Pertanian organik
Halaman ini sedang dipersiapkan dan dikembangkan sehingga mungkin terjadi perubahan besar. Anda dapat membantu dalam penyuntingan halaman ini. Halaman ini terakhir disunting oleh Hysocc (Kontrib • Log) 4002 hari 784 menit lalu. Jika Anda melihat halaman ini tidak disunting dalam beberapa hari, mohon hapus templat ini. |
Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis.[1] Beberapa tanaman Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dengan teknik tersebut adalah padi, hortikultura sayuran dan buah (contohnya: brokoli, kubis merah, jeruk, dll.), tanaman perkebunan (kopi, teh, kelapa, dll.), dan rempah-rempah.[1] Pengolahan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan.[2] Yang dimaksud dengan prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling berhubungan dan tidak terpisahkan.[2] Pertanian organik juga harus didasarkan pada siklus dan sistem ekologi kehidupan.[2] Pertanian organik juga harus memperhatikan keadilan baik antarmanusia maupun dengan makhluk hidup lain di lingkungan.[2] Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.[2]
Sejarah pertanian organik
Pertanian tradisional dalam berbagai bentuk, yang telah dilakukan sejak ribuan tahun di seluruh dunia, merupakan pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia sintetik. Pertanian dengan memanfaatkan ekologi hutan (kebun hutan, forest gardening) merupakan salah satu sistem produksi pangan pada masa prasejarah yang dipercayai merupakan pemanfaatan ekosistem pertanian yang pertama.[3]
Pupuk sintetis telah dibuat pada abad ke 18, berupa superfosfat. Lalu pupuk berbahan dasar amonia mulai diproduksi secara masal ketika proses Haber dikembangkan semasa Perang Dunia I. Pupuk ini murah, bernutrisi, dan mudah ditransportasikan dalam bentuk curah. Perkembangan juga terjadi pada pestisida kimia pada tahun 1940an, yang memicu penggunaan bahan kimia pertanian secara besar-besaran di seluruh dunia.[4] Namun sistem pertanian baru yang muali berkembang ini membawa dampak serius secara jangka panjang pada pemadatan tanah, erosi, penurunan kesuburan tanah secara keseluruhan, juga dampak kesehatan pada manusia akibat bahan kimia beracun yang masuk ke bahan pangan.[5]
Para pakar biologi tanah mulai mengembangkan teori mengenai bagaimana ilmu biologi dapat digunakan pada pertanian untuk menanggulangi dampak negatif bahan kimia pertanian tanpa mengurangi hasil produksi pertanian. Biodinamika biologi berkembang di tahun 1920an dan menjadi versi awal dari pertanian organik yang dikenal sekarang.[6][7][8][9][10][11][12] Sistem ini berdasarkan filosofi antroposofi dari Rudolf Steiner.[8]
Di tahun 1930an dan awal 1940an, pakar botani terkemuka Sir Albert Howard dan istrinya Gabriel Howard mengembangkan pertanian organik. Howard terinspirasi dari pengalaman mereka mengenai metode pertanian tradisional di India, pengetahuan mereka mengenai biodinamika, dan latar belakang pendidikan mereka.[6] Sir Albert Howard dapat dikatakan sebagai "bapak pertanian organik" karena ia yang pertama kali menerapkan prinsip ilmiah pada berbagai metode pertanian tradisional dan alami.[5]
Meningkatnya kesadaran lingkungan secara umum pada populasi manusia di masa modern telah mengubah gerakan organik yang awalnya dikendalikan oleh suplai, kini dikendalikan oleh permintaan pasar. Harga yang tinggi dan subsidi dari pemerintah menarik perhatian petani. Di negara berkembang, berbagai produsen pertanian yang bekerja dengan prinsip tradisional dapat dikatakan setara dengan pertanian organik namun tidak bersertifikat dan tidak mengikuti perkembangan ilmiah dalam pertanian organik. Sehingga beberapa petani tradisional dapat berpindah menjadi petani organik dengan mudah, yang terdorong oleh alasan ekonomi.[13]
Metode
Pertanian organik mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan teknologi modern mengenai praktek pertanian tradisional berdasarkan proses biologis yang terjadi secara alami. Metode pertanian organik dipelajari di dalam bidang ekologi pertanian. Pertanian konvensional menggunakan pestisida dan pupuk sintetik, sedangkan pertanian organik membatasinya dengan hanya menggunakan pestisida dan pupuk alami. Prinsip metode pertanian organik mencakup rotasi tanaman, pupuk hijau/kompos, pengendalian hama biologis, dan pengolahan tanah secara mekanis. Pertanian organik memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk mendukung produktivitas pertanian, seperti pemanfaatan legum untuk mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk menaggulangi hama, rotasi tanaman untuk mengembalikan kondisi tanah dan mencegah penumpukan hama, penggunaan mulsa untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan pemanfaatan bahan alami, termasuk mineral bahan tambang yang tidak diproses atau diproses secara minimal, sebagai pupuk, pestisida, dan pengkondisian tanah.[14] Tanaman yang lebih unggul dan tangguh dikembangkan melalui pemuliaan tanaman dan tidak dimodifikasi menggunakan rekayasa genetika.
