Lompat ke isi

Abdurrauf As Singkili

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 April 2021 13.53 oleh Marwans24 (bicara | kontrib) (Menambah teks dan referensi)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Abdurrauf al-Singkil (Singkil, Aceh Selatan 1024 H/1615 M ) adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia seorang ulama dari Fansur yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Mengenai nama lengkap Abdurrauf al-Singkili penulis menetapkan ialah Abdurrauf Ibn ‘Ali al-Fansuri, sebagaimana yang tertera dalam kitab Tafsir Turjumu>n al-Mustafi<d. Pendidikan pertama Syekh Abdurrauf didapatkan ditempat kelahirannya Singkil, terutama dari ayahnya yang merupakan seorang yang alim. Beberapa tahun kemudian, syekh Abdurrauf al-Singkili berangkat ke Banda Aceh. Selanjutnya, Abdurrauf melanjutkan pendidikannya di Jazirah Arab pada tahun 1052 H/1642 M. Tempat belajarnya tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute haji, mulai dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Makkah serta Madinah.[1]


Perjalananan akhir Abdurrauf al-Singkili adalah di Madinah sekaligus menyelesaikan pelajarannya, dia belajar dengan dua orang ulama penting Ahmad Al-Qusyasyi< dan khalifahnya Ibrahim al-Kurani. Melalui dua orang guru ini al-Singkili diberi ijazah; selendang berwarna putih pertanda bahwa ia telah dilantik sebagai Khalifah Mursyi<d dalam orde Thareqat Syattariyah. Dari segi intelektual ia menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, hal ini terlihat dari karya-karyanya di berbagai bidang, fiqih, tafsir, tasawuf dan lain sebagainya. Al-Singkili meninggal dunia sekitar 1105H/1693 M dan dikuburkan di dekat Kuala atau mulut sungai Aceh. Oleh sebab itu, ia juga dikenal sebagai Teungku Syiah Kuala (bahasa Aceh, artinya Syekh Ulama di Kuala). Nama ini kemudian diabadikan pada perguruan tinggi yang didirikan di Banda Aceh pada tahun 1961, yakni Universitas Syiah Kuala.[2]


Syeikh Abdurrauf merupakan seorang ulama yang sangat produktif, kreatif dan evolusioner, dalam berbagai kesibukannya selain sebagai ulama juga menjabat mufti kerajaan namun dalam kesibukannya mampu mengarang berbagai kitab bahkan menyusun tafsir Qur’an yang pertama sekali dalam bahasa melayu (Tafsir al-Baidhawi).[3]


Abdurrauf Singkel adalah salah seorang yang representatif untuk dikaji dan ditelaah pemikiran serta karya-karyanya. Tulisan ini dimaksudkan untuk mengungkap dan menjelaskan landasan filosofis pemikiran tasawuf Abdurrauf Singkel tentang Allah, manusia, dan alam yang dengan sendirinya menjadi landasan dari aktifitas kehidupan keagamaannya, keilmuannya dan dunia pendidikan ruhani yang digelutinya.[4]

Nama lengkap Abdurrauf Singkel adalah “Abd ar-Ra’uf bin al-Jāwiyy alFansūriyy al-Sinkīliyy, selanjutnya disebut Abdurrauf Singkel. Ia adalah seorang Melayu dari pantai barat laut Aceh, tepatnya di Fansur, (Singkel). Ayahnya adalah seorang Arab yang bernama Syekh Ali. Menurut Rinkes, Abdurrauf dilahirkan diperkirakan sekitar tahun 1615.8 Abdurrauf diperkirakan berangkat ke tanah Arab untuk menuntut ilmu pada usia 27 tahun, tinggal di tanah Arab selama 19 tahun kembali ke Nusantara dari tanah Arab diperkirakan dalam usia 46 tahun. Dalam perkembangannya, perhitungan Rinkes ini dijadikan pegangan oleh para ahli.[5]

Abdurrauf belajar di sejumlah tempat, yang tersebar sepanjang rute perjalanan haji, dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, dan akhirnya Makkah dan Madinah. Tahap terakhir dari perjalanannya ia belajar agama terutama taṣawwuf kepada dua orang tokoh sufi besar di Madinah yang memegang posisi penting dalam jaringan ulama di dunia Islam. Dua ulama besar tersebut adalah Syaikh Shafiuddin Ahmad al-Dajjani al-Qusyasyi ( + 1583-1660 M), seorang ulama besar Makkah. Sepeninggal al-Qusyasyi, Abdurrauf belajar selama satu tahun kepada murid al-Qusyasyi yaitu Syaikh Ibrahim al-Kurani (1616-1689 M) seorang ulama besar asal Madinah.10 Abdurrauf pulang ke Aceh pada tahun 1661 M., satu tahun setelah alQusyasyi meninggal.11 Pandangan-pandangannya segera mendapat tempat dan merebut hati Sultanah Safiyyatuddin, yang sedang memerintah Aceh, dan mengangkatnya sebagai Qāḍi Mālik al-‘Ādil, atau mufti yang bertanggung jawab atas administrasi masalah keagamaan.12 Abdurrauf wafat pada tahun 1105 H/1693 M, diperkirakan dalam usia 78 tahun dan dimakamkan di samping makam Teungku Anjong dekat Kuala Sungai Aceh. Inilah sebabnya Abdurrauf dikenal juga dengan sebutan Teungku di Kuala.[5]

Referensi

  1. ^ Abdullah R. dan Masduki M. 2015, hlm. 142.
  2. ^ Abdullah R. dan Masduki M. 2015, hlm. 142-143.
  3. ^ Rosyadi, M.I. (2016). "Pemikiran Hadis Abdurrauf As-Singkili dalam Kitab Mawa'izat Al-Badi'ah". Ilmu Hadis. 2 (1): 57.  line feed character di |title= pada posisi 38 (bantuan)
  4. ^ Rivauzi, A. 2017, hlm. 300.
  5. ^ a b Rivauzi, A. 2017, hlm. 301-302.