Lompat ke isi

Masjid Al-Baitul Qadim: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 8: Baris 8:


Sya'ban bin Sanga merupakan warga Muslim pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Timor. Dia datang dari Desa [[Menanga, Solor Timur, Flores Timur|Menanga]], [[Kabupaten Flores Timur]], [[NTT]].<ref>[http://www.beritadaerah.com/artikel.php?pg=artikel_bali&id=12229&sub=Artikel&page=3 Berita Daerah - Al-Baitul Qadim dan Kerukunan Beragama di NTT]</ref>
Sya'ban bin Sanga merupakan warga Muslim pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Timor. Dia datang dari Desa [[Menanga, Solor Timur, Flores Timur|Menanga]], [[Kabupaten Flores Timur]], [[NTT]].<ref>[http://www.beritadaerah.com/artikel.php?pg=artikel_bali&id=12229&sub=Artikel&page=3 Berita Daerah - Al-Baitul Qadim dan Kerukunan Beragama di NTT]</ref>

Sya'ban bin Sanga memiliki 3 (tiga) orang putra yang dikemudian diwakafkan untuk melakukan pengurusan Masjid Agung Al Baitul Qadim hingga anak cucu keturunan mereka dan mereka adalah: Birando anak tertua diwakafkan untuk menjadi Imam Masjid, Abdullah anak kedua diwakafkan untuk menjadi Khatib Masjid dan Bofeiq anak terakhir diwakafkan untuk menjadi Bilal Masjid. Dan pewakafan ini masih tetap dijunjung tinggi oleh anak keturunan mereka.


Pada tahun [[1984]], oleh Imam Masjid turunan ketujuh, Birando bin Tahir, melakukan pemugaran semata untuk melestarikan keberadaannya sebagai bangunan tertua.
Pada tahun [[1984]], oleh Imam Masjid turunan ketujuh, Birando bin Tahir, melakukan pemugaran semata untuk melestarikan keberadaannya sebagai bangunan tertua.

Revisi per 19 April 2012 03.18

Masjid Agung Al-Baitul Qadim adalah sebuah masjid yang terletak di Kelurahan Air Mata, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Masjid ini berusia lebih dari 200 tahun, dan merupakan masjid tertua di Pulau Timor.[1]

Walau usianya telah memasuki dua abad lebih, sebagian ruangan rumah ibadah ini di lantai satu masih menampakkan keasliannya, kecuali dipugar dengan menambahkan menjadi dua lantai.

Sejarah

Menurut H. Mustafa, seorang penjaga Masjid Agung Al Baitul Qadim, masjid ini dibangun oleh Sya'ban bin Sanga pada tahun 1806 secara gotong royong antara jemaah dan penduduk setempat yang terdiri dari orang Flores Timur dan penduduk etnis Timor, dan dijadikan sebagai tempat untuk menyebarkan agama Islam di Pulau Timor. Dalam perjalanannya melakukan penyebaran agama Islam, bersama warga setempat, Sya'ban bin Sanga membangun masjid pada tahun 1806 dan selesai tahun 1812.

Sya'ban bin Sanga merupakan warga Muslim pertama yang menginjakkan kakinya di Pulau Timor. Dia datang dari Desa Menanga, Kabupaten Flores Timur, NTT.[2]

Sya'ban bin Sanga memiliki 3 (tiga) orang putra yang dikemudian diwakafkan untuk melakukan pengurusan Masjid Agung Al Baitul Qadim hingga anak cucu keturunan mereka dan mereka adalah: Birando anak tertua diwakafkan untuk menjadi Imam Masjid, Abdullah anak kedua diwakafkan untuk menjadi Khatib Masjid dan Bofeiq anak terakhir diwakafkan untuk menjadi Bilal Masjid. Dan pewakafan ini masih tetap dijunjung tinggi oleh anak keturunan mereka.

Pada tahun 1984, oleh Imam Masjid turunan ketujuh, Birando bin Tahir, melakukan pemugaran semata untuk melestarikan keberadaannya sebagai bangunan tertua. Pemugaran ini dilakukan Birando bin Tahir atas persetujuan jemaah setempat, dengan sejumlah alasan, di antaranya bertambah pesatnya warga Muslim dam Muslimah. Pemugaran itu juga didasarkan pada kondisi rumah ibadah tertua ini tidak layak lagi dipandang, karena sebagian dinding dan atap mengalami perapuhan, sehingga perlu direnovasi, tanpa menghilangkan keasliannya yang tetap nampak pada sebagian dinding ruangan yang hingga kini masih ada.

Masjid pemersatu

Masjid ini merupakan pemersatu warga Muslim dengan non-muslim, ketika melalukan berbagai upacara keagamaan hingga melibatkan seluruh unsur etnis agama lain di daerah Kota Kupang dan sekitarnya. Karena itu tak heran kalau masjid ini banyak didatangi warga luar NTT untuk mengetahui keberadaan mesjid yang tergolong tertua di wilayah Pulau Timor ini, dan sekaligus mejadi objek wisata rohani di Kota Kupang, saat ini.

Masjid dengan arsitektur khas yang menggabungkan unsur budaya Flores Timur dengan Arab itu merupakan simbol perlawanan warga Airmata terhadap penjajahan Belanda dan Jepang.[3] Bahkan kaum penjajah kala itu mencoba menghancurkan masjid tersebut namun selalu gagal.

Masjid Agung Al Baitul Qadim yang unik, kini telah menurunkan tujuh Imam Kepala Pendahulu diantaranya, Birando bin Sya Ban, Ali bin Birando, Djamaludin, Abdul Gani, Tahin bin Ali Birando dan Birando bin Tahir.

Referensi