Keanekaragaman hayati
Tingginya keanekaragaman tanaman pertanian adalah salah satu penciri pertanian organik. Pertanian konvensional fokus pada produksi massal hasil pertanian tunggal di lahan, yang disebut dengan monokultur. Dalam ekologi pertanian diketahui bahwa polikultur (penanaman berbagai jenis tanaman pada satu ahan) lebih menguntungkan dan lebih sering diterapkan di pertanian organik.[15] Penanaman berbagai jenis sayuran mendukung berbagai jenis serangga yang bersifat menguntungkan, mikroorganisme tanah, dan faktor lainnya yang menambah kesehatan lahan pertanian. Keanekaragaman tanaman pertanian membantu lingkungan untuk mempertahankan suatu spesies yang dekat dengan lahan pertanian agar tidak punah.[16]
Pengelolaan tanah
Pertanian organik bergantung sepenuhnya pada dekomposisi bahan organik tanah, menggunakan berbagai teknik seperti pupuk hijau dan kompos untuk menggantikan nutrisi yang hilang dari tanah oleh tanaman pertanian sebelumnya. Proses biologis ini dikendalikan oleh berbagai mikroorganisme seperti mikoriza yang memungkinkan terjadinya produksi nutrisi secara alami di dalam tanah sepanjang musim tanam. Pertanian organik mendayagunakan berbagai metode untuk meningkatkan kesuburan tanah, termasuk rotasi tanaman, pemanfaatan tanaman penutup, pengolahan tanah tereduksi, dan penerapan kompos. Dengan mengurangi pengolahan tanah, maka tanah tidak dibalik dan tidak terpapar oleh udara. Hal ini berarti nutrisi yang bersifat mudah menguap seperti nitrogen dan karbon semakin sedikit yang menghilang.
Tumbuhan membutuhkan berbagai nutrisi seperti nitrogen, fosfor, dan nutrisi mikro lainnya serta hubungan simbiosis dengan fungi dan organisme lainnya untuk berkembang dengan baik. Sinkronisasi diperlukan agar tumbuhan mendapatkan nitrogen yang cukup pada waktu yang tepat. Hal ini menjadi salah satu tantangan di dalam pertanian organik.[17] Residu tanaman dapat dikembalikan ke tanah sehingga membusuk dan memberikan nutrisi bagi tanah.[17] Dalam banyak kasus, pengaturan pH diperlukan dengan menggunakan kapur pertanian dan sulfur.[18]
Lahan usaha tani yang tidak memiliki usaha peternakan di dalamnya mungkin akan lebih sulit dalam mengembalikan kesuburan tanah dan membutuhkan input kotoran dari luar untuk digunakan sebagai sumber nitrogen yang baik. Namun nitrogen juga dapat diberikan dengan menggunakan legum sebagai tanaman penutup tanah.[17]
Penelitian dalam ilmu biologi pada tanah dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya telah membuktikan manfaat bagi pertanian organik. Berbagai jenis bakteri dan fungi memecah bahan kimia, residu tanaman, dan kotoran hewan menjadi nutrisi yang dapat diserap oleh tumbuhan, sehingga tanaman pertanian menjadi produktif.[19][20]
Pengelolaan gulma
Pengelolaan gulma secara organik bersifat menekan, bukan memberantas gulma, dengan meningkatkan kompetisi dan mendayagunakan sifat fitotoksik tanaman.[21] Pertanian organik mengintegrasikan strategi budaya, biologi, mekanis, fisik, dan kimiawi untuk mengelola gulma tanpa menggunakan herbisida sintetik.
