Lompat ke isi

Kesesatan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 9 Desember 2021 10.13 oleh Spuspita (bicara | kontrib)
Kesesatan logika penalaran melingkar

Kesesatan adalah kesalahan yang terjadi dalam aktivitas berpikir karena penyalahgunaan bahasa (verbal) dan/atau relevansi (materi).[1] Kesesatan (fallacia, fallacy) merupakan bagian dari logika yang mempelajari beberapa jenis kesesatan penalaran sebagai lawan dari argumentasi logis. Kesalahan yang disebabkan oleh bahasa yang salah antara lain karena pemilihan istilah yang salah, sedangkan relevansi yang salah dapat disebabkan oleh (1) pemilihan premis yang salah (pembuatan premis dari proposisi yang salah), atau (2) prosesnya dalam mendeduksi premis yang salah (premis tidak terkait dengan proposisi salah pada kesimpulan yang harus dicari).

Konseptual kesesatan

Secara istilah dalam bahasa, Kesesatan dapat pula disebut kekeliruan (fallacy atau fallacies) adalah penggunaan akal atau aktifitas pikiran yang tidak valid atau salah (gerakan yang salah)[2] dalam konstruksi argumen.[3] Argumen yang salah mungkin menipu dengan terlihat lebih baik daripada yang sebenarnya. Beberapa kekeliruan dilakukan dengan sengaja untuk memanipulasi atau membujuk dengan penipuan, sementara yang lain dilakukan secara tidak sengaja karena kecerobohan atau ketidaktahuan. Keabsahan argumen hukum tergantung pada konteks di mana argumen dibuat.[4]

Kekeliruan biasanya dibagi menjadi 2 bagian yakni kekeliruan formal dan kekeliruan informal. Kekeliruan formal adalah cacat dalam struktur argumen deduktif yang membuat argumen menjadi tidak valid, sedangkan kekeliruan informal berasal dari kesalahan dalam penalaran selain dari bentuk logis yang tidak tepat.[5] Argumen yang mengandung kekeliruan informal mungkin sah secara formal, tetapi masih keliru.[6]

Kekeliruan juga diartikan sebagai kecacatan yang melemahkan argumen. Argumen yang salah sangat umum dan bisa persuasif dalam penggunaan secara umum. Misalnya, pernyataan tidak berdasar yang sering disampaikan dengan keyakinan yang membuatnya terdengar seolah-olah itu adalah fakta yang terbukti.[7] Kekeliruan informal khususnya sering ditemukan di media massa seperti televisi dan surat kabar.[8] Penting untuk memahami apa itu fallacy sehingga seseorang dapat mengenalinya dalam tulisannya sendiri atau tulisan orang lain. Menghindari kekeliruan akan memperkuat kemampuan seseorang untuk menghasilkan argumen yang kuat. Sehingga kesesatan berpikir dapat digunakan sebagai alat berpikir untuk mencapai suatu kebenaran sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara rasional dan ilmiah.[9]

Klasifikasi kesesatan

Dalam perkembangan sejarah logika filosofis, ada berbagai jenis kesalahan inferensi. Meskipun model klasifikasi kesesatan yang dianggap standar sejauh ini belum diterima oleh para ahli, mengingat cara penalaran manusia sangat menyimpang, dalam istilah awam, kesalahan atau kesesatan dapat dibagi menjadi dua jenis yakni kesesatan formal, kesesatan informal dan kesesatan material.

