Lompat ke isi

Sulaiman bin Abdul Malik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sulaiman bin 'Abdul-Malik
سلیمان بن عبدالملك
Khalifah
Berkuasa23 Februari 715 – 22 September 717
(2 tahun, 212 hari)
PendahuluAl-Walid bin 'Abdul Malik
Penerus'Umar bin 'Abdul 'Aziz
Kelahiran674
Kematian21 September 717 (43 tahun)
Nama dan tanggal periode
Kekhalifahan Umayyah: 661–750
WangsaUmayyah (Marwani)
Ayah'Abdul Malik bin Marwan
IbuWalladah binti Al-'Abbas[1]
AgamaIslam

Sulaiman bin 'Abdul-Malik (bahasa Arab: سلیمان بن عبدالملك; ± 674 - 717) adalah khalifah yang berkuasa dari 715 sampai 717. Dia menjadi khalifah setelah kakak kandungnya dan tampuk kekhalifahan diwariskan kepada sepupunya sepeninggalnya. Sulaiman berasal dari Bani Umayyah cabang Marwani.

Awal kehidupan

Sulaiman lahir di Madinah sekitar tahun 675 pada masa kekuasaan Khalifah Mu'awiyah bin Abu Sufyan. Sepeninggal Mu'awiyah bin Abu Sufyan mangkat pada 680, tampuk kekhalifahan diwariskan kepada putranya, Yazid bin Mu'awiyah. Penobatan Yazid ditentang banyak pihak dan gaya hidupnya juga dipandang tidak pantas untuk ukuran seorang pemimpin umat. Rasa ketidakpuasan terhadap Yazid melebar menjadi sentimen anti-Umayyah, sehingga seluruh anggota Bani Umayyah diusir dari kawasan Hijaz, di antaranya adalah Sulaiman sendiri bersama ayah dan kakeknya. Mereka kemudian mengungsi di Syria yang merupakan pusat kekuasaan Wangsa Umayyah.[2]

Yazid mangkat pada 683 dan takhta diwariskan kepada putranya, Mu'awiyah bin Yazid. Namun Mu'awiyah tidak genap setahun berkuasa dan mangkat tanpa meninggalkan keturunan. Sebagian suku Arab dan tokoh di Syria kemudian menyatakan kesetiaan kepada 'Abdullah bin Zubair yang menjadi khalifah pesaing Umayyah dan berpusat di Makkah. Mereka disebut kelompok Qays. Sedangkan suku-suku Arab yang mendukung Umayyah, disebut kelompok Yamani, mengangkat Marwan bin Al-Hakam menjadi khalifah. Dalam masa kekuasaannya yang tidak genap setahun, Marwan berhasil mengembalikan kawasan Syria ke dalam kendali Umayyah. Khalifah 'Abdul Malik yang merupakan putra dan penerusnya berhasil mengalahkan 'Abdullah bin Zubair dan mengembalikan kekhalifahan ke dalam satu kepemimpinan.

Pada masa 'Abdul Malik, Sulaiman ditunjuk untuk menjadi Gubernur Palestina, jabatan 'Abdul Malik pada masa Khalifah Marwan.[2][3] Pada yahun 701, Sulaiman memimpin rombongan haji. Sebelum 'Abdul Malik mangkat, dia menobatkan Al-Walid sebagai putra mahkota pertama dan Sulaiman sebagai putra mahkota kedua.[2] Sepeninggal 'Abdul Malik, Al-Walid menjadi khalifah pada 705 dan secara hukum, Sulaiman naik menjadi putra mahkota pertama. Pada masa kekuasaan Al-Walid, Sulaiman tetap menjabat sebagai Gubernur Palestina.[3] Sulaiman mengubah ibukota provinsinya dari Al-Ludd ke Ramlah. Dia juga memerintahkan pembangunan Masjid Al-Abyan di Ramlah.[4]