Berbagai standar organik membutuhkan rotasi tanaman dari tanaman semusim,[22] yang berarti satu jenis tanaman tidak bisa ditumbuhkan di lokasi yang sama tanpa tumbuhan antara yang berbeda jenisnya. ROtasi tanaman secara organik mencakup tanaman penutup yang menekan pertumbuhan gulma dan tanaman dengan siklus hidup yang tidak sama untuk menekan pertumbuhan gulma yang hanya menyerang jenis tanaman tertentu.[21] Berbagai penelitian dikerjakan untuk mengembangkan metode organik untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang secara alami menekan pertumbuhan atau perkecambahan gulma.[23] Metode lainnya yaitu meningkatkan tingkat kompetisi tanaman pertanian untuk menekan pertumbuhan gulma dengan berbagai cara seperti mengatur tingkat kepadatan penanaman, mengatur jumlah varietas tanaman yang ditanam, dan mengatur periode penanaman.[21]
Pengendalian gulma secara mekanis dan fisik dapat dilakukan dengan:[24]
- Pengolahan tanah - membalik tanah di atara tanaman untuk menempatkan residu tanaman dan gulma ke dalam tanah.
- Pemotongan
- Memberikan panas ke tanah
- Pemberian mulsa untuk menghalangi pertumbuhan gulma (lihat plastikultura)[25]
Namun metode pengolahan tanah dikritik sebagian kalangan karena dapat menyebabkan erosi.[26][27] FAO dan berbagai organisasi mempromosikan pendekatan pertanian tanpa pengolahan tanah (no till farming) dan menekankan pada rotasi tanaman.[27][28] Sebuah studi menunjukan bahwa rotasi tanaman dan pemanfaatan tanaman penutup tanah mampu mengurangi erosi tanah, mengendalikan hama, dan menekan penggunaan pestisida secara signifikan.[29] Beberapa bahan kimia yang tersedia secara alami dapat digunakan sebagai herbisida (bioherbisida), seperti asam asetat, tepung gluten jagung, dan minyak atsiri. Bioherbisida yang berbasis fungi patogen yang menjadi parasit bagi gulma, juga telah dikembangkan.[24]
Gulma juga dapat dikendalikan dengan memanfaatkan penggembalaan hewan di atas lahan pertanian. Angsa telah dipelihara secara jelajah bebas di atas lahan kapas, strawberry, tembakau, dan jagung untuk menekan pertumbuhan gulma.[30] Petani sawah di berbagai belahan dunia juga memelihara bebek dan ikan di sawah untuk memakan gulma dan serangga.[31]
Hewan ternak
Usaha pemeliharaan hewan ternak yang menghasilkan daging, susu, dan telur secara organik dapat menjadi pelengkap bagi usaha pertanian organik. Berbagai pembuat kebijakan memiliki sikap yang bervariasi mengenai kesejahteraan hewan, namun USDA secara umum tidak mengutamakan kesejahteraan hewan untuk memberi label produk organik.[32] Kuda dan sapi dapat menjadi hewan pekerja yang menyediakan tenaga untuk menggerakkan mesin, membajak, menambah kesuburan tanah dengan kotorannya, dan menjadi sumber bahan bakar (misal biogas).
Keekonomian
Keekonomian dari pertanian organik merupakan subbidang dari ekonomi pertanian yang mencakup seluruh jenis proses dan dampak dari pertanian organik terhadap masyarakat, terutama biaya sosial, biaya peluang, biaya tak terduga, asimetri informasi, ekonomi skala, dan sebagainya. Meski cakupan ekonomi begitu luas, pada ekonomi pertanian fokusnya ada pada maksimisasi hasil dan efisiensi pada tingkat lahan usaha tani. Ekonomi merupakan pendekatan antroposentrik terhadap nilai alam (misal keanekaragaman hayati). Beberapa lembaga dan pemerintahan memberikan subsidi kepada pertanian organik dalam skala besar karena manfaatnya yang begitu banyak pada lingkungan.[33]
Persebaran produsen
Pasar produk organik paling kuat berada di Amerika Utara dan Eropa, yang pada tahun 2001 diperkirakan telah menguasai antara US$ 6 hingga 8 miliar dari pangsa pasar global yang sebesar US$ 20 miliar.[34] Australasia memiliki 39% pangsa lahan usaha tani organik di seluruh dunia, namun 97% dari lahan ini merupakan kawasan penggembalaan yang tidak menghasilkan bahan pangan secara langsung. Di sisi lain, Amerika Serikat, dengan lahan yang lebih sempit, memiliki tingkat penjualan 20 kali lebih banyak dibandingkan Australia.[34] Lahan usaha tani organik di Eropa menguasai 23% dari lahan usaha tani organik dunia, diikuti Amerika Latin dengan 19%, Asia 9.5%, Amerika Utara 7.2%, dan Afrika 3%.[35]
Selain Australia, negara dengan lahan usaha tani organik terbesar adalah Argentina yang mencapai 3.1 juta hektar, China 2.3 juta hektar, dan Amerika Serikat 1.6 juta hektar. Kebanyakan lahan organik di Argentina adalah lahan penggembalaan seperti Australia. Brazil merupakan eksportir produk organik terbesar.