Kesesatan formal

Kekeliruan formal atau kesesatan formal, kesalahan deduktif, kesalahan logis atau non sequitur ( bahasa Latin artinya "tidak mengikuti") didefiniskan kesalahan yang berasal dari suatu kecacatan dalam struktur argumen deduktif yang membuat argumen tidak valid. Kecacatan dapat dengan rapi diekspresikan dalam sistem logika standar.[10] Argumen seperti itu selalu dianggap salah. Kehadiran kekeliruan formal tidak menyiratkan apa pun tentang premis argumen atau kesimpulannya. Keduanya mungkin benar-benar benar, atau bahkan lebih mungkin sebagai akibat dari argumen tersebut; tetapi argumen deduktif masih tidak valid karena kesimpulannya tidak mengikuti premis dengan cara yang dijelaskan. Kesesatan formal adalah kesalahan yang disebabkan oleh bentuk argumen yang salah atau tidak valid. Kesalahan ini terjadi karena pelanggaran prinsip logis tentang istilah dan klausa dalam suatu argumen.

Kesesatan informal

Berbeda dengan kekeliruan formal, kekeliruan informal atau kesesatan informal didefiniskan kesalahan yang berasal dari kesalahan penalaran selain cacat dalam bentuk logis dari argumen.[11] Argumen deduktif yang mengandung kekeliruan informal mungkin sah secara formal, [12] tetapi masih tetap tidak meyakinkan secara rasional. Namun demikian, kekeliruan informal berlaku untuk argumen deduktif dan non-deduktif. Meskipun bentuk argumen yang mungkin relevan, kekeliruan jenis ini diibaratkan sebagai jenis kesalahan dalam penalaran yang muncul dari kesalahan penanganan isi proposisi yang membentuk argumen.[13]

Kesesatan material

Kesesatan material adalah kesesatan yang memiliki keterkaitan pada bagian isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor kebahasaan (kesalahan bahasa) yang menyebabkan kebingungan dalam penarikan kesimpulan dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulan (kesalahan terkait). Setiap kata dalam bahasa memiliki makna tersendiri, dan setiap kata dalam kalimat tersebut memiliki makna yang sesuai dengan makna kalimat yang dimaksud. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, tetapi dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya.[14] Adapun dua bentuk kesesatan material baik kesesatan bahasa dan kesesatan relevansi dapat diuraikan sebagai berikut.

Kesesatan bahasa

Kesesatan bahasa bisa diartikan sebagai suatu kesalahan berfikir akibat penggunaan bahasa yang tidak pada tempatnya sehingga menimbulkan penafsiran yang menyimpang, bahkan menyesatkan. Kesalahan linguistik juga merupakan penggunaan kata dalam bahasa dengan maknanya masing-masing, setiap kata dalam kalimat memiliki makna yang sesuai dengan makna kalimat secara keseluruhan. Jadi meskipun kata yang digunakan sama, dalam kalimat yang berbeda kata tersebut dapat memiliki arti yang berbeda. Ketidaktepatan dalam menentukan arti kata atau kalimat dapat menyebabkan inferensi yang salah.[15] Berikut adalah beberapa jenis kesalahan yang disebabkan oleh penggunaan bahasa:

Kesesatan Aksentuasi

Pengucapan kata-kata tertentu harus dilakukan dengan hati-hati karena ada suku kata yang harus ditekankan. Perubahan tekanan suku kata dapat menyebabkan perubahan makna. Dengan demikian, kurangnya perhatian pada tekanan bicara dapat menyebabkan perbedaan makna, akibatnya argumen menjadi sesat.[16]

Kesesatan aksentuasi verbal

Contoh:

  • Selayar (kabupaten kepulauan) dan selayar (keadaan di lautan dalam satu layar)
  • Apel (buah-buahan) dan apel (menghadiri upacara bendera)
  • Mental (jiwa) dan mental (memantul)
  • Tahu (memasak, makanan) dan tahu (tahu sesuatu)
Kesesatan aksentuasi non-verbal

Misal pada sebuah iklan:

"Dengan 56 juta bisa membawa unit mobil"

Mengapa bahasa iklan ini salah ketik penekanan tidak terucapkan atau aksentuasi non-verbal (contoh kasus):

Karena ternyata mobil tidak bisa dibawa (pulang) bukan hanya 56 juta rupiah, tetapi juga dengan persyaratan lain seperti slip gaji, Kartu Tanda Penduduk (KTP), tagihan listrik terbaru dan informasi sertifikat kepemilikan.

