagian Selatan, WARSI di gandeng Rainforest Foundation Norway (RFN)/NORAD, menjalankan program REDD. Program ini akan melakukan lobi dan advokasi agar masyarakat di dalam dan sekitar hutan berpartisipasi dalam penyusunan dan pengembangan rencana dan strategi REDD, serta pemerintah yang berwenang mengakui hak dan mengakomodasi kepentingan masyarakat tersebut dalam mekanisme REDD yang dikembangkan.

Mempertahankan Tutupan Hutan Tersisa pada Lanskap Ekosistem TNKS (TFCA)

Merupakan Program kolaboratif WARSI dengan TFCA Sumatera Selamat (Tropical Forest Conservation Action-Sumatra) untuk penyelamatan hutan alam di kawasan penyangga melalui perluasan wilayah hutan yang dikelola masyarakat dengan berbagai skema seperti hutan adat, hutan desa, Hkm, dan skema lokal lainnya seperti rimbo larangan, hutan lindung desa, dll. Selain itu, program ini juga melakukan penyusunan masukan yang dapat digunakan untuk revisi RTRW/K, berdasarkan hasil analisis lanskap, land use change, dan model pengelolaan mozaik di kabupaten Bungo dapat dikembangkan dan diaplikasikan di kabupaten lain yang menjadi lokasi proyek. Program ini, juga melakukan pengembangan usaha skala kecil berbasis sumberdaya hutan lestari yang saat ini telah dikembangkan di kabupaten Bungo dapat menjadi referensi untuk mencapai target fasilitasi kepada beberapa kelompok usaha dalam proyek ini.

Mendorong Perubahan Kebijakan dan Perencanaan Tata Ruang Wilayah yang Berorientasi Lingkungan dan Berbasiskan Pada Pembangunan Rendah Karbon

Merupakan program kegiatan WARSI bekerjasama dengan CLUA untuk analisa keruangan dan pembaharuan data terkait dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), melalui KLHS. Dengan kegiatan ini juga mendorong berjalannya proses konsultasi publik untuk menyiapkan draft dokumen terkait dengan intervensi Pembangunan Rendah Karbon di level Propinsi Jambi, intervensi untuk revisi Tata Ruang melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Program ini, juga mendorong proses diskusi kritis terkait dengan rencana pembangunan (Kebijakan Rencana Pembangunan atau KRP) untuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJM) Propinsi Jambi, baik melalui konsultasi dan FGD, media cetak dan elektronik serta konsultasi kampung pada beberapa wilayah terpilih, guna menjadikan Jambi sebagai daerah yang menjalankan pembangunan rendah karbon.

2. Program Kebijakan dan Advokasi

Tujuan program ini mendorong pemerintah dalam menghasilkan kebijakan yang memberi ruang partisipasi pada masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan SDA secara berkelanjutan, berkeadilan dan mensejahterakan masyarakat lokal. Untuk menjalankan program ini kegiatan yang dilakukan adalah:

  • Mendorong lahirnya konsep alternatif kebijakan pengelolaan SDA yang adil, lestari dan mensejahterakan masyaralat lokal.
  • Mendorong lahirnya pembaharuan hukum dan kebijakan PSDA yang adil, lestari dan mensejahterakan masyarakat lokal serta pendampingan hukum terhadap masyarakat lokal yang termarginalkan akibat konflik PSDA.
  • Peningkatan kapasitas staff dan masyakat lokal dalam advokasi hukum dan kebijakan.

3. Program Komunikasi, Informasi dan Pembelajaran Pengelolaan SDA Berbasis Masyarakat

Tujuan program ini adalah menumbuhkan kesadaran masyarakat luas terhadap pentingnya konservasi dan pengelolaan SDA berkelanjutan, berkeadilan dan mensejahterakan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan melalui program ini adalah:

  • Membangun Sistem Data Based WARSI melalui pengembangan jaringan EIT/LAN dan GIS.
  • Mempromosikan hasil-hasil pembelajaran WARSI dan komunitas dalam pengelolaan hutan melalui berbagai media informasi.
  • Membangun jaringan para pihak untuk dukungan pengelolaan sumberdaya hutan yang berkelanjutan, berkeadilan dan mensejahterakan masyarakat lokal.

4. Program Manajemen Pengetahuan

Tujuan Program ini adalah mencatat setiap pembelajaran yang didapatkan dari proses fasilitasi yang dilakukan bersama masyarakat. Kegiatan yang dilakukan melalui kegiatan ini adalah:

  • Penerbitan buku, modul, leaflet dan booklet

Pranata Luar

  1. https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/15_November_2015.pdf
  2. https://www.eyesontheforest.or.id/uploads/default/report/14_Desember_2011.pdf
  3. http://edepot.wur.nl/358992
  4. http://warsi.or.id/

Artikel Berita

  1. https://kolom.tempo.co/read/1249115/ihwal-melawan-kebakaran-hutan
  2. https://www.mongabay.co.id/2015/10/24/mengapa-kelompok-orang-rimba-dari-jambi-ini-tersesat-hingga-ke-pekanbaru/
  3. https://www.mongabay.co.id/2015/04/19/pm-norwegia-menjaga-hutan-tropis-tugas-masyarakat-dunia/
  4. https://www.mongabay.co.id/2014/10/22/mengasuh-pohon-menjaga-pasokan-listrik-mikro-hidro/
  5. https://www.mongabay.co.id/2012/07/19/limapuluh-persen-emisi-karbon-di-jambi-akibat-konversi-lahan-gambut/
  6. https://sains.kompas.com/read/2019/08/02/120600823/huawei-rfcx-dan-warsi-berkolaborasi-selamatkan-hutan-sumbar?page=all
  7. https://megapolitan.kompas.com/read/2012/02/24/2053532/lsm.desak.pengusutan.kasus.jerat.harimau