Di Uni Eropa pada tahun 2005, 3.9% dari total lahan pertanian merupakan lahan usaha tani organik. Negara di Uni Eropa dengan proporsi lahan terbesar adalah Austria 11%, Italia 8.4%, dan Republik Ceko dan Yunani (keduanya 7.2%). Yang paling sempit adalah Malta 0.15, Polandia 0.6% (168 ribu hektar),[36] dan Irlandia 0.8%.[37][38] Di tahun 2009, proporsi lahan organik di Uni Eropa tumbuh hingga 4.7%.[39] Di tahun 2010, 16% petani Austria bercocok tanam secara organik.[40]
Setelah keruntuhan Uni Soviet di tahun 1991, input usaha pertanian (terutama pestisida dan pupuk sintetik) yang sebelumnya didatangkan dari negara Eropa TImur tidak lagi tersedia di Kuba. Banyak petani Kuba beralih menjadi petani organik karena keterpaksaan.[41] Sehingga pertanian organik menjadi cara yang utama dalam menghasilkan bahan pangan sampai sekarang.[42][43][44]
Pertumbuhan
Di tahun 2001, diperkirakan nilai pasar produk organik bersertifikat di seluruh dunia adalah US$ 20 miliar. Di tahun 2002, nilainya menjadi US$ 23 miliar dan di tahun 2007 US$ 46 miliar. Di tahun 2012, nilainya telah mencapai US$ 63 miliar.[45]
Eropa dan Amerika Utara mengalami peningkatan tertinggi dalam hal luas lahan.[45] Antara tahun 2005 hingga 2008, Uni Eropa mengalami perluasan sebesar 21%.[46] Hal ini disebabkan pemberian subsidi pertanian di Uni Eropa yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik karena besarnya manfaat bagi lingkungan. Namun Amerika Serikat masih mensubsidi pertanian konvensional, terutama gula dan jagung.[47] Hal inilah yang menjadi pembeda antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Secara persentase luas lahan pertanian total pada kedua wilayah tersebut, 4.6% di Uni Eropa adalah lahan pertanian organik sedangkan di Amerika Serikat hanya 0.6% dari total luas lahan pertaniannya.[48]
Produktivitas
Berbagai studi mengenai produktivitas pertanian organik beragam.[49]
Sebuah studi yang dilakukan di tahun 1990 dengan data dari 26 jenis hasil tanaman pertanian dan dua hasil peternakan pada ratusan lahan usaha tani menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan berarti secara statistik antara pertanian organik dan pertanian konvensional. Perbedaan berarti hanya ada pada produksi susu dan kacang-kacangan di mana pertanian organik lebih banyak menghasilkan dibandingkan pertanian konvensional.[50]
Sebuah survei di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 2001 menganalisis 150 musim tanam serealia dan kacang kedelai dan mendapati bahwa pertanian organik menghasilkan antara 5% lebih sedikit hingga setara dibandingkan pertanian konvensional.[49]
Sebuah studi yang berlangsung selama dua dekade dan dipublikasikan pada tahun 2002 mendapatkan bahwa pertanian organik menghasilkan 20% lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional dengan menggunakan pupuk 50% lebih sedikit, pestisida 97% lebih sedikit, dan input energi 34-53% lebih sedikit.[20] Meski lebih sedikit menghasilkan, namun dengan input bahan kimia pertanian dan bahan bakar yang lebih sedikit, petani bisa mendapatkan menghasilkan keuntungan lebih banyak.