Contoh lainnya:

"Apa" dan "Ha" dalam suatu ungkapan dimana memiliki arti yang bermacam-macam apabila:[16]

  • diungkapkan pada keadaan marah
  • diungkapkan pada keadaan bertanya
  • diungkapkan pada saat menjawab panggilan.
Kesesatan Ekuivokasi

Kesesatan ekivalensi adalah kesalahan yang disebabkan oleh kata yang memiliki lebih dari satu arti. Apabila dalam suatu argumen ada perubahan arti dari kata yang sama, maka itu adalah kesalahan argumen.[17]

Kesesatan Ekuivokasi verbal

Adalah kesesatan ekuivokasi yang terjadi pada pembicaraan ketika bunyi yang sama disalah artikan menjadi dua maksud yang berbeda.[17]

Misal pada ungkapan bisa (boleh) dan bisa (racun ular)[17]

Seorang pasien berkebangsaan Malaysia berjumpa dengan seorang dokter Indonesia. Setelah diperiksa, doktor memberi nasihat, "Ibu perlu menjaga makannya."

Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan ayam?". Sang dokter menjawab "Bisa."

Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan ikan?". Sang dokter menjawab "Bisa."

Sang pasien bertanya, "Boleh saya makan sayur?". Sang dokter menjawab "Bisa."

Sang pasien merasa marah lalu membentak "Kalau semua bisa (beracun), apa yang saya hendak makan.....?"[18]

Contoh lainnya:[17]

  • teh (tanaman, minuman) dan teh (kata sifat sunda)
  • buntut (ekor) dan buntut (anak-anak mengikuti ke mana pun orang dewasa pergi)
  • menjilat (es krim) ) dan menjilat (ekspresi berlaku pada seseorang yang menyewa secara berlebihan untuk tujuan tertentu)
Kesesatan Ekuivokasi non-verbal

Contoh:

  • Menggunakan kain/ pakaian putih-putih berarti orang suci. Di India wanita yang menggunakan kain sari putih-putih umumnya adalah janda
  • Menggelengkan kepala (berarti tidak setuju), namun di India menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi yang lain menunjukkan kejujuran.[19]
Kesesatan Amfiboli

Kesesatan Amfiboli (gramatikal) adalah kesesatan tersebut disebabkan oleh struktur kalimat sehingga dapat berarti bercabang. Hal ini disebabkan oleh kedudukan suatu kata atau [istilah] tertentu dalam konteks kalimat. Akibatnya, ada lebih dari satu interpretasi maknanya, meskipun hanya satu yang benar sedangkan yang lain pasti salah. Misalnya, Dijual kursi bayi tanpa lengan. (1) Dijual kursi untuk seorang bayi tanpa lengan. (2) Dijual kursi tanpa sandaran lengan khusus untuk bayi. Ejaan yang benar adalah: Dijual kursi bayi, kursi berlengan untuk dijual.[20]

Contoh lainnya: Ayam makan cacing mati.

  • Arti 1: Ayam makan, lalu cacing mati
  • Arti 2: Ayam makan cacing lalu ayam tersebut mati
  • Arti 3: Ayam sedang memakan seekor cacing yang sudah mati.[20]

(Inggris)Panda eat shoots and leaves.

  • Arti 1: Panda makan, lalu nembak, kemudian pergi.
  • Arti 2: Seekor panda makan pucuk bambu dan daun-daun.[20]

Ali mencintai pasangannya, dan demikian pula saya!

