Lompat ke isi

Watampone, Bone

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kota Watampone
Daerah tingkat II
Motto: 
Kota Beradat Bumi Arung Palakka
Kota Watampone di Sulawesi
Kota Watampone
Kota Watampone
Peta
Kota Watampone di Indonesia
Kota Watampone
Kota Watampone
Kota Watampone (Indonesia)
Koordinat: 4°32′19″S 120°19′47″E / 4.5386°S 120.3297°E / -4.5386; 120.3297
Negara Indonesia
ProvinsiSulawesi Selatan
Tanggal berdiri-
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 3
  • Kelurahan: 28
Pemerintahan
 • BupatiDR. H. Andi Fahsar Mahdin Padjalangi M.Si
 • Wakil BupatiDrs. H.

Ambo Dalle

M.M.
Luas
 • Total126,35 km2 (48,78 sq mi)
Populasi
 • Total146.928
 • Kepadatan1.162,86/km2 (3,011,8/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam
 • BahasaBugis, Indonesia
Zona waktuUTC+08:00 (WITA)
Kode pos
-

Kota Watampone adalah sebuah kota yang terletak di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Dan sekaligus ibu kota Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Sebelum tahun 2003, kota ini memiliki status kota administratif dengan tiga kecamatan dan 24 kelurahan serta mencakup wilayah seluas 138,87km2. Semenjak penghapusan kota administratif akibat berlakunya UU Pemerintahan Daerah, berdasarkan PP no. 33/2003, penatalaksanaan kota Watampone dilakukan oleh Kabupaten Bone. Pada tahun 2000 Kota Watampone ingin dimekarkan menjadi kotamadya bersamaan dengan Kota Palopo dengan penambahan 2 kecamatan yaitu Awangpone dan Palakka, namun rencana tersebut ditolak oleh pemimpin Kabupaten Bone saat itu. Kini Kota Watampone terdiri dari 3 kecamatan yaitu Tanete Riattang Barat, Tanete Riattang, dan Tanete Riattang Timur dengan 28 kelurahan.

Kota ini meraih penghargaan Wahana Tata Nugraha tahun 2008 sebagai kota dengan penataan transportasi umum yang baik. Watampone adalah kota kelahiran Wakil Presiden Indonesia 2004-2009, dan 2014-2019, Jusuf Kalla.

Sejarah

Bone purba awalnya hanya seluas 4 kilometer persegi berada dalam wilayah kerajaan Wawenriu zaman Lagaligo sekitar abad ke-10 (901-1000). Abad ke-10 adalah abad yang berlangsung sejak 901 Masehi hingga 1000 Masehi. Sedang kata Bone sendiri merupakan bahasa Bugis kuno yang berarti pasir. Kerena sesuai kondisi wilayah saat itu, tanahnya berwarna seperti tumpukan pasir kekuning-kuningan.

Meskipun wilayah Bone pada saat itu tidak berpasir tapi karena kondisi tanahnya seperti warna pasir kekuning-kuningan itulah sebabnya maka dinamakan Bone adalah kata kias kondisi tanahnya. Jadi Bone dimaknai sebagai suatu tempat yang berada diketinggian dari wilayah sekitanya. Berdasarkan penelusuran Jejak Kota Tua Bone, ternyata Bone mengalami sebanyak beberapa kali pergantian nama ibukota sejak abad ke-10 M. sampai sekarang ini.

Dalam catatan sejarah, kerajaan Bone berdiri pada abad ke-13 yakni pada tahun 1330 dengan nama rajanya Manurunge. Namun, sebelum kerajaan Bone berdiri sudah ada kelompok-kelompok masyarakat yang disenamakan Kalula. Setiap Kalula dipimpin oleh seorang Ponggawa Kalula (pemimpin kelompok).

Kelompok-kelompok masyarakat itu berada dalam wilayah kerajaan Wawenriu zaman Lagaligo sekitar abad ke-10 M. Namun beberapa catatan mengatakan kalau Kerajaan Wawenriu, telah ada sebelum tahun 400 Masehi sekitar abad ke-4 M.

Pada awal berdirinya kerajaan Bone tahun 1330 yang dipimpin oleh Manurunge maka ibukota kerajaan dinamakan KAWERANG. Ada 7 Kalula yang selanjutnya disebut WANUA bergabung manjadi persekutuan, yaitu Wanua Ponceng, Wanua Tanete Riattang, Wanua Tanete Riawang, Wanua Ta, Wanua Macege, Wanua Ujung, dan Wanua Tibojong.