Sebuah studi di tahun 2003 menemukan bahwa di musim kering, pertanian organik menghasilkan lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional.[51][52] Pertanian organik juga mampu bertahan melawan gangguan cuaca seperti badai dan topan, lebih baik dibandingkan pertanian konvensional. Lapisan tanah atas pada pertanian organik tidak menghilang sebanyak pertanian konvensional ketika diterpa angin kencang.[53]
Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2005 membandingkan pertanian konvensional, pertanian organik berbasis hewan, dan pertanian organik berbasis legum pada Institut Rodale selama 22 tahun. Studi ini mendapati bahwa untuk penanaman jagung dan kedelai cenderung menghasilkan dalam jumlah yang setara di antara ketiganya, namun pertanian organik berbasis legum dan berbasis hewan membutuhkan energi fosil yang lebih sedikit secara signifikan. Dan pada pertanian organik, pestisida dan pupuk sintetik tidak digunakan sama sekali.[54][55][56]
Pada studi yang dilakukan pada tahun 2007 menggabungkan 293 penelitian yang telah dilakukan untuk menilai efisiensi secara keseluruhan antara kedua sistem pertanian dan menemukan bahwa metode organk dapat memproduksi bahan pangan yang mencukupi bagi populasi dunia untuk mendukung kelangsungan hidup manusia dengan kebutuhan lahan yang lebih sedikit. Para peneliti juga menemukan bahwa di negara maju meski pertanian organik menghasilkan 8% lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional, namun di negara miskin pertanian organik menghasilkan 80% lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional. hal ini dikarenakan di negara miskin bahan-bahan organik untuk input usaha pertanian lebih mudah didapatkan dibandingkan akses menuju pestisida dan pupuk sintetik.[57] Namun studi ini ditantang kebenarannya dengan studi lain pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa estimasi berlebihan pada pertanian organik dikarenakan misinterpretasi data dan kesalahan hitung.[58]
Sebuah studi ditahun 1999 oleh Badang Perlindungan Lingkungan Denmark menemukan bahwa, pertanian organik menghasilkan kentang, bit gula, dan rumput lebih sedikit, hingga 50%-nya saja, dibandingkan pertanian konvensional.[59] Michael Pollan, pengarang dari The Omnivore's Dilemma, merespon publikasi ini dengan menyatakan bahwa hasil pertanian dunia rata-rata lebih rendah dibandingkan hasil pertanian berkelanjutan modern. Dengan menjadikan mayoritas usaha pertanian dunia berhaluan organik dapat meningkatkan hasil pangan dunia hingga 50% lebih banyak.[60]
Keuntungan
Pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk sintetik disertai dengan harga premium bagi bahan pangan organik berkontribusi pada keuntungan petani yang lebih tinggi. Secara umum pertanian organik lebih menguntungkan dibandingkan pertanian konvensional. Tanpa harga premium, pertanian organik mendapatkan hasil yang beragam, ada yang untung dan ada yang rugi.[34] Organic production was more profitable in Wisconsin, given price premiums.[61] Bagi pasar tradisional dan pasar modern, bahan pangan organik juga lebih menguntungkan dan umumnya dijual pada keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan bahan pangan non-organik.[62]
Meskipun pembeli membandingkan harga dan membeli secara sadar, bahan pangan organik tidak selalu lebih mahal dibandingkan bahan pangan non-organik. Seperti contoh di tahun 2000, sebuah usaha restoran mengganti 85% bahan baku yang digunakannya ke organik tanpa meningkatkan harga bagi pembelinya. Pemilik restoran juga menyatakan bahwa sejak tahun 2000, harga bahan pangan organik telah turun dan saat ini tidak lagi menjadi masalah untuk mendapatkan bahan pangan organik dengan harga yang bersaing.[63][64]
Lihat pula
Referensi
- ^ a b Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Juli 2002). "Prospek Pertanian Organik di Indonesia". Diakses tanggal 23 Mei 2010.
- ^ a b c d e International Federation of Organic Agriculture Movements. "PRINSIP-PRINSIP PERTANIAN ORGANIK" (PDF). Diakses tanggal 23 Mei 2010.
- ^ Douglas John McConnell (2003). The Forest Farms of Kandy: And Other Gardens of Complete Design. hlm. 1. ISBN 9780754609582.
- ^ Horne, Paul Anthony (2008). Integrated pest management for crops and pastures. CSIRO Publishing. hlm. 2. ISBN 978-0-643-09257-0.
- ^ a b Stinner, D.H (2007). "The Science of Organic Farming". Dalam William Lockeretz. Organic Farming: An International History. Oxfordshire, UK & Cambridge, Massachusetts: CAB International (CABI). ISBN 978-0-85199-833-6. Diakses tanggal 30 April 2013. ebook ISBN 978-1-84593-289-3 Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "Stinner2007" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b Paull, John (2006) The Farm as Organism: The Foundational Idea of Organic Agriculture Elementals ~ Journal of Bio-Dynamics Tasmania 83:14–18
- ^ Paull, John (2011). "Attending the First Organic Agriculture Course: Rudolf Steiner's Agriculture Course at Koberwitz, 1924". European Journal of Social Sciences. 21 (1): 64–70.