  • Arti 1: Ali mencintai pasangannya, dan saya juga mencintai kekasih Ali.
  • Arti 2: Ali mencintai pasangannya dan saya juga mencintai pasangan saya.[20]
Kesesatan Metaforis

Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang terjadi karena pencampur adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya. Berarti ada unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga kesesatan akibat dari analogi palsu.[21]

Misalnya, ''Pemuda'' merupakan ''tulang punggung'' negara. Kesesatan dalam tafsir: pemuda di sini adalah arti sebenarnya dari pemuda, dan tulang punggung adalah kiasan karena keadaan tidak ada organisme hidup dan tidak ada tulang punggung seperti vertebrata.[21]

Pencampur adukkan makna sebenarnya dan kiasan dari sebuah kata atau frase sering disengaja seperti yang terjadi di dunia komedi. Kesesatan metaforis serinig kali dikenal dengan nama kesesatan karena analogi palsu.[21]

Contoh dari kesesatan metaforis dalam sebuah lelucon di bawah ini.[21]

Pembicara 1: Hewan apa yang haram?

Pembicara 2: Babi

P 1: Hewan apa yang lebih haram dari hewan yang haram?

P 2: ?

P 1: Babi hamil! Karena mengandung babi. Nah, sekarang hewan apa yang paling haram? Lebih haram daripada babi hamil?

P 2: ?

P 1: Babi hamil di luar nikah! Karena anak babinya anak haram.

Kesesatan Relevansi

Kesesatan Relevansi adalah sesat pikir yang terjadi karena argumentasi yang diberikan tidak tertuju kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi terarah kepada kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang (lawan bicara) yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya.

Kesesatan ini timbul apabila orang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premis nya. Artinya secara logis kesimpulan tersebut tidak terkandung dalam/ atau tidak merupakan implikasi dari premisnya.

Jadi penalaran yang mengandung kesesatan relevansi tidak menampakkan adanya hubungan logis antara premis dan kesimpulan, walaupun secara psikologis menampakkan adanya hubungan. Namun, kesan akan adanya hubungan secara psikologis ini sering kali membuat orang terkecoh.

Argumentum ad Hominem Tipe I (abusif)

Argumentum ad Hominem Tipe I adalah argumen diarahkan untuk menyerang manusianya secara langsung. Penerapan argumen ini dapat menggambarkan tindak pelecehan terhadap pribadi individu yang menyatakan sebuah argumen.

Hal ini keliru karena ukuran logika dihubungkan dengan kondisi pribadi dan karakteristik personal seseorang yang sebenarnya tidak relevan untuk kebenaran atau kekeliruan isi argumennya.

Argumen ini juga dapat menggambarkan aspek penilaian psikologis terhadap pribadi seseorang. Hal ini dapat terjadi karena perbedaan pandangan.

Ukuran logika (pembenaran) pada sesat pikir argumentum ad hominem jenis ini adalah kondisi pribadi dan karakteristik personal yang melibatkan: gender, fisik, sifat, dan psikologi.

Contoh 1:

Tidak diminta mengganti bohlam (bola lampu) karena seseorang itu pendek.

Kesesatan: tingkat keberhasilan pergantian sebuah bola lampu dengan menggunakan alat bantu tangga tidak tergantung dari tinggi/ pendeknya seseorang.

Contoh 2: Seorang juri lomba menyanyi memilih kandidat yang cantik sebagai pemenang, bukan karena suaranya yang bagus tetapi karena parasnya yang lebih cantik dibandingkan dengan kandidat lainnya, walaupun suara kandidat lain ada yang lebih bagus

Argumentum ad Hominem Tipe II (sirkumstansial)

Berbeda dari argumentum ad hominem Tipe I, ad hominem Tipe II menitikberatkan pada perhubungan antara keyakinan seseorang dan lingkungan hidupnya. Pada umumnya ad hominem Tipe II menunjukkan pola pikir yang diarahkan pada pengutamaan kepentingan pribadi, sebagai contoh: suka-tidak suka, kepentingan kelompok-bukan kelompok, dan hal-hal yang berkaitan dengan SARA.

Contoh 3: Pembicara G: Saya tidak setuju dengan apa yang Pembicara S katakan karena ia bukan orang Islam.

Kesesatan: ketidaksetujuan bukan karena hasil penalaran dari argumentasi, tetapi karena lawan bicara berbeda agama.