Ketujuh wanua ini bersatu dalam PANJI WORONGPORONGNGE, merupakan Bendera BINTANG TUJUH yang menandakan Tujuh Negeri di bawah kepemimpinan Raja Bone pertama Manurunge yang bergelar Mattasi Lompo’e yakni Penguasa, Penjaga Laut, dan tanah.

Namun, awal terbentuk kerajaan Bone ada beberapa Wanua yang tidak bergabung dan cukup disegani pada waktu itu di antaranya Kalula atau Wanua Biru, Cellu, dan Majang. Sedang Kalula Bukaka atau Ciung masuk dalam wialayah wanua Tanete Riawang.

Seiring dalam perkembangannya, Kerajaan Bone ini mulai membangun wilayahnya dengan ibukota KAWERANG sebagai pusat pemerintahan. Kawerang berada dalam wilayah wanua Tanete Riattang.

Perkembangan selanjutnya, pada masa pemerintahan Raja Bone ke-6 La Uliyo Botee (1535-1560) ia mendirikan BENTENG KOTA sekaligus ia sebagai peletak sistem perkotaan yang tangguh sebagai kota yang mandiri dan modern pada zamannya. La Uliyo Botee dikenal cerdas, pandai, dan cermat dalam perencanaan. Pada masa ia berkuasa didampingi seorang penasihat yang dikenal Lamellong dengan julukan Kajao Laliddong.

Pada masa itu Kajao Laliddong dipercayakan oleh La Uliyo Botee mengarsiteki sekaligus pimpinan proyek dalam pembangunan kolosal membangun benteng Kota. Sehingga ada ungkapan cerita rakyat Bone yang mengatakan CICENGMI NARENRENG TEKKENGNA KAJAO LALLIDDONG NATEPUI BENTENGNGE (sekali saja diseret tongkat Kajao Lalliddong maka jadilah benteng).

Dalam penelusuran Jejak Kota Tua Bone dijelaskan, bahwa Benteng dalam bahasa Bugis dinamakan LALEBATA. Benteng terbuat dari tanah liat yang diambil dari bukit Bukaka. Benteng ini rata-rata tingginya 5 meter. Tebal dindingnya kurang lebih 2 meter dan tebal pondasi 15 meter. Sepanjang dinding luar benteng ditanami pohon bambu dan berbagai jenis pohon berfungsi untuk menahan dan mengikat tanah benteng.

Teknik pembangunan benteng tidak memakai alat perekat tetapi teknik sederhana yaitu SUSUN TIMBUN dengan mengikuti kontur tanah. Bukan terbuat dari batu merah atau dinding dari batu gunung yang sudah dipahat. Walau ada sebagian benteng memakai batu utamanya dibagian pintu keluar.

Bentuk benteng ini awalnya segi empat panjang. Kemudian Raja berikutnya melakukan penambahan tinggi benteng dan dindingnya dipertebal oleh Raja Bone Bone Ke-7 Latenrirawe Bongkange. Atas usulan Kajao Lalliddong, dengan selesainya proyek Benteng Kota, maka ibukota kerajaan Bone yang sebelumnya dinamakan KAWERANG diganti dengan nama LALEBATA sekaligus sebagai pusat pemerintahan kerajaan Bone. Itulah ikhwal nama Kota KAWERANG berubah menjadi LALEBATA.

Dan penamaan LALEBATA sebagai ibukota kerajaan Bone berakhir tahun 1905 ketika Belanda menyerbu Kerajaan Bone yang dikenal RUMPA’NA BONE (Bobolnya Kerajaan Bone). Tentara Belanda menaklukkan Bone tahun 1905 yang pada masa itu Bone dipimpin oleh La Pawawoi Karaeng Sigeri sebagai Raja Bone ke-31 yang memerintah tahun 1895-1905.

Jadi sejak tahun 1905-1931, Bone mengalami kekosongan pemerintahan selama 26 tahun. Meskipun Belanda menguasai Bone tetapi Ade Pitu tetap melaksanakan aktivitas pemerintahan atas izin Belanda. Berdasarkan hasil musyawarah antara Belanda dan Ade Pitu yang dilaksanakan di Bola Subbie (Gedung Perpustakaan Daerah Sekarang), maka pada tanggal 24 Agustus 1905 LALEBATA berubah nama menjadi WATAMPONE yang artinya pusat pemerintahan Bone.