- ^ a b Holger Kirchmann and Lars Bergström, editors. Organic Crop Production – Ambitions and Limitations Springer. Berlin 2008.
- ^ Paull John (2011). "Attending the First Organic Agriculture Course: Rudolf Steiner's Agriculture Course at Koberwitz, 1924" (PDF). European Journal of Social Sciences. 21 (1): 64–70.
- ^ Lotter, D.W. (2003) Organic agriculture. Journal of Sustainable Agriculture 21(4)
- ^ Biodynamics is listed as a "modern organic agriculture" system in: Minou Yussefi and Helga Willer (Eds.), The World of Organic Agriculture: Statistics and Future Prospects, 2003, p. 57
- ^ Biodynamic agriculture is "a type of organic system". Charles Francis and J. van Wart (2009), "History of Organic Farming and Certification", in Organic farming: the ecological system. American Society of Agronomy. pp. 3-18
- ^ Paull, John "China's Organic Revolution", Journal of Organic Systems (2007) 2 (1): 1-11.
- ^ FiBL (2006) Use of potassium bicarbonate as a fungicide in organic farming
- ^ Fargione J, and D Tilman. 2002. "Competition and coexistence in terrestrial plants". Pages 156-206 In U. Sommer and B Worm editors, Competition and Coexistence. Springer-Verlag, Berlin, Germany. [1]
- ^ Crop diversity: A Distinctive Characteristic of an Organic Farming Method - Organic Farming; April 15, 2013
- ^ a b c Watson CA, Atkinson D, Gosling P, Jackson LR, Rayns FW. (2002). "Managing soil fertility in organic farming systems". Soil Use and Management. 18: 239–247. doi:10.1111/j.1475-2743.2002.tb00265.x. Diakses tanggal 2009-05-29. Preprint with free full-text.
- ^ Gillman J. (2008). The Truth About Organic Farming.
- ^ Ingram, M. (2007). "Biology and Beyond: The Science of Back to Nature Farming in the United States". Annals of the Association of American Geographers. 97 (2): 298–312. doi:10.1111/j.1467-8306.2007.00537.x.
- ^ a b Mader; Fliessbach, A; Dubois, D; Gunst, L; Fried, P; Niggli, U; et al. (2002). "Soil Fertility and Biodiversity in Organic Farming". Science. 296 (5573): 1694–1697. Bibcode:2002Sci...296.1694M. doi:10.1126/science.1071148. PMID 12040197.
- ^ a b c Kathleen Delate and Robert Hartzler. 2003. Weed Management for Organic Farmers. Iowa State University Extension Bulletin 1883.
- ^ Staff, United Nations Conference on Trade and Development. Organic Standards
- ^ Robert J. Kremer and Jianmei Li. 2003. Developing weed-suppressive soils through improved soil quality management. Soil & Tillage Research 72: 193-202.
- ^ a b Mark Schonbeck, Virginia Association for Biological Farming. Last Updated: March 23, 2010. An Organic Weed Control Toolbox.
- ^ Szykitka, Walter (2004). The Big Book of Self-Reliant Living: Advice and Information on Just About Everything You Need to Know to Live on Planet Earth. Globe-Pequot. hlm. 343. ISBN 978-1-59228-043-8.
- ^ Pimentel D et al. (1997) Environmental and Economic Costs of Soil Erosion and Economic Benefits of Conservation Science 267(52010):1117-1123
- ^ a b Staff, Green.View (2008-08-11). "Stuck in the mud". The Economist.
- ^ David R. Huggins and John P. Reganold. (2008) No-till: The Quiet Revolution Scientific American July 2008 Issue:70-77
- ^ Pimentel D et al. (2005) Environmental, Energetic, and Economic Comparisons of Organic and Conventional Farming Systems. BioScience 55(7):573-82
- ^ Glenn Geiger and Harold Biellier. 1993. Weeding With Geese. University of Missouri Extension Bulletin G8922.
- ^ How to feed the world By Laurent Belsie (February 20, 2003 edition) The Christian Science Monitor
- ^ "Clouds on the Organic Horizon". CropWatch. Diakses tanggal 14 March 2007.
