Lompat ke isi

Janamejaya: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
M. Adiputra (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 22: Baris 22:


[[#Tokoh bernama sama|Janamejaya]] juga merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.
[[#Tokoh bernama sama|Janamejaya]] juga merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.

<!--
== Pustaka ''Weda'' ==
== Pustaka ''Weda'' ==
Dalam kitab ''[[Aitareya Brahmana|Aitareya Brāhmaṇa]]'' termaktub bahwa Janamejaya merupakan seorang penakluk yang agung, dan ''[[purohita]]''-nya (pendeta keluarga) bernama Tura Kāwaṣeya memahkotainya sebagai raja dan mengurus upacara [[aswamedha]] (korban kuda) yang diselenggarakannya. Tertulis pula bahwa pada suatu upacara ia tidak menggunakan jasa pendeta dari klan Kaśyapa melainkan klan Bhūtawīra. Kemudian keluarga Asitamr̥ga yang merupakan keturunan dari klan Kaśyapa digunakan jasanya kembali oleh Janamejaya.
Dalam kitab ''[[Aitareya Brahmana|Aitareya Brāhmaṇa]]'' termaktub bahwa Janamejaya merupakan seorang penakluk yang agung, dan ''[[purohita]]''-nya (pendeta keluarga) bernama Tura Kawaseya (''Kāvaṣeya'') memahkotainya sebagai raja dan mengurus upacara [[aswamedha]] (korban kuda) yang diselenggarakannya. Tertulis pula bahwa pada suatu upacara ia tidak menggunakan jasa pendeta dari klan Kasyapa (''Kaśyapa'') melainkan klan Butawira (''Bhūtawīra''). Kemudian keluarga Asitamrega (''Asitamr̥ga'') yang merupakan keturunan dari klan Kasyapa digunakan jasanya kembali oleh Janamejaya.


Kitab ''[[Shatapatha Brahmana|Śatapatha Brāhmaṇa]]'' disebutkan bahwa ia dan para saudaranya—Ugrasena, Bhīmasena, dan Śrutasena—melaksanakan upacara [[aswamedha]], dipimpin oleh Indrota Daivāpa Śaunaka, untuk membersihkan diri mereka dari kekotoran batin.
Kitab ''[[Shatapatha Brahmana|Śatapatha Brāhmaṇa]]'' disebutkan bahwa ia dan para saudaranya—Ugrasena, Bimasena (''Bhīmasena''), dan Srutasena (''Śrutasena'')—melaksanakan upacara [[aswamedha]], dipimpin oleh Indrota Daiwapa Sonaka (''Daivāpa Śaunaka''), untuk membersihkan diri mereka dari kekotoran batin.
Kedua kitab ''Brāhmaṇa'' tersebut tadi menyatakan bahwa ibukota sang raja adalah Āsandīvant.
Kedua kitab ''Brāhmaṇa'' tersebut tadi menyatakan bahwa ibukota sang raja adalah Asandiwanta (''Āsandīvant'').


Kitab ''Gopatha Brāhmaṇa'' mengandung cerita yang "absurd" tentang Janamejaya dan dua angsa jantan.<ref name=":0">{{Cite book|last=Macdonell|first=Arthur Anthony|title=Vedic Index of Names and Subjects|last2=Keith|first2=Arthur Berriedale|publisher=John Murray|year=1912|volume=I|pages=72, 78–79, 273–274, 314|language=}}</ref>{{Sfn|Raychaudhuri|1923|p=11}}
Kitab ''Gopatha Brāhmaṇa'' mengandung cerita yang "absurd" tentang Janamejaya dan dua angsa jantan.<ref name=":0">{{Cite book|last=Macdonell|first=Arthur Anthony|title=Vedic Index of Names and Subjects|last2=Keith|first2=Arthur Berriedale|publisher=John Murray|year=1912|volume=I|pages=72, 78–79, 273–274, 314|language=}}</ref>{{Sfn|Raychaudhuri|1923|p=11}}
Baris 34: Baris 34:


== Dalam legenda ==
== Dalam legenda ==
Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', Janamejaya adalah putra Raja [[Parikesit]] dengan Ratu Madrawati.{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=15, 35n}} Ia merupakan cucu kesatria [[Abimanyu]], dan merupakan cicit dari kesatria [[Arjuna]], kesatria masyhur dalam ''Mahabharata''. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam ''Mahabharata'' ialah sebagai pendengar bagi narasi yang dibawakan oleh [[Wesampayana]], murid [[Byasa]]. Menurut kitab ''[[Bayupurana]]'' dan ''[[Matsyapurana]]'', terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.<ref>Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, {{ISBN|81-7276-413-8}}, p.278</ref> Also the [[Devi-Bhagavata Purana|Devi Bhagavata Purana]] was narrated to him by Vyasa.<ref>{{Cite book |last=Doniger |first=Wendy |title=Purāṇa Perennis |publisher=State University of New York Press |year=1993 |isbn=9780791413814 |pages=37}}</ref>
Menurut kitab ''[[Mahabharata]]'', Janamejaya adalah putra Raja [[Parikesit]] dengan Ratu Madrawati.{{sfn|Raychaudhuri|2006|p=15, 35n}} Ia merupakan cucu kesatria [[Abimanyu]], dan merupakan cicit dari kesatria [[Arjuna]], kesatria masyhur dalam ''Mahabharata''. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam ''Mahabharata'' ialah sebagai pendengar bagi narasi tentang para leluhur Janamejaya, yang disampaikan oleh [[Wesampayana]], murid [[Byasa]]. Wesampayana menceritakan kisah para leluhur Janamejaya setelah sang raja gagal melangsungkan ''sarpa satra'' (upacara pengorbanan ular) yang diadakan untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Sebelumnya, isi ''Mahabharata'' telah dituturkan oleh Byasa kepada Wesampayana.<ref>Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). ''The Mahabharata: Its History and Character'' in S. Radhakrishnan (ed.) ''The Cultural Heritage of India'', Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, {{ISBN|81-85843-03-1}}, p.60</ref>


===In Mahabharata===

In [[Mahabharata]], Janamejaya was mentioned as having six able brothers, Kakshasena, Ugrasena, Chitrasena, Indrasena, Sushena, and Nakhashena.<ref>'' Journal of the Department of Letters'' by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2</ref> The initial chapters of the epic narrate various aspects of his life including his conquest of [[Taxila|Takshasila]] and about his encounter with [[Nāga]] [[Takshaka]]. He wanted to exterminate the race of Nagas since Takshaka was responsible for the death of his father Parikshit.

Emperor Janamejaya was responsible for the retelling of the famous epic ''Mahābhārata'', a story of Janamejaya's ancestors from the time of [[Bharata (Mahabharata)|Bharata]] up to the great [[Kurukshetra]] war between his great-grandfathers the [[Pandavas]] and their paternal cousins the [[Kauravas]]. The Mahabharata states that it was recited to Janamejaya at the ''sarpa satra'' (snake sacrifice) by the sage [[Vaishampayana]] to whom it had been imparted by his preceptor [[Vedavyasa]],<ref>Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). ''The Mahabharata: Its History and Character'' in S. Radhakrishnan (ed.) ''The Cultural Heritage of India'', Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, {{ISBN|81-85843-03-1}}, p.60</ref> after he asked Vaishampayana about his ancestors.
-->
=== Upacara pengorbanan ular ===
=== Upacara pengorbanan ular ===
[[Berkas:Snakesacrifice.jpg|ka|jmpl|Ilustrasi upacara pengorbanan ular yang diselenggarakan Janamejaya.]]
[[File:Snakesacrifice.jpg|thumb|Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan ''Sarpasatra'' yang dilangsungkan Raja Janamejaya.]]
Pada suatu ketika, Sang [[Utangka]] dari Takshiladesa menghadap Maharaja Janamejaya yang baru saja selesai menaklukkan wilayah tersebut. Sang Utangka memberitahu Maharaja Janamejaya mengenai penyebab kematian ayahnya, yaitu digigit Naga [[Taksaka]]. Sang Raja meneliti kebenaran cerita tersebut, dan para menterinya membenarkan. Akhirnya ia mengadakan upacara pengorbanan ular untuk menyapu seluruh [[spesies]] mereka dari muka Bumi. Upacara tersebut dikenal dengan sebutan ''Sarpahoma''. Para [[brahmana]] tahu bahwa kelak upacara tersebut akan digagalkan oleh seorang resi, tetapi mereka tidak memberitahukannya kepada Sang Raja.
Dalam ''[[Adiparwa]]'', himpunan pertama ''[[Mahabharata]]'' dikisahkan bahwa Janamejaya menaklukkan daerah [[Taxila|Taksasila]] (Taxila). Di sana, sang raja bertemu seorang brahmana bernama [[Utangka]]. Ia memberitahu Janamejaya bahwa seekor naga bernama [[Taksaka]] bertanggung jawab atas kematian [[Parikesit]], ayah sang raja.<ref>{{cite book|first=Vettam |last=Mani|title = Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature|url=https://archive.org/stream/puranicencyclopa00maniuoft/puranicencyclopa00maniuoft_djvu.txt|publisher = Motilal Banarsidass|year = 1975|location = Delhi|isbn = 0-8426-0822-2}}</ref> Janamejaya meneliti kebenaran cerita tersebut, dan para menterinya membenarkan. Akhirnya ia mengadakan upacara pengorbanan ular untuk menyapu seluruh [[spesies]] mereka dari muka Bumi. Upacara tersebut dikenal dengan sebutan ''Sarpasatra'' atau ''Sarpahoma''.<ref>{{Cite web|url= http://www.sacred-texts.com/hin/m01/m01051.htm|title=Section L (Astika Parva continued) Mahabharata|publisher=Sacred texts.com}}</ref>


Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, Sang Raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu [[ular]] ([[naga]]) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Maharaja menghentikan upacaranya.
Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, sang raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu [[ular]] ([[naga]]) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama [[Astika (resi)|Astika]]. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Janamejaya menghentikan upacaranya.


Setelah Astika pulang, ia merasa kecewa karena upacaranya tidak sempurna. Sebagai gantinya, Resi [[Wesampayana]] menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya–[[Pandawa]] dan [[Korawa]]–hingga [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]].
Setelah Astika menggagalkan upacara yang dilangsungkan sang raja, Janamejaya merasa kecewa karena upacaranya tidak sempurna. Sebagai gantinya, Resi [[Wesampayana]] menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya―[[Pandawa]] dan [[Korawa]]―hingga [[perang di Kurukshetra|pertempuran besar]] di [[Kurukshetra]].


== Penuturan isi ''Mahabharata'' ==
=== Penuturan ''Mahabharata'' ===


Sesuai keinginan Janamejaya, Resi [[Wesampayana]] memulai dari kisah para leluhur sang raja, yaitu [[Bharata (raja)|Bharata]], serta kakek moyangnya yang bernama Maharaja [[Yayati]], keturunan Sang [[Pururawa]], yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di [[India]]. Lima suku tersebut diturunkan oleh [[Yadu]], [[Tuwasu]], [[Druhyu]], [[Anu (Hindu)|Anu]], dan [[Puru]]. Leluhur Raja Janamejaya diturunkan oleh Sang Puru. Garis keturunan berlanjut kepada [[Bharata (raja)|Bharata]] [[Kuru (raja)|Kuru]] [[Pratipa]] [[Santanu]], dan keluarga keraton [[Hastinapura]] ([[Pandu]], [[Dretarastra]], [[Pandawa]], [[Korawa]], dan lain-lain).
Sesuai keinginan Janamejaya, [[Wesampayana]] memulai dari kisah para leluhur sang raja, yaitu [[Bharata (raja)|Bharata]], serta kakek moyangnya yang bernama [[Yayati]], keturunan [[Pururawa]], yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di [[India]]. Lima suku tersebut diturunkan oleh [[Yadu]], [[Tuwasu]], [[Druhyu]], [[Anu (Hindu)|Anu]], dan [[Puru]]. Leluhur Janamejaya diturunkan oleh Puru. Garis keturunan berlanjut kepada [[Bharata (raja)|Bharata]], [[Kuru (raja)|Kuru]], [[Pratipa]], [[Santanu]], dan keluarga keraton [[Hastinapura]] ([[Pandu]], [[Dretarastra]], [[Pandawa]], [[Korawa]], dan lain-lain).