Menara Masjid Al-Abyan, awal abad ke-20

Kedudukan Sulaiman menjadikannya dekat dengan kelompok Yamani yang mendominasi provinsinya. Dia menjalin hubungan kuat dengan Raja' bin Haiwah, seorang ulama tabi'in yang mengawasi pembangunan Kubah Shakhrah di Yerusalem yang dibangun atas perintah 'Abdul Malik. Raja' kemudian menjadi guru dan pendamping Sulaiman. Sulaiman juga menjalin hubungan dekat dengan lawan politik Al-Hajjaj bin Yusuf yang merupakan orang kepercayaan Khalifah Al-Walid. Pada 708, Sulaiman memberikan suaka kepada Yazid bin Muhallab bersama keluarga besarnya. Yazid sendiri sebelumnya dipecat dari jabatannya sebagai Gubernur Khorasan oleh Al-Hajjaj dan kemudian ditahan, tetapi kabur dan bersembunyi dalam perlindungan Sulaiman.[5] Saudara Sulaiman, Al-Walid, tidak berkenan dengan yang telah dilakukan adiknya tersebut. Sulaiman kemudian menawarkan diri untuk membayarkan denda yang dibebankan Al-Hajjaj pada Yazid dan mengirimkan denda tersebut kepada Al-Walid bersama dengan salah satu putra Sulaiman sendiri, Ayyub, dalam keadaan dirantai agar Yazid diberi pengampunan. Al-Walid mengabulkan permohonan adiknya meski mendapat penentangan dari Al-Hajjaj.[6][7] Yazid kemudian menjadi orang kepercayaan Sulaiman dan mengajari Sulaiman cara berpakaian yang indah, membuatkan hidangan lezat padanya, dan memberinya hadiah-hadiah besar.[8] Yazid tetap bersama Sulaiman selama sembilan bulan atau sampai kematian Al-Hajjaj pada 714.[9][10]

Menurut ketentuan yang dibuat 'Abdul Malik, ketika Al-Walid menjadi khalifah, maka Sulaiman menjadi putra mahkota pertama dan paling berhak atas takhta sepeninggal Al-Walid. Namun beberapa pihak menentang bila Sulaiman menjadi putra mahkota dan lebih mendukung putra Al-Walid, 'Abdul 'Aziz. Di antara tokoh penentang itu antara lain Al-Hajjaj bin Yusuf, Qutaibah bin Muslim yang menjabat Gubernur Khurasan, Musa bin Nusair yang merupakan penakluk Al-Andalus dan Gubernur Ifriqiyah (Afrika Utara), dan Muhammad bin Qasim yang merupakan panglima yang menaklukkan Sindh, mereka adalah tokoh-tokoh penting yang menguatkan pondasi Umayyah di kekhalifahan. Namun Al-Walid sendiri belum meresmikan keputusannya mengangkat 'Abdul 'Aziz bin Al-Walid sebagai putra mahkota saat dia wafat dan Sulaiman naik takhta sepeninggalnya.

Khalifah

Perubahan politik

Setelah menjadi khalifah, Sulaiman mulai melucuti kekuatan lawan-lawan politiknya. Al-Hajjaj sendiri meninggal di masa kekuasaan Al-Walid, tetapi keluarganya disiksa dan harta mereka disita atas perintah Sulaiman. Musa bin Nusair yang dipandang berupaya mendirikan dinastinya sendiri di Afrika Utara dan Al-Andalus kemudian diberhentikan dan menghabiskan masa pensiun di Madinah. Putra Musa, 'Abdul 'Aziz bin Musa, dibunuh dan kepalanya dikirim kepada Sulaiman saat Musa bin Nusair juga ada di sana. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Sulaiman yang memberi perintah atas hal tersebut,[11] tetapi Ibnu Khaldun berpendapat bahwa perintah itu dari Habib bin Abu 'Ubaidah, keturunan bangsawan Arab di Kairouan.[12] Beberapa hal yang ditengarai menjadi penyebab peristiwa tersebut adalah 'Abdul 'Aziz dikatakan telah menjadi Kristen lantaran terpengaruh istrinya, Permaisuri Egilona, janda Raja Roderikus, meski sangat mungkin bahwa kabar tersebut disebarkan oleh lawan politiknya. Atas desakan Qutaibah, Sulaiman mempertahankan kedudukannya sebagai Gubernur Khurasan, tetapi Qutaibah sendiri kemudian dikudeta dan dibunuh pasukannya sendiri lantaran sang gubernur berusaha mengkhianati Sulaiman.[13][14] Muhammad bin Qasim sendiri ditahan dan dihukuk mati atas pengaruh Salih bin 'Abdurrahman, pejabat berpengaruh di kawasan Iraq, yang kerabatnya ditahan dan dihukum mati oleh Al-Hajjaj.[15]

Di sisi lain, 'Umar bin 'Abdul 'Aziz yang dulu diberhentikan menjadi Gubernur Madinah atas usulan Al-Hajjaj dipulihkan kedudukannya dan menjadi tangan kanan khalifah. Sulaiman sendiri kemudian memerintahkan pembebasan tahanan politik di kawasan Iran dan Iraq yang pada umumnya adalah pendukung ahlul bait.