- ^ Staff, IFOAM, 2009. Misconception Number 38: Organic farmers can only survive because they get subsidies; the system is not fit for economic competitiveness. The organic sector is eating tax-payers money and it goes into the pockets of a few manipulative individuals. [pranala nonaktif]
- ^ a b c Lotter, D. (2003). "Organic Agriculture" (PDF). Journal of Sustainable Agriculture. 21 (4): 59. doi:10.1300/J064v21n04_06.
- ^ Willer, Helga and Kilcher Lukas, Eds. (2009) The World of Organic Agriculture - Statistics and Emerging Trends 2009. International Federation of Organic Agriculture Movements(IFOAM), DE-Bonn, Research Institute of Organic Agriculture, FiBL, CH-Frick and International Trade Centre ITC, Geneva. full table of contents
- ^ SixtyTwo International Consultants. "The organic food market in Poland: Ready for take-off". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2007-10-08.
- ^ "Organic Farming in the European Union" (PDF). European Commission. hlm. 30. Diakses tanggal 2012-01-19.
- ^ European Commission – Eurostat. "Eurostat press release 80/2007" (PDF). hlm. 1. Diakses tanggal 2007-10-07.
- ^ FiBL,OTA. "Organic Market Growth - Facts and Figures". Diakses tanggal 2012-01-18.
- ^ Bauernzeitung (RollAMA survey). "Bio hat Zukunft, aber auch viele Probleme". Diakses tanggal 2012-01-19.
- ^ Auld, Alison. "Farming with Fidel". Diakses tanggal 2012-02-04.
- ^ Center for Genetic Engineering and Biotechnology. "Cuban GMO Vision" (PDF). Diakses tanggal 2007-10-08.
- ^ Centro de Ingeniería Genética y Biotecnología de Cuba. "DirecciÓn de Investigaciones Agropecuarias". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-27. Diakses tanggal 2007-10-08.
- ^ Office of Global Analysis, FAS, USDA. "Cuba's Food & Agriculture Situation Report" (PDF). Diakses tanggal 2008-09-04.
- ^ a b Helga Willer, Julia Lernoud and Robert Home The World of Organic Agriculture: Statistics & Emerging Trends 2013 Research Institute of Organic Agriculture (FiBL) and the International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM, 2013
- ^ http://epp.eurostat.ec.europa.eu/cache/ITY_PUBLIC/5-01032010-BP/EN/5-01032010-BP-EN.PDF
- ^ Dimitri, C.; Oberholtzer, L. (2006) EU and US Organic Markets Face Strong Demand Under Different Policies
- ^ Willer, Helga; Kilcher, Lukas (2011). "The World of Organic Agriculture. Statistics and Emerging Trends 2011". Bonn; FiBL, Frick: IFOAM.
- ^ a b Welsh, Rick (1999). "Economics of Organic Grain and Soybean Production in the Midwestern United States" (PDF). Henry A. Wallace Institute for Alternative Agriculture.
- ^ Stanhill, G. (1990). "The comparative productivity of organic agriculture". Agriculture, Ecosystems & Environment. 30: 1. doi:10.1016/0167-8809(90)90179-H.
- ^ Lotter, D. W., Seidel, R. & Liebhardt W. (2003). "The performance of organic and conventional cropping systems in an extreme climate year". American Journal of Alternative Agriculture. 18 (3): 146–154. doi:10.1079/AJAA200345.
- ^ Welsh (1999) The Economics of Organic Grain and Soybean Production in the Midwestern United States.
- ^ A study of 1,804 organic farms in Central America hit by Hurricane Mitch: Holt-Gimenez, E. (2000) Hurricane Mitch Reveals Benefits of Sustainable Farming Techniques. PANNA.
- ^ Pimentel DP et al (2005) Environmental, Energetic, and Economic Comparisons of Organic and Conventional Farming Systems Bioscience 55(7): 573-582.
- ^ Rodale Farm Trial Site
- ^ Rodale 30 year report
- ^ Badgley, Catherine; Moghtader, Jeremy; Quintero, Eileen; Zakem, Emily; Chappell, M. Jahi; Avilés-Vázquez, Katia; Samulon, Andrea; Perfecto, Ivette (2007). "Organic agriculture and the global food supply". Renewable Agriculture and Food Systems. 22 (2): 86. doi:10.1017/S1742170507001640. Ringkasan – New Scientist (July 12, 2007).
- ^ Connor, D. J. 2008. Organic agriculture cannot feed the world. Field Crops Res. 106: 187-190.
