Stoikisme: Perbedaan antara revisi
BP21Danang (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
BP21Danang (bicara | kontrib) Tidak ada ringkasan suntingan Tag: BP2014 |
||
Baris 5: | Baris 5: | ||
==Tokoh-tokoh Stoikisme== |
==Tokoh-tokoh Stoikisme== |
||
Semenjak Zeno dari Citium mendirikan sekolah Stoa atau Stoikismenya, ajarannya mempengaruhi banyak pemikir Yunani waktu itu, misalnya [[Chrisipus]] dari Soli, [[Cleanthes dari Assos]], Lucius Annaeus [[Seneca]] atau Seneca Junior, [[Cicero]], [[Epictetus]], dan [[Marcus Aurelius]].<ref name="Sandbach"></ref> <ref name="Long"></ref> Samuel Enoch Stumph menulis (Stumph 1975, 119), rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika Socrates, khususnya keberanian [[Socrates]] dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela. |
Semenjak Zeno dari Citium mendirikan sekolah Stoa atau Stoikismenya, ajarannya mempengaruhi banyak pemikir Yunani waktu itu, misalnya [[Chrisipus]] dari Soli, [[Cleanthes dari Assos]], Lucius Annaeus [[Seneca]] atau Seneca Junior, [[Cicero]], [[Epictetus]], dan [[Marcus Aurelius]].<ref name="Sandbach"></ref> <ref name="Long"></ref> Samuel Enoch Stumph menulis (Stumph 1975, 119), rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika Socrates, khususnya keberanian [[Socrates]] dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela.<ref name="Sandbach"></ref> Tindakan ini seolah menjadi gambaran ajaran Stoa dalam etika, bahwa seseorang tidak perlu terbawa emosi negatif [[pathos]], namun bahagia dengan kemerdekaan penuh, termasuk menerima cara kematian.<ref name="Stumph"></ref> |
||
Prinsip dan ajaran Stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog [[Kristen]] dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu [[Baruch Spinoza]], [[Bishop Buttler]], [[Immanuel Kant]],<ref name="Long"></ref> dan Helmur Richard Niebuhr. <ref name="Niebuhr1"></ref> |
Prinsip dan ajaran Stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog [[Kristen]] dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu [[Baruch Spinoza]], [[Bishop Buttler]], [[Immanuel Kant]],<ref name="Long"></ref> dan Helmur Richard Niebuhr. <ref name="Niebuhr1"></ref> |
Revisi per 2 April 2014 15.13
Artikel ini merupakan artikel yang dikerjakan oleh Peserta Kompetisi Menulis Bebaskan Pengetahuan 2014 yakni BP21Danang (bicara). Untuk sementara waktu (hingga 25 April 2014), guna menghindari konflik penyuntingan, dimohon jangan melakukan penyuntingan selama pesan ini ditampilkan selain oleh Peserta dan Panitia. Peserta kompetisi harap menghapus tag ini jika artikel telah selesai ditulis atau dapat dihapus siapa saja jika kompetisi telah berakhir. Tag ini diberikan pada 1 April 2014. Halaman ini terakhir disunting oleh BP21Danang (Kontrib • Log) 3834 hari 342 menit lalu. |
Stoikisme di dalam bahasa Indonesia juga disebut Stoa (bahasa Yunani: Στοά) adalah suatu mazhab filsafat Hellenistik yang didirikan di Athena, Yunani, oleh Zeno dari Citium pada awal abad ke-3 SM. [1] [2] [3] Stoikisme populer hingga lima abad, hingga abad 3M, dan selanjutnya mempengaruhi banyak pemikir Kristen, baik dalam dunia akademis maupun sikap hidup.[3] Fokus filsafat Stoikisme adalah dalam bidang etika, menurut filsuf Jerman bernama Dilthey, Stoikisme adalah filafat terkuat dan terlama yang dapat diterima ketimbang filsfat lainnya.[3] Stoa memiliki perbedaan tajam dengan gagasan intelektual tua lainnya, yaitu epikureanisme dan skeptisisme, dan Stoikisme merupakan aliran filsafat yang paling berhasil dan sangat berpengaruh dalam aliran filsafat Yunani Kuno karena relevansinya terhadap sikap manusia dan sistem pemerintahan saat itu.[1]
Tokoh-tokoh Stoikisme