Terdapat beberapa pendapat mengenai kebijakan Sulaiman ini. Sebagian menyatakan bahwa kebijakan ini merupakan awal dari menurunnya kekuasaan Umayyah lantaran tokoh-tokoh yang diberhentikan ini merupakan sosok berpengaruh yang memberi sumbangsih materi besar atas kekhalifahan. Namun dalam sudut pandang lain, berbagai keputusan ini dipandang tepat lantaran perilaku keagamaan para pejabat baru yang lebih baik dan kebijakan mereka yang lebih akomodatif dengan suara rakyat. Hal ini membalikkan persepsi rakyat di berbagai kawasan untuk lebih menerima kekuasaan Umayyah.[16]

Kebijakan lain

Di bawah pemerintahannya, ekspansi berlanjut ke bagian pegunungan di Iran seperti Tabiristan. Sulaiman juga memerintahkan serangan ke Konstantinopel, namun gagal. Di kancah domestik, dengan baik ia telah membangun di Makkah untuk ziarah, dan mengorganisasi pelaksanaan ibadah. Sulaiman dikenal untuk kemampuan pidatonya yang luar biasa, namun hukuman matinya pada ke-3 jenderalnya menyuramkan reputasinya.

Ia hanya memerintah selama 2 tahun. Ia mengabaikan saudara dan putranya, dan mengangkat Umar bin Abdul-Aziz sebagai penggantinya sebab reputasi Umar sebagai salah satu dari yang bijaksana, cakap dan pribadi alim pada masa itu. Dia dikenal sebagai tokoh yang menghidupkan kembali kegiatan shalat di awal waktu, yang mana pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya yang mengakhirkan shalat. Dia juga melarang adanya nyanyian dan musik.[17] Pengangkatan seperti jarang terjadi pada masa itu, walau secara teknis memenuhi cara Islam untuk mengangkat pengganti, mengingat pengangkatan berkelanjutan tidak.

Rujukan

  1. ^ Dr. Eli Munif Shahla, "Al-Ayam al-Akhira fi Hayat al-Kulafa", Dar al-Kitab al-Arabi, 1st ed., 1998, p. 236
  2. ^ a b c Eisener 1997, hlm. 821.
  3. ^ a b Crone 1980, hlm. 125.
  4. ^ Bacharach 1996, hlm. 27.
  5. ^ Kennedy 2004, hlm. 91.
  6. ^ Hinds 1990, hlm. 160–162.
  7. ^ Wellhausen 1927, hlm. 257.
  8. ^ Hinds 1990, hlm. 162.
  9. ^ Wellhausen 1927, hlm. 257–258.
  10. ^ Hinds 1990, hlm. 163, note 540.
  11. ^ Provencal, Levi. Encyclopedia of Islam New Edition Vol. 1 A-B. (Leiden, the Netherlands: E.J. Brill, 1960), 58.
  12. ^ Ibnu Khaldun, Histoire des Berbères et des dynasties musulmanes de l'Afrique, 1852 trans., Algiers, hlm. 355
  13. ^ Shaban 1979, hlm. 75.
  14. ^ Wellhausen 1927, hlm. 439–444.
  15. ^ André Wink (2002). Al-Hind, the Making of the Indo-Islamic World: Early Medieval India and the Expansion of Islam 7Th-11th Centuries. BRILL. hlm. 207–. ISBN 0-391-04173-8. 
  16. ^ "Dinasti Umayyah (17): Karakter Sulaiman dan Wasiat Sang Khalifah". Gana Islamika. Diakses tanggal 7 Maret 2019. 
  17. ^ Suyuthi, Imam Jalaluddin. Tarikh Al-Khulafa. hal.275 – 76. Bandung:Mizan.

Daftar pustaka

Sulaiman bin Abdul Malik
Marwani
Cabang kadet Bani Umayyah
Lahir: 674 Meninggal: 22 September 717
Jabatan Islam Sunni
Didahului oleh:
Al-Walid bin 'Abdul Malik
Khalifah
23 Februari 715 – 22 September 717
Diteruskan oleh:
'Umar bin 'Abdul 'Aziz