Lompat ke isi

Kesultanan Demak

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Demak

Karajan Islam ing Demak
Nagari Demak
1475–1568
Kota Demak pada peta tahun 1573
Kota Demak pada peta tahun 1573
Ibu kota
Bahasa yang umum digunakanJawa Kuno (selanjutnya berkembang menjadi bahasa Jawa modern seperti sekarang)
Agama
Islam
PemerintahanKesultanan
Sultan 
• 1475 -1518 ¹
Raden Fatah
• 1518-1521
Pati Unus
• 1521-1546
Trenggana
• 1546-1547
Sunan Prawata (Rd. Mukmin)
• 1547-1554
Arya Penangsang
Sejarah 
• Berdirinya kota pelabuhan Demak
1475
• Demak menjadi vazal Pajang
1568
Didahului oleh
Digantikan oleh
Majapahit
krjKerajaan
Pajang
Sekarang bagian dari Indonesia
¹ (1475-1478 sebagai bawahan Majapahit)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak adalah kerajaan Islam pertama dan terbesar di pantai utara Jawa. Menurut tradisi Jawa, Demak sebelumnya merupakan kadipaten dari kerajaan Majapahit, kemudian muncul sebagai kekuatan baru mewarisi legitimasi dari kebesaran Majapahit.[1]

Kerajaan ini tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya, Walaupun tidak berumur panjang dan segera mengalami kemunduran karena terjadi perebutan kekuasaan di antara kerabat kerajaan. Pada tahun 1560, kekuasaan Demak beralih ke Kerajaan Pajang yang didirikan oleh Jaka Tingkir/Hadiwijaya. Salah satu peninggalan bersejarah Demak ialah Mesjid Agung Demak, yang menurut tradisi didirikan oleh Wali Songo.

Lokasi keraton Demak, yang pada masa itu berada di tepi laut, berada di kampung Bintara (dibaca "Bintoro" dalam bahasa Jawa), saat ini telah menjadi bagian kota Demak di Jawa Tengah. Sebutan kerajaan pada periode ketika beribu kota di sana dikenal sebagai Demak Bintara. Pada masa raja ke-4 (Sunan Prawoto), keraton dipindahkan ke Prawata (dibaca "Prawoto") dan untuk periode ini kerajaan disebut Demak Prawata. Sepeninggal Sunan Prawoto, Arya Penangsang memerintah kesultanan yang sudah lemah ini dari Kadipaten Jipang (sekarang dekat Cepu). Kotaraja Demak dipindahkan ke Jipang dan untuk periode ini dikenal dengan sebutan Demak Jipang.

Hadiwijaya dari Pajang mewarisi wilayah Demak yang tersisa setelah ia, bersama-sama dengan Ki Gede Pamanahan dan Ki Penjawi, membunuh Arya Penangsang. Demak kemudian menjadi vasal dari Pajang.

Sejarah

Pendirian

Menurut cerita tradisi Jawa, Kerajaan Demak berdiri pada 1403 saka (tahun 1481), didahului oleh runtuhnya Majapahit pada 1400 saka (tahun 1478).[2] Tetapi, sumber-sumber sekunder, terutama dari penelitian ilmiah, menyimpulkan bahwa sekitar tahun 1478 adalah waktu berdirinya Demak.[3][4]

Sementara Demak yang berada di wilayah utara pantai Jawa muncul sebagai kawasan yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan penganti langsung dari Majapahit, sementara Raja Demak (Raden Patah) dianggap sebagai putra Majapahit terakhir. Kerajaan Demak didirikan oleh kemungkinan besar seorang Tionghoa Muslim bernama Cek Ko-po. Kemungkinan besar putranya adalah orang yang oleh Tomé Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki "Pate Rodim", mungkin dimaksudkan "Badruddin" atau "Kamaruddin" dan meninggal sekitar tahun 1504.[1] Putra atau adik Rodim, yang bernama Trenggana bertakhta dari tahun 1505 sampai 1518, kemudian dari tahun 1521 sampai 1546. Di antara kedua masa ini yang bertakhta adalah iparnya, Raja Yunus (Pati Unus) dari Jepara. Sementara pada masa Trenggana sekitar tahun 1527 ekspansi militer Kerajaan Demak berhasil menundukkan Majapahit.[5]

Berdasarkan Babad Tanah Jawi, pendiri Kerajaan Demak adalah Raden Fatah atau Praba atau Raden Bagus Kasan (Hasan) memiliki gelar Jin Bun (gelar Tiongkok) sering disebut juga Senapati Jinbun atau Panembahan Jinbun bergelar Sultan Syah Alam Akbar Al-Fatah. (1455-1518) Memerintah Kerajaan Demak tahun 1500 - 1518.