Semenjak Zeno dari Citium mendirikan sekolah Stoa atau Stoikismenya, ajarannya mempengaruhi banyak pemikir Yunani waktu itu, misalnya Chrisipus dari Soli, Cleanthes dari Assos, Lucius Annaeus Seneca atau Seneca Junior, Cicero, Epictetus, dan Marcus Aurelius.[3] [1] Samuel Enoch Stumph menulis (Stumph 1975, 119), rupanya Zeno muda telah terinspirasi oleh ajaran etika Socrates, khususnya keberanian Socrates dalam menempuh jalan kematian dengan sukarela.[3] Tindakan ini seolah menjadi gambaran ajaran Stoa dalam etika, bahwa seseorang tidak perlu terbawa emosi negatif pathos, namun bahagia dengan kemerdekaan penuh, termasuk menerima cara kematian.[2]
Prinsip dan ajaran Stoikisme banyak mempengaruhi pemikiran para teolog Kristen dan filsuf di sepanjang abad, bahkan hingga saat sekarang, dan warisan yang menyolok dari filsafat Stoikisme adalah tentang hidup etis dengan moralitas yang baik, seperti diwarisi oleh beberapa pemikir, yaitu Baruch Spinoza, Bishop Buttler, Immanuel Kant,[1] dan Helmur Richard Niebuhr. [4]
Inti-inti Ajaran Stoikisme
Orang-orang Stoik percaya bahwa emosi yang menghancurkan dihasilkan dari keputusan yang salah, dan bahwa seorang sage, atau orang yang memiliki "kesempurnaan moral dan intelektual," tidak akan pernah mengalami emosi-emosi yang merusak kebahagiaan, misalnya marah berlebihan, panik berlebihan, sedih berlebihan, dsb.[5] Seorang Stoik, seperti kata Epictetus hendaknya manusia tidak banyak bicara tentang ide-ide besar, apalagi kepada orang-orang awam, melainkan bertindak selaras dengan apa yang dipikirkannya tentang kebaikan.[6]
Ajaran Stoa berpijak pada tiga elemen yang meminjam cara berfilsafat aliran filsafat sekolah milik Aristoteles, Akademia, yakni logika atau rasio, materi atau fisika, dan etika .[1] F.H. Sandbach dalam bukunya The Stoics mengulas dengan komprehensif tema-tema inti ajaran Stoa, yaitu tentang sistem etika, fisika, dan logika [3] yang sangat mempertimbangkan dimensi manusia sebagai fokus utama, di antaranya mengenai takdir, kehendak bebas, pemeliharaan Ilahi, dan kejahatan.[3]
Ajaran Stoa yang paling menonjol adalah bagaimana manusia bertindak menurut keteraturan hukum alam yang diselenggarakan yang Ilahi.[3] Cleanthes menulis beberapa versi dalam ekspresi gamblang sebuah daya tarik elemen yang didesakkan oleh imannya,
Lead me, O Zeus, and lead me thou, O Fate,
Unto that place where you have stationed me: I shall not flinch, but follow: and if become
Wicked I should refuse, I still must follow
Sikap hidup yang menyelaraskan diri dengan kehendak ilahi yang tampak dalam sikap hidup menyelaraskan diri dengan keteraturan alam ini disebut sebagai etika katekontik. Dalam Stoa mula-mula, ajaran Stoa tidak pernah melepaskan diri dari keberadaan para dewa-dewa dalam miologi Yunani Kuno, dan mempengaruhi pemikir Kristen dalam berpikir selalu melibatkan Sang Ilahi, yaitu Allah.[1] Tokoh etika terkenal dari Amerika yang sangat dipengaruhi oleh cara berpikir Stoa misalnya Helmut Richard Niebuhr.[4] Selain Niebuhr membangun diskursus etika yang sangat radikal mengakui peran Ilahi dalam berbagai peristiwa kehidupan dunia yang nampak dalam salah satu karyanya berjudul Radical Monotheism, Niebuhr juga sangat menekankan tindakan manusia untuk tidak secara dikotomis memisahkan unsur-unsur alam secara bertentangan, yang kemudian hanya akan melahirkan permusuhan antar manusia.[4] Niebuhr mengajak manusia menyelaraskan diri terhadap perubahan-perubahan dalam masyarakat dengan tidak panik, tidak melakukan perlawanan yang menghasilkan kekerasan, melainkan mengajak manusia bertindak bertanggungjawab mulai dari diri sendiri.[4]
Etika Stoikisme
Etika Stoikisme
Catatan kaki
- ^ a b c d e f (Inggris)A.A Long., Hellenistic Philosophy,Los Angeles: University of California Press, 1974
- ^ a b (Inggris) Samuel Enoch Stumph., Socrates to Sartre: A History of Philosophy,New York: McGraw-Hill, Inc, 1966
- ^ a b c d e f g h (Inggris) F. H. Sandbach., The Stoics, London: Bristol Classical Press, 1989
- ^ a b c d (Inggris)H.R. Niebuhr., Responsible Self,New York: Harper and Row, 1963
- ^ Stoicism, Stanford Encyclopedia of Philosophy.
- ^ (Inggris) A. Setyo Wibowo., Stoikisme,Jakarta: Jurnal Filsfat Driyarkara: Senat Mahasiswa STF Driyarkara, 2013