Nasi liwet
Nasi Liwet bahasa Jawa: ꦱꦼꦒꦭꦶꦮꦼꦠ꧀, translit. Sêgå Liwêt bahasa Sunda: ᮞᮍᮥ ᮜᮤᮝᮩᮒ᮪, translit. Sangu Liwêt | |
---|---|
Nama lain |
|
Sajian | Utama |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Sukoharjo, Jawa Tengah |
Dibuat oleh | Orang Jawa |
Suhu penyajian | Hangat |
Bahan utama | nasi dimasak dalam santan, disajikan dengan berbagai lauk pauk. |
Sunting kotak info • L • B | |
|
Nasi liwet (berasal dari bahasa Jawa: ꦱꦼꦒꦭꦶꦮꦼꦠ꧀, translit. sêgå liwêt; bahasa Sunda: ᮞᮍᮥ ᮜᮤᮝᮩᮒ᮪, translit. sangu liwêt) adalah makanan khas kota Solo dan merupakan kuliner asli yang berasal dari daerah Baki, Kabupaten Sukoharjo. Nasi liwet adalah nasi gurih (dimasak dengan kelapa) mirip nasi uduk, yang disajikan dengan sayur labu siam, suwiran ayam (daging ayam dipotong kecil-kecil) dan areh (semacam bubur gurih dari kelapa).
Penduduk kota Solo dan sekitarnya biasa memakan nasi liwet setiap waktu mulai dari untuk sarapan, sampai makan malam. Nasi liwet biasa dijajakan keliling dengan bakul bambu oleh ibu-ibu yang menggendongnya tiap pagi atau dijual di warung lesehan (tanpa kursi). Tempat paling terkenal untuk penjualan nasi liwet (warung lesehan) adalah di daerah Keprabon yang hanya berjualan pada malam hari.
Sentra pedagang nasi liwet banyak dijumpai di Desa Duwet dan Menuran Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.
Lambat laun hidangan ini mulai memasyarakat, dan penjual nasi liwet pun banyak bermunculan. “Kalau yang pertama namanya Mbah Karto,” ungkap Nurwanto menjelaskan siapa generasi pertama yang menjual nasi liwet. Mbah Karto ini merupakan penduduk asli Desa Menuran dan diketahui mulai menjajakan nasi liwetnya di daerah Keprabon, Solo.
Nasi liwet Sunda
Kegiatan memasak nasi liwet dan makan bersama dengan alas daun pisang dalam tradisi masyarakat Sunda disebut Ngaliwet.[1] Menu utamanya adalah Nasi Liwet Sunda yaitu nasi yang dimasak dengan menggunakan bumbu tambahan seperti bawang, daun salam, sereh dan garam, sehingga nasinya terasa lebih gurih. Untuk lauknya biasanya adalah ikan mas goreng atau bakar yang ditangkap langsung dari empang milik keluarga, yang ditemani menu wajib yaitu ikan asin, lalapan dan sambal terasi.[2]
Jika masyarkat Jawa membuat sebuah Tumpeng, masyarakat Sunda yaitu Ngaliwet dengan penyajiannya yaitu menggunakan hamparan daun pisan dan dimakan secara bersama sama, ini berbeda dengan Nasi Liwet Jawa dan cara penyajiannya. Nasi liwet atau Ngaliwet dulu hanya dilakukan masyarakat Sunda ketika berladang atau bersawah sekarang sudah tersedia di resto Sunda moderen.[3]
Tradisi Masyarakat Sunda
Penyajian makanan ini juga unik yang hanya dilakukan dalam budaya masyarakat Sunda. Makanan disajikan di atas daun pisang secara memanjang dan seluruh anggota keluarga makan bersama, ini juga bisa disebut dengan Ngaliwet, Botram, Papahare atau Bancakan dalam bahasa Sunda dan mengelilingi daun pisang. Suguhan nasi liwet yang hangat beserta lauk pauk khasnya tersebut menjadikan suasana kebersamaan yang hangat ditengah-tengah keluarga.[4]
Lihat pula
- Nasi jamblang
- Nasi goreng
- Nasi kucing
- Nasi timbel
- Nasi bogana
- Nasi campur
- Nasi kucing
- Nasi kuning
- Nasi pecel
- Nasi uduk
- Nasi ulam
Referensi
- ^ Konferensi Internasional Budaya Sunda (KIBS): prosiding. Yayasan Kebudayaan Rancage. 2006.
- ^ Aulia, Amar Ali (2021-02-11). Kembali Ke Desa Di Masa Pandemi. LP2M UIN SGD Bandung. ISBN 978-623-6070-52-9.
- ^ Basoni, Sonia. "Seeng Nini: Ngaliwet Nyalira Sambil Cicip Sangu Tutug Oncom untuk Buka Puasa". detikfood. Diakses tanggal 2021-02-18.
- ^ "Ngaliwet Khas Sunda - Semen Tiga Roda". sementigaroda.com. Diakses tanggal 2021-02-18.