Lompat ke isi

Kabanti

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 Maret 2019 17.49 oleh Hpmelati (bicara | kontrib) (telah selesai)

Kabanti adalah tradisi lisan dan tulisan yang berupa nyanyian atau syair di seluruh wilayah Kesultanan Buton. Pelantunnya disebut 'pekabanti'. Tradisi kabanti ini muncul ketika penyebaran agama Islam di Buton tengah gencar-gencarnya dan termasuk di dalamnya budaya tulis menulis. Oleh sebab itu, kabanti ditulis dengan menggunakan aksara Arab, Arab Melayu, dan Aksara Walio.[1] Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Wakatobi pada saat itu telah menampilkan sisi kreativitas dan tingginya tingkat intelektual masyarakat tersebut dalam membentuk peradaban pada masa itu.[2]

Isi kabanti itu sendiri banyak mengambil dari syariat Islam yang kemudian digunakan selain sebagai hiburan, juga untuk menyampaikan kearifan lokal sebagai dasar karakter masyarakatnya.[3]

Fungsi Kabanti [1]

Dalam penggunaannya, Kabanti memilik beberapa fungsi, yaitu:

  1. Sebagai hiburan
  2. Sebagai wadah menyampaikan nasihat agama
  3. Sebagai pengingat suatu peristiwa
  4. Sebagai sarana pendidikan kesusastraan bagi usia dini
  5. Sebagai penghalus rasa
  6. Sebagai sarana transfer budaya dari satu generasi ke generasi lainnya
  7. Sebagai wadah menyampaikan protes sosial

Peran Kabanti[4]

Kabanti digunakan dalam masyarakat pada saat-saat berikut ini:

  1. Pengantar tidur.
  2. Sarana pengungkapan perasaan bagi para muda-mudi (pobanti)
  3. Tradisi ritual adat (pakande kandea). Atau dalam acara mangania kabuena dan acara mangania nu uwe.
  4. Pengobatan tradisional (lagu lemba)
  5. Saat bekerja. Irama dan syair yang bersemangat biasa dinyanyikan saat bekerja di kebun bagi para petani, saat mendayung sampan bagi para nelayan, dan saat mendirikan bangunan bagi para buruh bangunan.
  6. pengantar tarian atau bagian dari tarian. Contohnya: tari pajogi dan tari lariangi

Falsafah Kabanti[5]

Jabaran pada bait-bait kabanti mengarah pada falsafah Buton, yaitu bhinci bhinciki kuli atau biasa dikenal dengan istilah sara pataanguna atau 'hukum yang empat'. Falsafah tersebut tertuang pada empat prinsip hidup masyarakat Buton:

  1. Sesama manusia harus saling menghormati
  2. Sesama manusia harus saling peduli
  3. Sesama manusia harus saling menyayangi
  4. Sesama manusia harus saling memuliakan


Referensi

  1. ^ a b ditindb (2015-12-17). "KABANTI". Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya. Diakses tanggal 2019-03-12. 
  2. ^ https://ugm.ac.id/id/newsPdf/9901-teliti.kabanti.raih.doktor.di.fib.ugm
  3. ^ alt="">, <img src="//lh4 googleusercontent com/-uFoQRxT7-3M/AAAAAAAAAAI/AAAAAAAAAVY/WeJZv9hE9q8/s35-c/photo jpg" width="35" height="35" class="photo". "Kabanti Kaluku Panda: Rahasia Seks Orang Buton". Diakses tanggal 2019-03-12. 
  4. ^ "Kabanti Sebagai Media Pembelajaran Sastra Pada Usia Dini". Scribd. Diakses tanggal 2019-03-12. 
  5. ^ "(PDF) Kearifan Lokal Pada Kabanti Masyarakat Buton dan Relevansinya dengan pendidikan Karakter | Academic Article". ResearchGate (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-12. 


( Selesai)