Lompat ke isi

Yudistira

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 Maret 2006 06.03 oleh Oryza (bicara | kontrib) (Menambah artikel)
Berkas:Yudistira-kl.jpg
Prabu Yudistira, raja Indraprasta dan kemudian Hastina

Yudistira (Sansekerta: Yudhiṣṭhira), adalah seorang protagonis dari wiracarita Mahabharata. Ia adalah yang tertua dari Pandawa lima. Beliau adalah raja Indraprasta dan lalu Hastina. Ia adalah putri Dewi Kunti.

Yudistira dianggap sebagai keturunan Dewa Keadilan, Batara Dharma oleh karena itu salah satu julukannya adalah Dharmasuta, Dharmaputra atau Dharmawangsa. Selain itu ia juga disebut Puntadewa.

Konon seumur hidup ia hanya berbohong sekali, yaitu terhadap bagawan Drona mengenai kematian Aswatama.

Sebetulnya Yudistira tidak berbohong karena dia berkata kepada Dorna (Drona) bahwa "gajah Tama mati" dan gajah dalam bahasa Sansekerta (hasta) bunyinya mirip dengan "aswa". Gajah bernama Tama itu sendiri sengaja dibunuh oleh Pendawa agar Yudistira bisa mengatakan hal itu kepada Dorna sehingga Dorna kehilangan semangat hidup dan Korawa bisa dikalahkan dalam perang Bharatayuddha.

Walaupun tidak pernah berbohong, karena perbuatannya ini kelak Yudistira tetap mendapat 'hukuman' dengan tidak diperbolehkan memasuki kahyangan terlebih dahulu melainkan harus menunggu saudara-saudaranya. Cerita ini dikisahkan dalam episode Swargarohanaparwa, atau kitab terakhir Mahabharata.

Ia adalah tipe murni Raja yang Baik. Darah putih mengaliri nadinya. Tak pernah murka, tak pernah bertarung, tak pernah juga menolak permintaan siapa pun, betapapun rendahnya sang peminta. Waktunya dilewatkan untuk meditasi dan penghimpunan kebijakan. Tak seperti satria yang lain, yang pusaka saktinya berupa senjata, pusaka andalan Yudistira adalah Kalimasada yang misterius, naskah keramat yang memuat rahasia agama dan semesta. Dia, pada dasarnya, adalah cendekiawan tanpa pamrih, yang memerintah dengan keadilan sempurna dan kemurah hatinya yang luhur. Dengan kenampakan yang sama sekali tanpa perhiasan mencolok, dengan kepala merunduk yang mawas diri, dan raut muka keningratan yang halus, dia tampil sebagai gambaran ideal tentang Pandita Ratu (Raja Pendeta) yang telah menyingkirkan nafsu dunia.

Lihat pula