Lompat ke isi

Sang Hyang Wenang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpin Kahayangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Khayangan Awang-awang Kumitir. Kisah kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan antara lain bersumber dari naskah Serat Paramayoga yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita. Sebenarnya LONTAR ASLINYA serat ini tidak TERTULISKAN bahwa SANG HYANG WENANG adalah dewa senior tetapi Beliaulah yang memanisfestasikan diri menjadi Maha Guru, para Dewa dan Dewi serta keturunannya sampai menjadi peradabannya sampai jaman sejarah selanjutnya

Asal usul

Serat Paramayoga merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Hindu, tradisi kebudayaan india dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa diMahabharata

Sanghyang Maha Wenang memanifestasikan diri beliau menjadi Sang Hyang Widhi, Sanghyang Tunggal, Sang Hyang Acintya dan lainnya sesuai fungsi beliau didalam menata dan mengontrol dan mengorganisasikan Alam semesta beserta isinya ini.

Berselisih dengan Nabi Sulaiman

Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Hal ini didengar oleh Nabi Sulaiman pemimpin Bani Israil. Para pengikut Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Jin Sakar untuk menyerang Pulau Dewa.

Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.

Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi ke dasar laut.

Membangun Kahyangan Tengguru

Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Setelah memimpin sekian tahun lamanya, Sanghyang Wenang mewariskan takhta kahyangan kepada putranya yang bernama Sang Hyang Tunggal. Setelah itu, ia sendiri juga manunggal, bersatu ke dalam diri putranya itu.

Meskipun Sanghyang Wenang telah bersatu ke dalam diri Sanghyang Tunggal, namun para dalang dalam pementasan wayang masih tetap memunculkan tokoh Sanghyang Wenang dalam lakon-lakon tertentu. Hal ini dimungkinkan karena setelah bersatu dengan ayahnya, Sanghyang Tunggal tetap memakai nama ayahnya, yaitu Sanghyang Wenang sebagai salah satu nama julukannya.dan sampai sekarang pun sang hyang wenag masih mengintai untuk melindungi cucunya dan tanah jawa dari peradapan kaum pendatang.