Lompat ke isi

Wawan (aktivis)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 10 Agustus 2024 14.49 oleh F1fans (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Wawan
LahirBernadinus Realino Norma Irawan
(1978-05-15)15 Mei 1978
Jakarta, Indonesia
Meninggal13 November 1998(1998-11-13) (umur 20)
Jakarta, Indonesia
Sebab meninggalLuka tembak di dada dengan peluru standar ABRI di Tragedi Semanggi[1]
MakamTaman Pemakaman Umum Joglo
Orang tua
KerabatBenedictus Rosalia Irma Normaningsih

Bernadinus Realino Norma Irawan, lebih dikenal dengan sapaan Wawan (15 Mei 1978 – 13 November 1998), adalah salah satu aktivis yang tewas dalam Tragedi Semanggi pada 13 November 1998[2], Wawan tewas ditembak aparat ketika berusaha menolong salah seorang temannya yang tertembak lebih dahulu. Ia tergabung dalam Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRuK), selain juga aktif sebagai aktivis mahasiswa di Universitas Atmajaya.[3]

Kronologi Pembunuhan

[sunting | sunting sumber]

Sebelumnya, Wawan sudah memberi informasi kepada ibunya bahwa dirinya menjadi incaran penembakan. Ia adalah satu dari lima mahasiswa yang akan dibunuh, yang menurutnya ia dapat dari bocoran laporan intelijen dari temannya. Wawan menolak saran ibunya agar mengurangi kegiatan aktivitas kemahasiswaannya dan fokus menyelesaikan kuliah. Ia lebih memilih tetap aktif dalam demonstrasi. Wawan kemudian meminta uang kepada ibunya untuk membeli rompi anti peluru, namun sayangnya kehabisan, sehingga ia malah membeli jaket kulit.[4]

Tiga hari setelah operasi polip di Rumah Sakit Umum Sumber Waras, pada tanggal 9 November 1998 Wawan minta diantarkan kembali ke kampus untuk memimpin diskusi. Setelah itu ia tidak pernah pulang ke rumah, terus berada di kampus. Barulah pada tanggal 12 November 1998, Wawan mengabari ibunya.

Pada tanggal 13 November 1998, tersebar kabar bahwa demonstrasi akan diatasi dengan penembakan bebas menggunakan peluru tajam, dan Menhakam/Pangab Jenderal Wiranto meminta semua aktivitas ditutup. Sumarsih yang ingin menjemput Wawan di Universitas Atmajaya terhalangi karena Gedung DPR/MPR dijaga ketat oleh aparat keamanan. Wawan masih sempat mengabari lewat telepon kepada ayahnya bahwa kondisi di kampus juga memanas.[5]

Sore harinya, Wawan tertembak bersama korban Tragedi Semanggi lainnya, saat sedang mengendong korban lain, setelah meminta izin kepada tentara untuk menolong mereka. Sebelunya ia dan aktivis lain mengangkat dan menyemprotkan air hidran untuk mengatasi gas air mata.[3] Romo Ignatius Sandyawan Sumardi, Sekretaris Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TRK), yang mengabarkan hal ini kepada orangtuanya melalui telepon. Mereka diminta datang ke Rumah Sakit Jakarta, namun kemudian dihalangi polisi yang berjaga. Setelah masuk ke Rumah Sakit Jakarta, Wawan ditemukan sudah meninggal di basemen. Ibunya kemudian menyetujui otopsi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Saat jenazahnya dipindah, pengemudi ambulans sempat berteriak bahwa mobil tersebut ditembaki. [5]

Penyebab kematian

[sunting | sunting sumber]

Wawan ditemukan dengan luka tembak di dada sebelah kiri, menembus jantung dan paru-paru[3] Menurut keterangan dokter forensik RSCM, Budi Sampurno, ia meninggal akibat peluru tajam standar ABRI, mengenai jantung dan paru di dada sebelah kiri.[5]

Pengusutan

[sunting | sunting sumber]

Kasus penembakan Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II tidak pernah terungkap hingga kini. Aksi Kamisan yang digerakkan Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK), yang salah satu penggeraknya adalah Ibu Wawan, Sumarsih, hingga kini terus berlanjut di depan Istana Merdeka, tanpa adanya penyelesaian. Aksi ini dimulai karena Sumarsih menolak penyelesaian di luar Undang Undang yang dilakukan pada masa pemerintahan SBY, karena menurutnya sudah ada UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM yang bisa digunakan untuk mengusut dan mengadili pelaku. Harapan penyelesaian pada masa Presiden Jokowi juga menghasilkan kekecewaan bagi Sumarsih dan kawan-kawan [6][7]

Referensi

[sunting | sunting sumber]