Sedang Bola Subbie adalah Istana Raja Bone ke-31 Lapawawoi Karaeng Sigeri. Pada masa itu Istana Bola Subbie yang berukir dan besar menghadap TAMAN KERAJAAN atau sekarang TAMAN ARUNG PALAKKA. Kemudian Istana ini dipindahkan ke Makassar dan berdiri di depan Karebosi sebagai tanda penaklukan Bone.

Selanjutnya Istana BOLA SUBBIE atas permintaan rakyat Bone dikembalikan ke Bone pada tahun 1922. Tetapi sayangnya Istana Bola Subbie tidak utuh lagi dan tiangnya banyak yang patah. Sehingga kalau kita mengunjungi Gedung Perpustakaan Kabupaten Bone sekarang ini yang terletak di Jalan Merdeka Watampone, maka Anda melihat Rumah Duduk atau Bola Meppo. Padahal sebelum pindah ke Makassar rumah atau bekas istana Raja Bone ini mempunyai tiang.

Geografi

Kota Watampone terletak di sebelah timur jazirah Sulawesi Selatan dan berada di tengah-tengah Kabupaten Bone. Kota Watampone berbatasan sebelah utara dengan Kecamatan Awangpone, sebelah timur dengan Teluk Bone, Sebelah selatan dengan Kecamatan Barebbo, dan sebelah barat dengan Kecamatan Palakka. Kota Watampone mempunyai luas 126,35 km² dengan 3 kecamatan.

Demografi

Penduduk

Watampone merupakan salah satu pusat kebudayaan Bugis. Namun, Watampone juga terdiri dari beberapa etnis lain seperti Bugis, Mandar, Makassar, Toraja, Jawa, dan Tionghoa. Menurut BPS pada tahun 2019 jumlah penduduk kota Watampone berjumlah 146.928 jiwa.

Agama

Berdasarkan data BPS pada tahun 2014 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk kota Watampone memeluk agama Islam dengan persentase 98,58% diikuti oleh Kristen Protestan 0,66%, Katolik 0,61%, Buddha 0,12%, Hindu 0,02%, dan lainnya 0,01%.

Agama di Kota Watampone
Agama Persen
Islam
  
98,58%
Kristen Protestan
  
0,66%
Katolik
  
0,61%
Buddha
  
0,12%
Hindu
  
0,02%
Lainnya
  
0,01%

Bahasa

Bahasa yang digunakan pada pemerintahan adalah Bahasa Indonesia, tetapi banyak dalam keseharian masyarakat menggunakan bahasa Bugis (dialek Bone).

Transportasi

Udara

Untuk transportasi udara kota Watampone dilayani oleh Bandar Udara Arung Palakka yang terletak di Desa Mappalo Ulaweng, Kecamatan Awangpone sekitar 10 Km dari pusat kota. Bandar udara ini memiliki ukuran landasan pacu 1.200 m x 30 m dengan elevasi 3 mdpl, serta bangunan terminal seluas 600 m². Bandar udara ini dikelola oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kantor UPBU Bone, serta Kantor cabang pembantu Perum LPPNPI AIRNAV Bone.

Laut

Di Kota Watampone juga terdapat sebuah pelabuhan kelas II yang terletak di Kelurahan Bajoe, kecamatan Tanete Riattang Timur. Pelabuhan Bajoe memiliki transtel yang menjorok ke laut dengan panjang 3 km serta menghubungkan Kabupaten Bone dengan Kolaka.

Darat

Kota Watampone memiliki sebuah Terminal kelas I A Petta Ponggawae yang berada di kelurahan Watang Palakka, Kecamatan Tanete Riattang Barat.

Angkutan Umum

Taksi

Ojek Online

Ojek

Pariwisata

  • Taman Bunga Arung Palakka
  • Watampone Green Epicentrum
  • Tanjung Palette
  • Bola Soba
  • Alun-alun kota Watampone

Pendidikan

Sekolah Menengah Atas

Sekolah Menengah Kejuruan

  • SMK Negeri 1 Bone
  • SMK Negeri 2 Bone
  • SMK Negeri 7 Bone
  • SUPM Negeri Bone
  • SMK Kesehatan YAPI Bone
  • SMK Veteran RI Watampone
  • SMK Baruna Jaya Watampone
  • SMK IT Teknologi
  • SMK Kesehatan Bina Bakti
  • SMK Kesehatan Bina Sehat Watampone
  • SMK Lokananta

Madrasah Aliyah

  • MA Negeri 1 Bone
  • MA Negeri 2 Bone

Perguruan Tinggi


Lihat pula