Lompat ke isi

Orang Nabath

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Juli 2022 22.13 oleh Pengetik-AM (bicara | kontrib) (Pengetik-AM memindahkan halaman Nabath ke Nabatea dengan menimpa pengalihan lama)
Al-Khazneh, Petra (Ibu kota Suku Nabath).
Shivta, Israel.

Nabath (bahasa Arab: نبط, bahasa Ibrani: נְבָיוֹת / Nevayōt;) adalah sekelompok bangsa Arab kuno yang menetap di daerah Yordania hingga ke sebelah utara Damaskus. Mereka dahulu menggunakan bahasa Aram untuk berkomunikasi dan mayoritas agama mereka ialah Kristen.

Suku Nabath adalah cikal bakal kaum Nabi Shaleh, yakni Tsamud. Kaum yang dianugrahi kemahiran dalam memahat dan mengukir bebatuan keras untuk dijadikan rumah dan istana-istana raksasa.

Suku Nabath dikatakan sebagai suku yang misterius dan sebagian besar sejarawan menyebut mereka termasuk ke dalam golongan bangsa Arab kuno. Minoritas Kaum Nabath ini adalah kaum penyembah Dewi Nasib, Manāt dan Hubal.

Etimologi

Mereka menamakan diri mereka sebagai kaum Nabath (jamak: al-anbậth - الا نباط) yang secara harfiah memiliki arti "orang pedalaman" dengan ibu kotanya adalah Petra.[1]

Sejarah

Suku Nabath membentuk Kerajaan Nabatea yang berdiri sejak abad ke-9 SM hingga 40 M.[2] Suku Arab Nabath ini pernah dijajah oleh Romawi dan dijadikan bagian dari propinsi kekaisaran Romawi yang diberi nama Arabia Petraea. Nama Petra yang artinya batu ini diberikan oleh orang Roma yang menjajahnya pada tahun 106 SM. Kolonial oleh bangsa Romawi ini hanya berlangsung seabad. Sejak itu, denyut kehidupan di kota ini merosot, lalu hilang ditelan zaman. Petra ditemukan kembali oleh petualang asal Swiss, Johan Burckhardt pada tahun 1812, dan sejak itu, dunia pun mulai mengenalnya.

Bangsa Nabath juga mahir dalam berdagang dan mereka pernah memfasilitasi perdagangan antara bangsa-bangsa lain, seperti Cina, India, Timur jauh, Mesir, Suriah, Yunani dan Romawi kuno. Mereka menjual barang seperti rempah-rempah, kemenyan, emas, hewan, besi, tembaga, gula, obat-obatan, gading, parfum, kain, dan lain-lainnya. Dari asal-usulnya sebagai kota benteng, Petra menjadi persimpangan komersial yang kaya antara budaya Arab, Assyria, Mesir, Helenistik Yunani dan Romawi kuno. Tidak seperti masyarakat lain waktu mereka, tidak ada perbudakan di Nabatean dan setiap anggota masyarakat memberikan kontribusi dalam tugas-tugas kerja.

Pengendalian rute perdagangan ini dianggap sangatlah penting, di antara daerah dataran tinggi Yordania, Laut Merah, Damaskus dan Arab bagian Selatan. Pada masa lampau rute perdagangan ini dianggap sebagai "darah kehidupan Kerajaan Nabath." Sebenarnya kawasan bangsa Nabath ini mencangkup kawasan yang sangat luas, mulai dari Madain Shaleh di Madinah, sampai kawasan Petra di Jordan dan Damsyik di Syiria. Namun rumah-rumah batu yang lebih menonjol dijadikan kawasan wisata itu adalah Petra di Jordan.

Peradaban mereka mengalami kemajuan antara tahun 400 SM dan 200 SM, dengan meninggalkan berbagai monumen, di antaranya wilayah pekuburan di atas bukit berbatu. Penulisan bahasa Nabath menggunakan abjad Nabath. Kaum Nabath adalah ahli dalam memahat dan mengukir batu-batu alam pegunungan yang berwarna merah. Mereka juga ahli membuat patung batu, di antaranya yang terkenal adalah Hubal.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Ali, Jawwad (1 Juni 2018). Fajar Kurnianto, ed. Sejarah Arab Sebelum Islam. Diterjemahkan oleh Indi Aunullah. Ciputat, Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet. hlm. 7. ISBN 978-602-6577-26-9. OCLC 911878162. 
  2. ^ The Mysterious Nabateans

Pranala luar