Raja Janamejaya juga menyuruh Resi [[Wesampayana]] untuk menuturkan kisah Kakek buyutnya yaitu [[Arjuna]], yang bertarung dengan sepupu mereka yaitu para [[Korawa]], yang dipimpin oleh [[Duryodana]]. Pertempuran tersebut kemudian dikenal sebagai [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar di daratan Sang Kuru]] ([[Kurukshetra]]) atau [[Bharatayuddha]] (perang antara keturunan Sang [[Bharata (raja)|Bharata]]).
Janamejaya juga menyuruh [[Wesampayana]] untuk menuturkan kisah Kakek buyutnya yaitu [[Arjuna]], yang bertarung dengan sepupu mereka yaitu para [[Korawa]], yang dipimpin oleh [[Duryodana]]. Pertempuran tersebut kemudian dikenal sebagai [[Perang di Kurukshetra|pertempuran besar di daratan Sang Kuru]] ([[Kurukshetra]]) atau [[Bharatayuddha]] (perang antara keturunan Sang [[Bharata (raja)|Bharata]]).


== Peninggalan Sang Raja ==
== Peninggalan ==


Upacara pengorbanan dilakukan di tepi [[sungai Arind]] di [[Bardan]], sekarang dikenal sebagai [[Parham]]. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai ''Parikshit kund'', masih ada di Distrik [[Mainpuri]]. Di dekat kota tersebut ada ''khera'' yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja [[Parikesit]].
Upacara pengorbanan dilakukan di tepi [[sungai Arind]] di [[Bardan]], sekarang dikenal sebagai [[Parham]]. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai ''Parikshit kund'', masih ada di Distrik [[Mainpuri]]. Di dekat kota tersebut ada ''khera'' yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja [[Parikesit]].


== Keturunan Raja Janamejaya ==
== Keluarga dan keturunan ==


Dalam kitab ''[[Mahabharata]]'', disebutkan bahwa Janamejaya memiliki enam saudara: Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena.<ref>'' Journal of the Department of Letters'' by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2</ref> Janamejaya menikahi Wapustama atau Bamustiman, dan memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika menikahi putri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata.
Janamejaya menikahi Wapustama, dan memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika diangkat sebagai raja menggantikan ayahnya dan menikahi puteri dari [[Kerajaan Wideha]], kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata. Para keturunan Raja Janamejaya tersebut merupakan raja legendaris yang memimpin [[Kerajaan Kuru]], tetapi riwayatnya tidak muncul dalam [[Mahabharata]].

Menurut kitab ''[[Bayupurana]]'' dan ''[[Matsyapurana]]'', terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.<ref>Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, {{ISBN|81-7276-413-8}}, p.278</ref> Menurut sumber lain, Janamejaya digantikan oleh Aswamedadata, cucunya.<ref>{{Cite book |last=Raychaudhuri |first=Hem Channdra |url=http://archive.org/details/politicalhistory00raycuoft |title=Political history of ancient India, from the accession of Parikshit to the extinction of the Gupta dynasty |date=1923 |publisher=Calcutta, Univ. of Calcutta |others=Robarts - University of Toronto}}</ref><ref>{{Cite book |last=Wilson |first=Horace H. |url=https://books.google.com/books?id=0Od1eFINWVkC&dq=aswamedhadatta&pg=PA163 |title=Select Works: "The" Vishnu Purana ; 4 : a system of Hindu mythology and tradition ; translated from the original Sanskrit, and illustrated by notes derived chiefly from other Puranas |date=1868 |publisher=Trübner |language=en}}</ref> Cucu Aswamedadata yaitu Nicaksu mendirikan klan Watsa, percabangan klan Kuru.<ref name="rh">{{cite book |last=Raychaudhuri |first=Hemchandra |title=Political History of Ancient India |publisher=University of Calcutta |year=1972 |location=Calcutta, India}}</ref>{{rp|p.117–8}} <ref>Pargiter, F.E. (1972) ''Ancient Indian Historical Tradition'', Chaunan, Delhi, pp.269-70</ref>


== Tokoh bernama sama ==
== Tokoh bernama sama ==
Baris 80: Baris 76:
== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Taksaka]]
* [[Taksaka]]

