Lompat ke isi

Ekstraksi resin: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Wie146 (bicara | kontrib)
k chg loc
Wie146 (bicara | kontrib)
k +pic
Baris 1: Baris 1:
[[Berkas:pecher.jpg|thumb|right|Pohon yang sedang diambil resinnya]]
[[Berkas:pecher.jpg|thumb|right|Pohon yang sedang diambil resinnya]]
[[Berkas:Repong damar 010813 kry.jpg|thumb|230px|Pohon [[damar mata-kucing]] di Krui yang berlubang-lubang, tempat mengekstraksi resin]]
'''Ekstraksi resin''' adalah aktivitas pengambilan [[resin]] dari batang [[kayu]] [[pohon]] [[konifer]]. Ekstraksi berbeda dengan penyadapan (''tapping'') yang dilakukan terhadap pohon [[karet]], sama halnya dengan resin yang tidak sama dengan [[lateks]]. Resin memiliki konstituen utama [[terpena]] sedangkan lateks memiliki komposisi yang amat beragam.
'''Ekstraksi resin''' adalah aktivitas pengambilan [[resin]] dari batang [[kayu]] [[pohon]] [[konifer]]. Ekstraksi berbeda dengan penyadapan (''tapping'') yang dilakukan terhadap pohon [[karet]], sama halnya dengan resin yang tidak sama dengan [[lateks]]. Resin memiliki konstituen utama [[terpena]] sedangkan lateks memiliki komposisi yang amat beragam.


Ekstraksi resin secara industri biasanya memanfaatkan [[asam sulfur]] sebagai stimulan yang diberikan kepada pohon pinus untuk meningkatkan jumlah resin yang dikeluarkan, namun asam sulfur memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Larutan [[jeruk nipis]] dapat dijadikan pengganti bagi asam sulfur.<ref>{{cite journal |title = Peningkatan produktivitas getah pinus melalui penggunaan stimulansia cairan jeruk nipis dan lengkuas |author = Matangaran, Juang Rata; Santosa, Sunawan; Aziz, Ferra |journal = Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan [[Institut Pertanian Bogor|IPB]] |date = 2012 |url = http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/65653}}</ref>
Ekstraksi resin secara industri biasanya memanfaatkan [[asam sulfur]] sebagai stimulan yang diberikan kepada pohon pinus untuk meningkatkan jumlah resin yang dikeluarkan, namun asam sulfur memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Larutan [[jeruk nipis]] dapat dijadikan pengganti bagi asam sulfur.<ref>{{cite journal |title = Peningkatan produktivitas getah pinus melalui penggunaan stimulansia cairan jeruk nipis dan lengkuas |author = Matangaran, Juang Rata; Santosa, Gunawan; Aziz, Ferra |journal = Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan [[Institut Pertanian Bogor|IPB]] |date = 2012 |url = http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/65653}}</ref>


Di Austria, aktivitas ekstraksi resin (yang disebut dengan ''pecherei'', dengan "''pech''" yang memiliki arti "resin") mendapatkan pengakuan sebagai [[warisan budaya]] oleh UNESCO pada tahun 2011.<ref>{{cite web |url = http://nationalagentur.unesco.at/cgi-bin/unesco/element.pl?eid=59 |title = Pecherei in Niederösterreich, Nationalagentur für das Immaterielle Kulturerbe |accessdate = 3 April 2011}}</ref>
Di Austria, aktivitas ekstraksi resin (yang disebut dengan ''pecherei'', dengan "''pech''" yang memiliki arti "resin") mendapatkan pengakuan sebagai [[warisan budaya]] oleh UNESCO pada tahun 2011.<ref>{{cite web |url = http://nationalagentur.unesco.at/cgi-bin/unesco/element.pl?eid=59 |title = Pecherei in Niederösterreich, Nationalagentur für das Immaterielle Kulturerbe |accessdate = 3 April 2011}}</ref>

Revisi per 16 Agustus 2015 23.38

Pohon yang sedang diambil resinnya
Pohon damar mata-kucing di Krui yang berlubang-lubang, tempat mengekstraksi resin

Ekstraksi resin adalah aktivitas pengambilan resin dari batang kayu pohon konifer. Ekstraksi berbeda dengan penyadapan (tapping) yang dilakukan terhadap pohon karet, sama halnya dengan resin yang tidak sama dengan lateks. Resin memiliki konstituen utama terpena sedangkan lateks memiliki komposisi yang amat beragam.

Ekstraksi resin secara industri biasanya memanfaatkan asam sulfur sebagai stimulan yang diberikan kepada pohon pinus untuk meningkatkan jumlah resin yang dikeluarkan, namun asam sulfur memiliki dampak negatif bagi lingkungan. Larutan jeruk nipis dapat dijadikan pengganti bagi asam sulfur.[1]

Di Austria, aktivitas ekstraksi resin (yang disebut dengan pecherei, dengan "pech" yang memiliki arti "resin") mendapatkan pengakuan sebagai warisan budaya oleh UNESCO pada tahun 2011.[2]

Di wilayah Krui (dahulu Kabupaten Lampung Barat, kini Pesisir Barat) masyarakat memiliki sistem manajemen hutan tersendiri untuk menghasilkan resin damar secara adat dan menjualnya. Sistem ini disebut dengan repong.[3]

Referensi

  1. ^ Matangaran, Juang Rata; Santosa, Gunawan; Aziz, Ferra (2012). "Peningkatan produktivitas getah pinus melalui penggunaan stimulansia cairan jeruk nipis dan lengkuas". Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan IPB. 
  2. ^ "Pecherei in Niederösterreich, Nationalagentur für das Immaterielle Kulturerbe". Diakses tanggal 3 April 2011. 
  3. ^ Tanziha, Ikeu; Baliwati, Yayuk Farida; Manesa, Jimmy (2008). "Ketahanan pangan rumah tangga di desa panghasil damar Kabupaten Lampung Barat". Jurnal Gizi dan Pangan IPB. 
  • Herbert Kohlross (Hrsg.): Die Schwarzföhre in Österreich. Ihre außergewöhnliche Bedeutung für Natur, Wirtschaft und Kultur. Eigenverlag, Gutenstein 2006. ISBN 3-200-00720-6
  • Erwin Greiner: Pecher, Pech und Piesting. Eine lokalhistorische Dokumentation über die Schwarzföhre, das Pech, den Pecher und das Harzwerk sowie über die Frühgeschichte von Markt Piesting und Umgebung. Fremdenverkehrsverein, Markt Piesting. Niederösterreichische Verlags Gesmbh, Wiener Neustadt 1988.
  • Heinz Cibulka, Wieland Schmied: Im Pechwald. Edition Hentrich, Wien-Berlin 1986. ISBN 3-926175-13-3
  • Helene Grünn: Die Pecher. Volkskunde aus dem Lebenskreis des Waldes. Manutiuspresse, Wien-München 1960.