Bila ada dua orang yang terlibat dalam sebuah konflik atau perdebatan, ada kemungkinan masing-masing pihak tidak dapat menemukan titik temu karena mereka tidak mengetahui apakah argumen masing-masing itu benar atau keliru. Hal ini terjadi ketika masing-masing pihak beragumen atas dasar titik tolak dari ruang lingkup yang berbeda satu sama lain.

Contoh 4: Argumentasi apakah Isa adalah Tuhan Yesus (Kristen) ataukah seorang nabi (Islam).

Ini adalah sebuah contoh argumentasi yang tidak akan menemukan titik temu karena berangkat dari keyakinan dan ilmu agama yang berbeda

Contoh 5: Dosen yang tidak meluluskan mahasiswanya karena mahasiswanya berasal dari suku yang ia tidak suka dan sering protes di kelas, bukan karena prestasi akademiknya yang buruk.

Argumentum ad hominem Tipe I dan II adalah argumentasi-argumentasi yang mengarah kepada hal-hal negatif dan biasanya melibatkan emosi.

Argumentum ad baculum

Argumentum ad baculum (dalam istilah Latin: baculus berarti tongkat atau pentungan) adalah argumen ancaman menyebabkan orang menerima kesimpulan tertentu dengan alasan bahwa menolaknya akan memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan.

Argumentum ad baculum sering kali digunakan oleh orang tua untuk membuat anak mereka menuruti apa yang diperintahkan, contoh menakut-nakuti anak kecil: Bila selalu pulang telat (kesorean) nanti bertemu oleh wewe gombel (sejenis hantu yang mengerikan).

Argumen ini dikenal juga dengan argumen ancaman yang merupakan pernyataan atau keadaan yang mendesak orang untuk menerima suatu konklusi tertentu dengan alasan jika menolak akan membawa akibat yang tidak diinginkan.

Contoh argumentum ad baculum:

  1. Seorang anak yang belajar bukan karena ia ingin lebih pintar tetapi karena kalau ia tidak terlihat sedang belajar, ibunya akan datang dan mencubitnya.
  2. Pengendara motor yang berhenti pada lampu merah bukan karena ia menaati peraturan tetapi karena ada polisi yang mengawasi dan ia takut ditilang.
  3. Pegawai bagian penawaran yang berbohong kepada pembeli agar produk yang ia jual laku, karena ia takut dipecat bila ia tidak melakukan penjualan.

Jenis argumentum ad baculum yang juga dapat terjadi adalah mengajukan gagasan (yang sering kali bersifat tuntutan) agar didengar dan dipenuhi oleh pihak penguasa, tetapi gagasan itu didasari oleh penalaran yang samasekali irasional dan argumen yang dikemukakan tidak memperlihatkan hubungan logis antara premis dan kesimpulannya.

Penolakan mahasiswa akan skripsi sebagai syarat kelulusan dengan alasan skripsi mahal dan menjadi "akal-akalan" dosen.

Argumentum ad misericordiam

(Latin: misericordia artinya belas kasihan) adalah sesat pikir yang sengaja diarahkan untuk membangkitkan rasa belas kasihan lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan/ keinginan.

Contoh:

  1. Pengemis yang membawa anak bayi tanpa celana dan digeletakkan tidur di trotoar.
  2. Pencuri motor yang beralasan bahwa ia miskin dan tidak bisa membeli sandang dan pangan.
Argumentum ad populum

(Latin: populus berarti rakyat atau massa) Argumentum ad populum adalah argumen yang menilai bahwa sesuatu pernyataan adalah benar karena diamini oleh banyak orang.

