Lompat ke isi

Kemahakuasaan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Synthebot (bicara | kontrib)
k r2.6.4) (bot Membuang: pl:Omnipotencja
Botrie (bicara | kontrib)
k Robot: Perubahan kosmetika
Baris 6: Baris 6:
Kemahakuasaan Allah bisa dilihat dari beberapa sifatnya yang lain, misalnya dalam hal kehendak dan pengetahuan.<ref name="Torrance"/> Allah mengetahui semuanya dan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh siapa pun dalam bertindak.<ref name="Torrance"/> Dua sifat ini bukan hanya figur yang tanpa realitas, namun sangat nyata dialami oleh umat manusia.<ref name="Torrance">{{en}}Karl Barth,Geoffrey William Bromiley,Thomas Forsyth Torrance., ''Church dogmatics, Volume 2,Bagian 1'', New York: T&T Clark International, 2004</ref>
Kemahakuasaan Allah bisa dilihat dari beberapa sifatnya yang lain, misalnya dalam hal kehendak dan pengetahuan.<ref name="Torrance"/> Allah mengetahui semuanya dan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh siapa pun dalam bertindak.<ref name="Torrance"/> Dua sifat ini bukan hanya figur yang tanpa realitas, namun sangat nyata dialami oleh umat manusia.<ref name="Torrance">{{en}}Karl Barth,Geoffrey William Bromiley,Thomas Forsyth Torrance., ''Church dogmatics, Volume 2,Bagian 1'', New York: T&T Clark International, 2004</ref>


==referensi==
== referensi ==
{{reflist}}
{{reflist}}



[[Kategori:Tuhan]]
[[Kategori:Tuhan]]

Revisi per 29 Mei 2012 20.47

Allah digambarkan dapat berbuat apa saja karena dia omnipoten

Omnipoten adalah sifat yang dikenakan kepada Allah yang berarti Maha Kuasa.[1] Kemahakuasaan Allah sehingga Dia begitu bebas dan tidak terpengaruh apa pun dan siapa pun dari luar diri-Nya sendiri.[1] Dengan sifat ini, Allah diandaikan punya daya kreatif yang mutlak, tidak tergantung pada semua materi yang ada sehingga Dia benar-benar tidak dapat dibatasi.[1] Sedangkan manusia dan ciptaan selalu dibatasi oleh Allah.[1]

Omnipotensi Allah juga selalu menuntut keselarasan ciptaan dalam sifat-sifatnya, tidak ada kontradiksi antar pencipta dan yang diciptakan.[1] Maka jika Allah itu kudus, maka tidak mungkin Allah tidak kudus, begitulah Allah juga tidak memiliki kontradiksi dalam Dirinya.[1] Kemahakuasaan Allah juga mempu mengangkat manusia yang terbatas itu melampaui kodratnya sehingga manusia dapat menjadi manusia rohani.[1]

Kemahakuasaan Allah bisa dilihat dari beberapa sifatnya yang lain, misalnya dalam hal kehendak dan pengetahuan.[2] Allah mengetahui semuanya dan Allah juga tidak dapat dibatasi oleh siapa pun dalam bertindak.[2] Dua sifat ini bukan hanya figur yang tanpa realitas, namun sangat nyata dialami oleh umat manusia.[2]

referensi

  1. ^ a b c d e f g (Indonesia)Lorens Bagus., Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000
  2. ^ a b c (Inggris)Karl Barth,Geoffrey William Bromiley,Thomas Forsyth Torrance., Church dogmatics, Volume 2,Bagian 1, New York: T&T Clark International, 2004