== Referensi ==
{{reflist|2}}


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==

Revisi per 21 Mei 2024 06.48

Janamejaya
जनमेजय
Ilustrasi Janamejaya dalam suatu lukisan yang menggambarkan upacara pengorbanan ular, dari Razmnama atau Mahabharata versi bahasa Persia (abad ke-17).
Ilustrasi Janamejaya dalam suatu lukisan yang menggambarkan upacara pengorbanan ular, dari Razmnama atau Mahabharata versi bahasa Persia (abad ke-17).
Tokoh legenda India
NamaJanamejaya
Ejaan Dewanagariजनमेजय
Ejaan IASTJanamejaya
Kitab referensiMahabharata, Bhagawatapurana, dan Purana lainnya.
AsalHastinapura, Kerajaan Kuru
KediamanHastinapura
Kastakesatria
Profesiraja
DinastiKuru
AyahParikesit
IbuIrawati
IstriWapustama/Bamustiman
AnakSatanika

Janamejaya (Dewanagari: जनमेजय; ,IASTJanamejaya, जनमेजय) adalah nama seorang raja yang memerintah Kerajaan Kuru pada Zaman Weda Pertengahan (1000 SM).[1] Bersama Parikesit―ayah sekaligus pendahulunya―ia memegang peranan penting dalam persatuan negeri Kuru, penyusunan sloka-sloka Weda menjadi suatu himpunan, dan pengembangan upacara-upacara srauta yang ortodoks, sehingga mengantarkan negeri Kuru menjadi suatu kawasan politik dan kebudayaan yang dominan di India Utara.

Janamejaya juga disebutkan dalam wiracarita dan kitab legenda yang disusun di kemudian hari, yaitu Mahabharata dan sejumlah Purana. Menurut catatan dalam Mahabharata dan Purana, ia memerintah Kerajaan Kuru dengan pusat pemerintahannya yang bernama Hastinapura. Menurut Mahabharata, ia anak dari Parikesit, yang memiliki enam adik bernama Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena. Ia diangkat menjadi raja pada usia yang masih muda setelah ayahnya tewas digit Naga Taksaka. Janamejaya menyelenggarakan upacara pengorbanan ular demi membalas dendam. Namun, upacara tersebut dibatalkan karena permintaan seorang resi muda bernama Astika. Untuk melipur duka sang raja akibat kegagalannya menyelenggarakan pengorbanan ular, cerita Mahabharata konon dikisahkan oleh Bagawan Wesampayana kepadanya.

Janamejaya juga merupakan leluhur Raja Janamejaya putra Parikesit.

Pustaka Weda

Dalam kitab Aitareya Brāhmaṇa termaktub bahwa Janamejaya merupakan seorang penakluk yang agung, dan purohita-nya (pendeta keluarga) bernama Tura Kawaseya (Kāvaṣeya) memahkotainya sebagai raja dan mengurus upacara aswamedha (korban kuda) yang diselenggarakannya. Tertulis pula bahwa pada suatu upacara ia tidak menggunakan jasa pendeta dari klan Kasyapa (Kaśyapa) melainkan klan Butawira (Bhūtawīra). Kemudian keluarga Asitamrega (Asitamr̥ga) yang merupakan keturunan dari klan Kasyapa digunakan jasanya kembali oleh Janamejaya.

Kitab Śatapatha Brāhmaṇa disebutkan bahwa ia dan para saudaranya—Ugrasena, Bimasena (Bhīmasena), dan Srutasena (Śrutasena)—melaksanakan upacara aswamedha, dipimpin oleh Indrota Daiwapa Sonaka (Daivāpa Śaunaka), untuk membersihkan diri mereka dari kekotoran batin. Kedua kitab Brāhmaṇa tersebut tadi menyatakan bahwa ibukota sang raja adalah Asandiwanta (Āsandīvant).