Masa keemasan

Pada awal abad ke-16, Kerajaan Demak telah menjadi kerajaan yang kuat di Pulau Jawa, tidak satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam memperluas kekuasaannya dengan menundukkan beberapa kawasan pelabuhan dan pedalaman di Nusantara.

Di bawah Pati Unus

Demak di bawah Pati Unus adalah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya adalah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka.[6]

Di bawah Trenggana

Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), juga menaklukkan hampir seluruh Pasundan/Jawa Barat (1528 - 1540) serta wilayah-wilayah bekas Majapahit di Jawa Timur seperti Tuban (1527), Madura (1528), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527 - 1529), Kediri (1529), Malang (1529 - 1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1529 - 1546). Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatra), yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putra Sunan Gunung Jati[7] diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.[8]

Kemunduran

Suksesi raja Demak ketiga tidak berlangsung mulus, terjadi persaingan panas antara P. Surowiyoto (Pangeran Sekar) dan Trenggana yang berlanjut dengan di bunuhnya P. Surowiyoto oleh Sunan Prawoto (anak Trenggana), peristiwa ini terjadi di tepi sungai saat Surowiyoto pulang dari Masjid sehabis sholat Jum'at. Sejak peristiwa itu Surowiyoto (Sekar) dikenal dengan sebutan Sekar Sedo Lepen yang artinya sekar gugur di sungai. Pada tahun 1546 Trenggana wafat dan tampuk kekuasaan dipegang oleh Sunan Prawoto, anak Trenggana, sebagai raja Demak keempat, akan tetapi pada tahun 1547 Sunan Prawoto dan isterinya dibunuh oleh pengikut P. Arya Penangsang, putra Pangeran Surowiyoto (Sekar). P. Arya Penangsang kemudian menjadi penguasa takhta Demak sebagai raja Demak kelima. Pengikut Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri,penguasa Jepara / Kalinyamat (Suami Ratu Kalinyamat). Hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi P. Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pajang Jaka Tingkir (Hadiwijaya).

Pada tahun 1554 terjadilah pemberontakan dilakukan oleh Adipati Pajang Jaka Tingkir (Hadiwijaya) untuk merebut kekuasaan Demak dari Arya Penangsang. Dalam peristiwa ini Arya Penangsang dibunuh oleh Sutawijaya, anak angkat Jaka Tingkir. Dengan terbunuhnya Arya Penangsang sebagai raja Demak kelima, maka berakhirlah era Kesultanan Demak. Jaka Tingkir (Hadiwijaya) memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang dan mendirikan Kerajaan Pajang.

Penghidupan Kembali Kesultanan Demak

Berawal dari keprihatinan salah satu keturunan Sultan Demak Raden Sumito Joyokusumo atas makam-makam bangsawan Demak yang selama ini terbengkalai dan tidak medapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat. Inilah latar belakang Raden sumito pada tahun 1999 mendirikan Yayasan Keraton Glagahwangi Dhimak dengan tujuan agar Makam Astana Gedhong Kenep semakin baik dan ada yang mengurus. Untuk memperlancar kegiatan perawatan Makam Astana Gedhong Kenep, pada 22 maret 2007 ia mendirikan Paguyuban Ahli Waris Sinuhun Agung Cokro Joyokusumo alias Pangeran Dhimak.

Berdasarkan kiprah beliau menjaga budaya kerajaan Demak maka pada 7 oktober 2009 di Kuala Lumpur, Malaysia R. Sumito dikukuhkan sebagai Sultan Demak oleh Perkumpulan Sultan Raja Nusantara. Lalu diberi gelar Duli Yang Maha Mulia Kanjeng Sri Suryo Alam oleh Prof. Dr. Noto Broto dari Selangor. Beberapa kegiatan kesultanan Demak modern adalah melestarikan budaya jawa[9] dan membantu kelahiran kembali kraton Pajang.[10]

Galeri

Lihat pula

Referensi

Catatan kaki

Daftar pustaka