Lompat ke isi

Garuda Indonesia Penerbangan 421: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
k Bot: Penggantian teks otomatis (-Analisa +Analisis)
Baris 23: Baris 23:
'''Garuda 421''' terbang dari pulau wisata Lombok di Indonesia sekitar 0800 UTC. Menurut informasi yang didapat selama penyelidikan , tinggal landas, climb dan cruise selama penerbangan dilaporkan cerah. Pilot melaporkan saat descent awal dari ketinggian (FL) 310 (kurang lebih 31,000 kaki), mereka memutuskan untuk mengambil rute lain karena mereka melihat ada nya badai dalam rute perjalanan yang sudah direncanakan. Badai ini terlihat dari radar cuaca di dalam pesawat.
'''Garuda 421''' terbang dari pulau wisata Lombok di Indonesia sekitar 0800 UTC. Menurut informasi yang didapat selama penyelidikan , tinggal landas, climb dan cruise selama penerbangan dilaporkan cerah. Pilot melaporkan saat descent awal dari ketinggian (FL) 310 (kurang lebih 31,000 kaki), mereka memutuskan untuk mengambil rute lain karena mereka melihat ada nya badai dalam rute perjalanan yang sudah direncanakan. Badai ini terlihat dari radar cuaca di dalam pesawat.


Analisa dari data penerbangan digital ([[DFDR]]) dan gambar yang diperoleh dari satelit [[NOAA-12]] menunjukan bawa penerbangan telah memasuki badai sewwaktu kru pesawat memulai untuk merubah rute dari rute normal menuju [[Yogyakarta]]. Data satelit menunjukan pesawat memasuki daerah dengan cuaca buruk sekitar 0918 UTC. Cuaca sangat buruk dan badai juga terakam dalam rekaman percakapan di dalam kokpit ([[CVR]]) . Data dari pencitraan satelit, CVR dan DFDR serta pernyataan pilot menunjukan sebelum pesawat memasuki kawasan badai, pesawat menuju selatan dan terbang menuju ke celah anatara dua badai. Pilot melaporkan bahwa mereka mencoba terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat. Setelah 90 detik memasuki badai, kedua mesin pesawat mati, CVR dan DFDR berhenti merekam karena kehilangan listrik dari generator yang berada di kedua mesin pesawat. Pilot mencoba tiga kali menghidupkan kembali mesin pesawat namun gagal dan memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di sungai [[Bengawan Solo]].
Analisis dari data penerbangan digital ([[DFDR]]) dan gambar yang diperoleh dari satelit [[NOAA-12]] menunjukan bawa penerbangan telah memasuki badai sewwaktu kru pesawat memulai untuk merubah rute dari rute normal menuju [[Yogyakarta]]. Data satelit menunjukan pesawat memasuki daerah dengan cuaca buruk sekitar 0918 UTC. Cuaca sangat buruk dan badai juga terakam dalam rekaman percakapan di dalam kokpit ([[CVR]]) . Data dari pencitraan satelit, CVR dan DFDR serta pernyataan pilot menunjukan sebelum pesawat memasuki kawasan badai, pesawat menuju selatan dan terbang menuju ke celah anatara dua badai. Pilot melaporkan bahwa mereka mencoba terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat. Setelah 90 detik memasuki badai, kedua mesin pesawat mati, CVR dan DFDR berhenti merekam karena kehilangan listrik dari generator yang berada di kedua mesin pesawat. Pilot mencoba tiga kali menghidupkan kembali mesin pesawat namun gagal dan memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di sungai [[Bengawan Solo]].


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 19 Januari 2012 00.23

Garuda Indonesia Penerbangan 421
Ringkasan kecelakaan
Tanggal16 Januari 2002
RingkasanMesin mati
LokasiBengawan Solo
Penumpang54
Awak6
Cedera22
Tewas1
Selamat59
Jenis pesawatBoeing 737-300
OperatorGaruda Indonesia
RegistrasiPK-GWA
AsalBandar Udara Selaparang, Kota Mataram
TujuanBandar Udara Adisucipto, Kota Yogyakarta

Pada 16 Januari 2002, sekitar 0920 UTC, Garuda Indonesia Airlines dengan nomor penerbangan 421, sebuah Boeing 737-300 dengan registrasi PK-GWA menggunakan dua mesin turbofan CFM56-3B1 , mengalami dual-engine flameout (power loss) dalam approach menuju kota Yogyakarta di pulau Jawa, Indonesia. Setelah mencoba beberapa kali untuk menghidupkan mesin, kru pesawat melakukan pnedaratan darurat di sungai Bengawan Solo dekat deangan kota Solo di pulau Jawa. Dari total 60 orang di atas pesawat, satu awak kabin tewas dan 12 penumpang mengalami luka fatal dan 10 penumpang mengalami luka ringan.

Garuda 421 terbang dari pulau wisata Lombok di Indonesia sekitar 0800 UTC. Menurut informasi yang didapat selama penyelidikan , tinggal landas, climb dan cruise selama penerbangan dilaporkan cerah. Pilot melaporkan saat descent awal dari ketinggian (FL) 310 (kurang lebih 31,000 kaki), mereka memutuskan untuk mengambil rute lain karena mereka melihat ada nya badai dalam rute perjalanan yang sudah direncanakan. Badai ini terlihat dari radar cuaca di dalam pesawat.

Analisis dari data penerbangan digital (DFDR) dan gambar yang diperoleh dari satelit NOAA-12 menunjukan bawa penerbangan telah memasuki badai sewwaktu kru pesawat memulai untuk merubah rute dari rute normal menuju Yogyakarta. Data satelit menunjukan pesawat memasuki daerah dengan cuaca buruk sekitar 0918 UTC. Cuaca sangat buruk dan badai juga terakam dalam rekaman percakapan di dalam kokpit (CVR) . Data dari pencitraan satelit, CVR dan DFDR serta pernyataan pilot menunjukan sebelum pesawat memasuki kawasan badai, pesawat menuju selatan dan terbang menuju ke celah anatara dua badai. Pilot melaporkan bahwa mereka mencoba terbang di celah antara dua badai yang dapat dilihat dari radar cuaca pesawat. Setelah 90 detik memasuki badai, kedua mesin pesawat mati, CVR dan DFDR berhenti merekam karena kehilangan listrik dari generator yang berada di kedua mesin pesawat. Pilot mencoba tiga kali menghidupkan kembali mesin pesawat namun gagal dan memutuskan untuk melakukan pendaratan darurat di sungai Bengawan Solo.

Lihat pula

Pranala luar