Kitab Gopatha Brāhmaṇa mengandung cerita yang "absurd" tentang Janamejaya dan dua angsa jantan.[2][3]

Kitab Pañcaviṃśa Brāhmaṇa menyebutkan seseorang bernama Janamejaya yang menjadi pendeta dalam suatu upacara pengorbanan ular, tetapi cendekiawan Macdonell dan Keith menganggapnya sebagai Janamejaya yang berbeda dengan penguasa negeri Kuru.[4]

Dalam legenda

Menurut kitab Mahabharata, Janamejaya adalah putra Raja Parikesit dengan Ratu Madrawati.[5] Ia merupakan cucu kesatria Abimanyu, dan merupakan cicit dari kesatria Arjuna, kesatria masyhur dalam Mahabharata. Ia diangkat menjadi raja setelah ayahnya mangkat. Peran pentingnya dalam Mahabharata ialah sebagai pendengar bagi narasi tentang para leluhur Janamejaya, yang disampaikan oleh Wesampayana, murid Byasa. Wesampayana menceritakan kisah para leluhur Janamejaya setelah sang raja gagal melangsungkan sarpa satra (upacara pengorbanan ular) yang diadakan untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Sebelumnya, isi Mahabharata telah dituturkan oleh Byasa kepada Wesampayana.[6]

Upacara pengorbanan ular

Ilustrasi dari tahun 1920-an, menggambarkan Sarpasatra yang dilangsungkan Raja Janamejaya.

Dalam Adiparwa, himpunan pertama Mahabharata dikisahkan bahwa Janamejaya menaklukkan daerah Taksasila (Taxila). Di sana, sang raja bertemu seorang brahmana bernama Utangka. Ia memberitahu Janamejaya bahwa seekor naga bernama Taksaka bertanggung jawab atas kematian Parikesit, ayah sang raja.[7] Janamejaya meneliti kebenaran cerita tersebut, dan para menterinya membenarkan. Akhirnya ia mengadakan upacara pengorbanan ular untuk menyapu seluruh spesies mereka dari muka Bumi. Upacara tersebut dikenal dengan sebutan Sarpasatra atau Sarpahoma.[8]

Setelah sarana dan prasarana sudah lengkap, sang raja menyelenggarakan upacara. Api di tungku pengorbanan berkobar-kobar. Dengan mantra-mantra suci yang dibacakan oleh para brahmana, beribu-ribu ular (naga) melayang di langit (bagaikan terhisap) dan lenyap ditelan api pengorbanan. Pada saat pengorbanan berlangsung, munculah seorang brahmana bernama Astika. Ia memohon dengan sangat tulus kepada Maharaja Janamejaya agar menghentikan pengorbanan ular tersebut. ia mengatakan bahwa upacara tersebut tidak pantas untuk dilakukan. Karena merasa terharu dengan ketulusan Astika, Janamejaya menghentikan upacaranya.

Setelah Astika menggagalkan upacara yang dilangsungkan sang raja, Janamejaya merasa kecewa karena upacaranya tidak sempurna. Sebagai gantinya, Resi Wesampayana menuturkan sebuah kisah panjang untuk sang raja, yaitu kisah para kakek buyutnya―Pandawa dan Korawa―hingga pertempuran besar di Kurukshetra.

Penuturan Mahabharata

Sesuai keinginan Janamejaya, Wesampayana memulai dari kisah para leluhur sang raja, yaitu Bharata, serta kakek moyangnya yang bernama Yayati, keturunan Pururawa, yang menurunkan lima putra dan mendirikan lima suku besar di India. Lima suku tersebut diturunkan oleh Yadu, Tuwasu, Druhyu, Anu, dan Puru. Leluhur Janamejaya diturunkan oleh Puru. Garis keturunan berlanjut kepada Bharata, Kuru, Pratipa, Santanu, dan keluarga keraton Hastinapura (Pandu, Dretarastra, Pandawa, Korawa, dan lain-lain).

Janamejaya juga menyuruh Wesampayana untuk menuturkan kisah Kakek buyutnya yaitu Arjuna, yang bertarung dengan sepupu mereka yaitu para Korawa, yang dipimpin oleh Duryodana. Pertempuran tersebut kemudian dikenal sebagai pertempuran besar di daratan Sang Kuru (Kurukshetra) atau Bharatayuddha (perang antara keturunan Sang Bharata).

Peninggalan

Upacara pengorbanan dilakukan di tepi sungai Arind di Bardan, sekarang dikenal sebagai Parham. Sebuah kolam batu konon dibangun oleh Maharaja Janamejaya untuk menandai lokasi upacara, dikenal sebagai Parikshit kund, masih ada di Distrik Mainpuri. Di dekat kota tersebut ada khera yang besar dan tinggi berisi reruntuhan sebuah benteng dan beberapa pahatan di atas batu ditemukan. Konon berasal dari zaman Maharaja Parikesit.

