Lompat ke isi

Toyomarto, Singosari, Malang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 19 Januari 2021 11.45 oleh Bangundwir (bicara | kontrib) (menabah tulisan desa yang kurang)
Toyomarto
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenMalang
KecamatanSingosari
Kode pos
65153
Kode Kemendagri35.07.24.2016 Edit nilai pada Wikidata
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²
Peta
PetaKoordinat: 7°48′52″S 112°37′33″E / 7.81444°S 112.62583°E / -7.81444; 112.62583


Toyomarto adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.

MERANGKAI CERITA RAKYAT DESA TOYOMARTO

    Indonesia bukan hanya hanya dikenal sebagai negara maritim dengan laut dan pulaunya yang membentang,melainkan juga sebagai negara yang kaya akan budaya dan tradisi yang berkembang di masyarakat. Salah satu bentuk tradisi yang paling sering dijumpai di masyarakat adalah tradisi lisan yang ditransmisikan secara turun temurun dari satu individu ke individu yang lain secara verbal hingga membentuk adat istiadat tertentu di masyarakat. Tradisi lisan ini dapat berupa ragam jenis ungkapan, cerita maupun ritual yang berkembang di masyarakat seperti halnya mitos, dongeng, legendat (Sedyawati dalam Baihaqi, 2017)     Cerita rakyat yang ada di Desa Toyomarto merupakan sedikit dari banyaknya tradisi lisan yang berkembang di masyarakat. Desa dengan tujuh dusun ini memiliki cerita unik di setiap dusun seperti cikal bakal dusun, mitos, dan ritual yang berkembang di masyarakat dan masih bertahan hingga saat ini.


CIKAL BAKAL DUSUN DI DESA TOYOMARTO

     Keberadaan Desa Toyomarto yang dikelilingi banyak sumber mata air mengarahkan persepsi seseorang kepada hubungan erat antara penamaan sumber mata air dengan keberadaan Desa Toyomarto. Sayangnya, hingga saat ini tidak ada nama pasti yang menjadi pelaku babad alas atau cikal bakal dusun di Desa Toyomarto. Hal ini desebabkan karena keberadaan sumber mata air Sumberawan sendiri sudah ada sebelum masa Kerajaan Singasari. Hal ini dibuktikan dengan penemuan atau dakon untuk upacara yang menjadi penanda keberadaan Brahmana serta dusun Ngujung atau Hujung di abad ke- 9 hingga ke- 10.

    Selain melalui batu dakon, kitab Negara Kertagama pupuh 35 juga mengisahkan perjalanan Nawa Tirta (ziarah leluhur) Prabu Hayam Wuruk yakni Kasurangganan atau kiniyang dikenal denga Sumberawan, Kedung Biru, dan Kedung Pureng. Kasurangganan sendiri merupakan salah satu wilayah Singosari yang dihibahkan oleh raja sebagai tempat pemukiman bagai para pendeta Shiwa-Buddha (Titisari, dkk, 2017). Pada saat berada di Kasurangganan inilah para pendeta yang ada di daerah tersebut meminta Prabu Hayam Wuruk melakuka pembangunan candi yang saat ini disebut dengan Candi Sumberawan. Kisah ini menunjukkan eksistensi Kasurangganan atau Sumberawan berada lebih dulu sebelum adanya kerajaan Majapahit.

    Desa Toyomarto terbentuk dari 3 desa terahulu yakni Bodean dengan Mbah Umar sebagai kepala desa pada masa itu, lalu Ngujung dengan Ki Buyut Poninten, yang kemudian dilanjutkan oleh Ki Buyut Manab sebagai kepala desa, dan yang terakhir Sumberawan yang dipimpin oleh Ki Buyut Saleko. Setelah itu, pada zaman Belanda Ki Buyut saleko dingatikan oleh Mbah Tosari. Sosok inilah yang menyatukan ketiga desa tersebut hingga menjadi satu desa yang dikenal dengan nama Toyomarto.

    Saat ini Desa Toyomarto terbagi menjadi tujuh dusun dan masing-masing dusun memiliki ceritanya masing-masing.

   Yang Pertama Dusun Glatik. Cerita cikal bakal dusun ini dimulai dari sosok bernama Sadirah yang berasal dari Desa Glatik wilayah Pasuruan. Sadirah melakukan perjalan dan membuka sebuah perkampungan di wilayah Toyomarto yang hingga kini dikenal dengan nama Glatik, sama seperti desa tempat tinggal sebelumnya.

    Kedua, Dusun Wonosari, dusun yang berdiri di lahan perkebunan Belanda. Adanya dusun ini karena para pekerja perkebunan tinggal di lahan tersebut.

   Ketiga, Dusun Petung Wulung. Tokoh yang paling menonjol di sini adalah Buyut Kodok yang pada masa Belanda adalah sosok yang nglansir atau membuat peta dusun dengan cara melompat kemudian diduduki.

     Keempat, Dusun Ngujung yang kisahnya dimulai pada zaman Mbah Tosari. Disebutkan terdapat sebuah tempat bernama Urung-urung (sebuah tempat yang terdapat pohon besar) yang di percaya oleh warga bahwa jika Desa Ngujung hendak mengadakan acara selamatan desa, kepala desa akan melakukan suguh dan obong-obong. Nyuguh dapat diartikan sebagai memberikan sesajen (Prawiro, 2015), atau menjamu sebagai bentuk penghormatan (Utomo, 2015), sementara dalam hal ini nyuguh dilakukan untuk memunculkan sebuah gamelan dan juga seorang perempuan yang berperan sebagai tandak atau penari yang menurut pengakuan warga sekitar dahulu selalu terdengar suaranya setiap malam Jumat tertentu dalam penaggalan Jawa. Akan tetapi gamelan tersebut kini sudah tidak pernah muncul lagi akibat tali gong tersebut putus yang kemudian diganti dengan kawat oleh warga..


SEJARAH NAMA DESA TOYOMARTO

Air Amarta

Desa Toyomarto terbentuk dari bersatunya tiga desa pada masa penjajahan Belanda yaitu; ( 1 ) Desa Ngujung dengan kepala desa Ky Buyut Poninten dan dilanjutkan oleh Ky Buyut Manab,( 2 ) Desa Bodean dengan kepala desa Mbah Haji Umar dan dilanjutkan Ky Buyut Sarimun, ( 3 ) Desa Sumberawan dengan kepala desa Ky Buyut Jaleko. Kemudian oleh Buyut Tosari yang pada saat itu menjadi kepala desa Ngujung yang menggantikan Ky Buyut Manab, ketiga desa tersebut di jadikan satu desa yang bernama “Toyomarto” yang diambil dari kata Toyo dan Marto dalam bahasa jawa Toyo yang mempunyai arti Air dan Marto/Amarta diartikan sebagai kehidupan jadi Toyomarto mempunyai Arti Air Kehidupan, Desa Toyomarto memang mempunyai sumber mata air yang sangat besar yang terletak di Area Cagar Budaya Candi Sumberawan sampai kemudian Buyut Tosari meninggal dan pada tahun 1964 dilakukan pemilihan kepala desa Toyomarto dengan Mbah Hadi Utomo (Dollah) sebagai kepala desa, sekitar tahun 1970 digantikan oleh Mbah Hamzah dan pada tahun 1987 di gantikan oleh Bapak Moch Irjik adalah putra dari Mbah Hamzah, pada tahun 1997 di jabat oleh Ibu Suryati Ningsih, pada tahun 2007-2019 dijabat oleh Bapak Moh Nari dan 2029 sampai sekarang di jabat oleh Bapak Suminto.