Lompat ke isi

Tari Moriringgo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Tari Moriringgo adalah tari rakyat asal Sulawesi Selatan yang sejak dahulu sampai sekarang dilestarikan oleh suku Padoe. Tarian syukuran ini sering dilaksanakan setelah selesai melaksanakan padungku (panen). Arti kata moriringgo merupakan "rintangan". Selain pada acara syukuran karena panen yang berhasil, juga dilaksanakn pada acara syukuran menyambut Pongkiari yang pulang berperang dan menang, serta acara syukuran menyambut Saliwu waktu pulang dari Palopo menebang pohon Langkanae.

Perkembangan

Pada abad ke 14 ketika kedatuan Luwu mencapai kejayaannya Mokole Matano bergabung dengan kedatuan Luwu. Dari tempat ini Luwu menyebarkan kemahsyurannya terutama di Jawa lantaran kualitas besi yang mengandung nikel hasil peleburan di Danau Matano, di luar Luwu, Matano lebih dikenal sebagai Rahampu’u atau rumah pertama di pesisir Matano sekaligus menjadi penghuni pertamanya. Peleburan besi di Matano dilakukan dengan cara sederhana, tungkunya dari tanah, pipanya dari bambu, sementara tuasnya dari bahan kayu yang dilapisi bulu ayam agar angin yang dihasilkan tidak keluar dari bambu dan menghembus cepat ke tungku satu.[1]

Luwu timur merupakan salah satu kabupaten yang baru dibentuk dan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Luwu Utara. Di Kabupaten Luwu Timur terdapat beragam suku bangsa karena Luwu Timur merupakan daerah transmigrasi. Adapun suku bangsa seperti Bugis, Luwu, Toraja, Bali, Jawa, Pamona, Padoe, Karunsie, dan Tambee, dan masih banyak lagi lainnya. Meskipun terdiri atas banyak anak suku, namun kehidupan toleransi beragama dan kesukuan cukup tinggi di wilayah ini.

Rujukan

  1. ^ Sritimuryati (Juni 2019). "Perkembangan Tari Moriringgo di Kabupaten Luwu Timur: Kajian Historiografi Tarian Tradisional". Jurnal Walasuji. 10 (1): 26. ISSN 2502-2229.