Keluarga dan keturunan

Dalam kitab Mahabharata, disebutkan bahwa Janamejaya memiliki enam saudara: Kaksasena, Ugrasena, Citrasena, Indrasena, Susena, dan Nakasena.[9] Janamejaya menikahi Wapustama atau Bamustiman, dan memiliki dua putra bernama Satanika dan Sankukarna. Satanika menikahi putri dari Kerajaan Wideha, kemudian memiliki seorang putra bernama Aswamedadata.

Menurut kitab Bayupurana dan Matsyapurana, terjadi perselisihan antara dia dengan Wesampayana. Kemungkinannya, setelah perselisihan tersebut, ia makzul lalu digantikan oleh putranya, Satanika.[10] Menurut sumber lain, Janamejaya digantikan oleh Aswamedadata, cucunya.[11][12] Cucu Aswamedadata yaitu Nicaksu mendirikan klan Watsa, percabangan klan Kuru.[13]:p.117–8 [14]

Tokoh bernama sama

Selain Janamejaya putera Parikesit, terdapat Janamejaya lain yang merupakan:

  • Seorang tokoh dalam Mahabharata, putra Puru dan Kosalya, leluhur Pandawa dan Korawa. Janamejaya melangsungkan upacara aswamedha sebanyak tiga kali, sebelum dia mangkat. Janamejaya menikah dengan Ananta, dan memiliki putra bernama Pracinwan.
Didahului oleh:
Puru
Raja Dinasti Candra
ke-6
Diteruskan oleh:
Pracinwan

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Michael Witzel (1989), Tracing the Vedic dialects in Dialectes Dans Les literatures Indo-Aryennes ed. Caillat, Paris, 97–265.
  2. ^ Macdonell, Arthur Anthony; Keith, Arthur Berriedale (1912). Vedic Index of Names and Subjects. I. John Murray. hlm. 72, 78–79, 273–274, 314. 
  3. ^ Raychaudhuri 1923, hlm. 11.
  4. ^ Macdonell, Arthur Anthony; Keith, Arthur Berriedale (1912). Vedic Index of Names and Subjects. I. John Murray. hlm. 78–79, 273–274, 314. 
  5. ^ Raychaudhuri 2006, hlm. 15, 35n.
  6. ^ Vaidya P.L. and A.D. Pusalkar (1962, reprint 2003). The Mahabharata: Its History and Character in S. Radhakrishnan (ed.) The Cultural Heritage of India, Vol.II, Kolkata: The Ramakrishna Mission Institute of Culture, ISBN 81-85843-03-1, p.60
  7. ^ Mani, Vettam (1975). Puranic Encyclopaedia: A Comprehensive Dictionary With Special Reference to the Epic and Puranic Literature. Delhi: Motilal Banarsidass. ISBN 0-8426-0822-2. 
  8. ^ "Section L (Astika Parva continued) Mahabharata". Sacred texts.com. 
  9. ^ Journal of the Department of Letters by University of Calcutta (Dept. of Letters), Publ. Calcutta University Press, 1923, p2
  10. ^ Misra, V.S. (2007). Ancient Indian Dynasties, Mumbai: Bharatiya Vidya Bhavan, ISBN 81-7276-413-8, p.278
  11. ^ Raychaudhuri, Hem Channdra (1923). Political history of ancient India, from the accession of Parikshit to the extinction of the Gupta dynasty. Robarts - University of Toronto. Calcutta, Univ. of Calcutta. 
  12. ^ Wilson, Horace H. (1868). Select Works: "The" Vishnu Purana ; 4 : a system of Hindu mythology and tradition ; translated from the original Sanskrit, and illustrated by notes derived chiefly from other Puranas (dalam bahasa Inggris). Trübner. 
  13. ^ Raychaudhuri, Hemchandra (1972). Political History of Ancient India. Calcutta, India: University of Calcutta. 
  14. ^ Pargiter, F.E. (1972) Ancient Indian Historical Tradition, Chaunan, Delhi, pp.269-70

Pranala luar


Didahului oleh:
Parikesit
Raja Hastinapura
Dinasti Kuru
Diteruskan oleh:
Satanika