Contoh:

  • Satu juta orang Indonesia menggunakan jasa layanan seluler X, maka sudah pasti itu layanan yang bagus.
  • Semua orang yang saya kenal bersikap pro Presiden. Maka saya juga tidak akan mengkritik Presiden.
  • Mana mungkin agama yang saya anut salah, lihat saja jumlah penganutnya paling banyak di muka bumi.
Argumentum auctoritatis (alias: Argumentum ad Verecundiam)

(Latin: auctoritas berarti kewibawaan) adalah sesat pikir ketika nilai penalaran ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Jadi suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal karena keahliannya.[22]

Sikap semacam ini mengandaikan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang berdiri sendiri (otonom), dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, melainkan tergantung dari siapa yang mengatakannya (kewibawaan seseorang).

Argumentasi ini mirip dengan argumentum ad hominem, bedanya dalam argumentum ad hominem yang menjadi acuan adalah pribadi orang yang menyampaikan gagasan (dilihat dari disenangi/ tidak disenangi), maka dalam argumentum auctoritatis ini dilihat dari siapa (posisinya dalam masyarakat/ keahlianny\a/ kewibawaannya) yang mengemukakan.

Contoh:

  • Apa yang dikatakan ulama A pada kampanye itu pasti benar.
  • Apa yang dikatakan pastor B dalam iklan itu pasti benar.
  • Apa yang dikatakan Artis C pasti benar.
  • Apa yang dikatakan pak dokter pasti benar.
  • "Saya yakin apa yang dikatakan dia adalah baik dan benar karena dia adalah seorang pemimpin yang brilian, seorang tokoh yang sangat dihormati, dan seorang dokter yang jenius"
Appeal to Emotion

Appeal to Emotion adalah argumentasi yang diberikan dengan sengaja tidak terarah kepada persoalan yang sesungguhnya tetapi dibuat sedemikian rupa untuk menarik respon emosi si lawan bicara. Respon emosi bisa berupa rasa malu, takut, bangga, atau sebagainya.

Contoh 1:

Pembicara G: Saya merasa aneh mengapa Pejabat X tidak setuju dengan program kesejahteraan
Pembicara S: Mana mungkin orang baik seperti dia salah. Lihat saja kedermawanannya di masyarakat.

Contoh 2:

"Pemuda yang baik dan budi luhur, sudah semestinya turut serta berdemonstrasi!"

Contoh 3:

"Pejabat Bank Indonesia dituduh korupsi, tetapi lihatlah, anaknya mengajukan pembelaan sambil berurai air mata."

lgnoratio elenchi

Ignoratio elenchi adalah kesesatan yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke kesimpulan semacam ini umum dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan subyektif. Ignoratio elenchi juga dikenal sebagai kesesatan "red herring".

Contoh:

  1. Kasus pembunuhan umat minoritas difokuskan pada agamanya, bukan pada tindak kekerasannya.
  2. Seorang pejabat berbuat dermawan; sudah pasti dia tidak tulus/mencari muka.
  3. Saya tidak percaya aktivis mahasiswa yang naik mobil pribadi ke kampus.
  4. Sia-sia bicara politik kalau mengurus keluarga saja tidak becus.
Argumentum ad ignoratiam

Adalah kesesatan yang terjadi dalam suatu pernyataan yang dinyatakan benar karena kesalahannya tidak terbukti salah, atau mengatakan sesuatu itu salah karena kebenarannya tidak terbukti ada.

Contoh 1: Saya belum pernah lihat dewa, setan, dan hantu; sudah pasti mereka tidak ada.

Contoh 2: Karena tidak ada yang berdemonstrasi, saya anggap semua masyarakat setuju kenaikan BBM.

Contoh 3:

Diamnya pemerintah atas tuduhan konspirasi, berarti sama saja menjawab "ya". (padahal belum tentu)

Pernyataan di atas merupakan sesat pikir karena belum tentu bila seseorang tidak mengetahui sesuatu itu ada/tidak bukan berarti sesuatu itu benar-benar tidak ada.

Petitio principii
Aristoteles dalam Prior Analytics menulis mengenai petitio principii

Adalah kesesatan yang terjadi dalam kesimpulan atau pernyataan pembenaran yang terjadi saat di dalam premis yang digunakan sebagai kesimpulan dan sebaliknya, kesimpulan dijadikan premis. Sehingga meskipun rumusan (teks/ kalimat) yang digunakan berbeda, sebetulnya sama maknanya.

Contoh:

Belajar logika berarti mempelajari cara berpikir tepat, karena di dalam berpikir tepat ada logika..


Guru: "Kelas dimulai jam 7:30 kenapa kamu datang jam 8:30?"
Murid: "Ya, karena saya terlambat.."

Kesesatan petitio principii juga dikenal karena pernyataan berupa pengulangan prinsip dengan prinsip.

Kesesatan non causa pro causa (post hoc ergo propter hoc/ false cause)

Kesesatan yang dilakukan karena penarikan penyimpulan sebab-akibat dari apa yang terjadi sebelumnya adalah penyebab sesungguhnya suatu kejadian berdasarkan dua peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa peristiwa pertama merupakan penyeab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua adalah akiat dari peristiwa pertama - padahal urutan waktu saja tidak dengan sendirinya menunjukkan hubungan sebab-akibat.

Kesesatan ini dikenal pula dengan nama kesesatan post-hoc ergo propter hoc (sesudahnya maka karenanya)

Contoh: Seorang pemuda setelah diketahui baru putus cinta dengan pacarnya, esoknya sakit. Tetangganya menyimpulkan bahwa sang pemuda sakit karena baru putus cinta.

Kesesatan: Padahal diagnosis dokter adalah si pemuda terkena radang paru-paru karena kebiasaannya merokok tanpa henti sejak sepuluh tahun yang lalu.

Kesesatan aksidensi

Adalah kesesatan penalaran yang dilakukan oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-aturan/cara-cara yang bersifat umum pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat aksidental; yaitu situasi yang bersifat kebetulan, tidak seharusnya ada atau tidak mutlak.

Contoh:

  1. Gula baik karena gula adalah sumber energi, maka gula juga baik untuk penderita diabetes.
  2. Orang yang makan banyak daging akan menjadi kuat dan sehat, karena itu vegetarian juga seharusnya makan banyak daging supaya sehat.
Kesesatan karena komposisi dan divisi

Kesesatan karena komposisi terjadi bila seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi individu atau beberapa individu dari suatu kelompok tertentu pasti juga benar (berlaku) bagi seluruh kelompok secara kolektif.

Contoh:

  1. Badu ditilang oleh polisi lalu lintas di sekitar jalan Sudirman dan Thamrin dan polisi itu meminta uang sebesar Rp. 100.000 bila Badu tidak ingin ditilang, maka semua polisi lalu lintas di sekitar jalan sudirman dan thamrin adalah pasti pelaku pemalakan.
  2. Maulana Kusuma anggota KPU sekaligus dosen kriminologi di UI melakukan korupsi, maka seluruh anggota KPU yang juga dosen di UI pasti koruptor.

Kesesatan karena divisi terjadi bila seseorang beranggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi seluru kelompok secara kolektif pasti juga benar (berlaku) bagi individu-individu dalam kelompok tersebut.

Contoh 1:

Banyak pejabat pemerintahan korupsi. Yahya Zaini adalah anggota DPR, maka Yahya Zaini juga korupsi.

Contoh 2: Umumnya pasangan artis-artis yang baru menikah pasti lalu bercerai.

Dona Agnesia dan Darius adalah pasangan artis yang baru menikah, pasti sebentar lagi mereka bercerai.

Kesesatan karena pertanyaan yang kompleks

Kesesatan ini bersumber pada pertanyaan yang sering kali disusun sedemikian rupa sehingga sepintas tampak sebagai pertanyaan yang sederhana, tetapi sebetulnya bersifat kompleks.

Jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari maksud dari kesesatan ini adalah karena pertanyaan yang diajukan sangat kompleks, bukan hanya pertanyaan yang memerlukan jawaban ya atau tidak. Contoh pertanyaan sederhana, dengan pertanyaan ya atau tidak

Contoh:

Apakah kamu yang mengambil majalahku? ... Jawab ya atau tidak

Pertanyaan ini sulit dijawab hanya dengan ya dan tidak, apalagi bila yang ditanya merasa tidak pernah mengambilnya.

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ Ida Anggraeni Ananda, S.S.,M.Si., Modul Dasar-Dasar Logika
    Daftar pustaka:
    • Hayon, Y.P, Logika, Prinsip-prinsip Bernalar Tepat, Lurus, dan Teratur. ISTN, Jakarta, 2001
    • Soekadijo, R.G, Logika Dasar Tradisional, Simbolik dan Induktif. Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2001.
  2. ^ van Eemeren, Frans; Garssen, Bart; Meuffels, Bert (2009). Fallacies and Judgments of Reasonablene Empirical Research Concerning the Pragma-Dialectical Discussion Rules. Dordrecht: Springer. doi:10.1007/978-90-481-2614-9. ISBN 978-90-481-2613-2. 
  3. ^ Woods, John (2004). The Death of Argument: Fallacies in Agent Based Reasoning. Applied Logic Series. 32. London: Springer. hlm. 3–23. doi:10.1007/978-1-4020-2712-3_1. ISBN 9789048167005. 
  4. ^ Bustamente, Thomas; Dahlman, Christian, ed. (2015). Argument types and fallacies in legal argumentation. Heidelberg: Springer International Publishing. hlm. x. ISBN 978-3-319-16147-1. 
  5. ^ Garns, Rudy (1997). "Informal Fallacies" (dalam bahasa Inggris). Northern Kentucky University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-01. Diakses tanggal 2021-12-09. 
  6. ^ Dowden, Bradley. "Fallacy". Internet Encyclopedia of Philosophy (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-12-09. 
  7. ^ McMullin, Rian E. (2000). The new handbook of cognitive therapy techniques (edisi ke-Revisi). New York: W. W. Norton. ISBN 978-0393703139. OCLC 41580357. 
  8. ^ McMurtry, John (December 1990). "The mass media: An analysis of their system of fallacy". Interchange. 21 (4): 49–66. doi:10.1007/BF01810092. 
  9. ^ Weruin, Urbanus Ura (2017). "Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum" (PDF). Jurnal Konstitusi. 14 (2): 376. doi:10.31078/jk1427. 
  10. ^ Gensler, Harry J. (2010). The A to Z of Logic (PDF) (dalam bahasa Inggris). Rowman & Littlefield. hlm. 74. ISBN 9780810875968. 
  11. ^ Garns, Rudy (1997). "Informal Fallacies" (dalam bahasa Inggris). Northern Kentucky University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-02-01. Diakses tanggal 2021-12-09. 
  12. ^ Dowden, Bradley. "Fallacy". Internet Encyclopedia of Philosophy. Diakses tanggal 17 February 2016. 
  13. ^ Copi & Cohen, hlm. 110.
  14. ^ Hidayat, hlm. 131.
  15. ^ Hidayat, hlm. 131-132.
  16. ^ a b Hidayat, hlm. 132.
  17. ^ a b c d Hidayat, hlm. 133.
  18. ^ Lelucon ini diambil dari cerita Yosri sebagai masukan dalam usaha penggabungan Wikipedia Bahasa Indonesia dan Wikipedia Bahasa Melayu
  19. ^ Etiket Internasional. Anak Benua India. Bahasa Tubuh dalam Pergaulan Sehari-hari. Hal. 151. Peter Clayton. Karisma Publishing Group 2006
  20. ^ a b c d Hidayat, hlm. 134.
  21. ^ a b c d Hidayat, hlm. 135.
  22. ^ Jan Hendrik Rapar, Pengantar logika; asas-asas penalaran sistematis. Penerbit Kanisius 1996. ISBN 979-497-676-8

Daftar pustaka

Lihat pula