- ^ The Bichel Committee. 1999. Report from the main committee. Danish Environmental Protection Agency. Conclusions and recommendations of the Committee: 8.7.1 Total phase-out. "A total abolition of pesticide use would result in an average drop in farming yields of between 10% and 25%, at the farm level; the smallest losses would occur in cattle farming. On farms that have a large proportion of special crops, such as potatoes, sugar beet and seed grass, the production losses in terms of quantity would be closer to 50%. These crops would probably be ousted by other crops."
- ^ Pollan, Michael (2008-10-12). "Chief farmer". New York Times. Diakses tanggal 2008-11-15.
- ^ Chavas, Jean-Paul; Posner, Joshua L.; Hedtcke, Janet L. (2009). "Organic and Conventional Production Systems in the Wisconsin Integrated Cropping Systems Trial: II. Economic and Risk Analysis 1993–2006". Agronomy Journal. 101 (2): 288. doi:10.2134/agronj2008.0055x.
- ^ Organic food more expensive than food from traditional agriculture
- ^ Phillipe Renard
- ^ Another example are the "Voedselteams" in Belgium, basically packets with vegetables from community supported agriculture, which are sold at low prices
Bahan bacaan terkait
- Ableman, M. (1993). From the Good Earth: A Celebration of Growing Food Around the World. HNA Books. ISBN 0-8109-2517-6.
- Avery, A. The Truth About Organic Foods (Volume 1, Series 1). Henderson Communications, L.L.C. 2006. ISBN 0-9788952-0-7
- Committee on the Role of Alternative Farming Methods in Modern Production Agriculture, National Research Council. 1989. Alternative Agriculture. National Academies Press.
- Guthman, J. Agrarian Dreams: The Parodox of Organic Farming in California, Berkeley and London: University of California Press. 2004. ISBN 978-0-520-24094-0
- Lampkin, N. and S. Padel. (eds.) The Economics of Organic Farming: An International Perspective. Guildford: CAB International. 1994. ISBN 0-85198-911-X
- OECD. Organic Agriculture: Sustainability, Markets, and Policies. CABI International. 2003. Free full-text.
- Beecher, N. A., et al. (2002). Agroecology of birds in organic and nonorganic farmland. Conservation Biology 16(6), 1621–30.
- Brown, R. W. (1999b). "Margin/field interfaces and small mammals". Aspects of Applied Biology. 54: 203–210.
- Emsley, J. (2001). "Going one better than nature". Nature. 410 (6829): 633–634. doi:10.1038/35070632.
- Gabriel, D. and T. Tscharntke. (2007). Insect pollinated plants benefit from organic farming. Agriculture, Ecosystems and Environment 118: 43-48.
- Kuepper, G. and L. Gegner. Organic Crop Production Overview., ATTRA — National Sustainable Agriculture Information Service. August, 2004.
- Paull, J. (2006). "The farm as organism: The foundational idea of organic agriculture". Journal of Bio-Dynamics Tasmania. 83: 14–18.
- Markandya, A. and S. Setboonsarng. 2008. Organic Crops or Energy Crops? Options for Rural Development in Cambodia and the Lao People's Democratic Republic. ADB Institute Research Policy Brief 29. ADBI, Tokyo.
- Smil, V. (2001). Enriching the Earth: Fritz Haber, Carl Bosch, and the Transformation of World Food. MIT Press. ISBN 0-262-19449-X.
- Wheeler, S. A. (2008). "What influences agricultural professionals' views towards organic agriculture?". Ecological Economics. 65: 145–154. doi:10.1016/j.ecolecon.2007.05.014.
- Wickramasinghe L. P., et al. (2003). Bat activity and species richness on organic and conventional farms: impact of agricultural intensification. Journal of Applied Ecology 40(6), 984–93.
Pranala luar
- Organic Farming di Curlie (dari DMOZ)
- Kuepper, G.A Brief Overview of the History and Philosophy of Organic Agriculture. Kerr Center for Sustainable Agriculture. 2010.
- Organic Eprints. A database of research in organic food and farming.
- Organic Farming. Agriculture and Rural Development, European Commission.
- Organic Agriculture Programme. Food and Agriculture Organization (FAO), United Nations.
- Organic Production and Organic Food: Information Access Tools. Alternative Farming Systems Information Center (AFSIC). National Agricultural Library, USDA.
- Organic Agriculture. eOrganic Community of Practice with eXtension: America's Land Grant University System and Partners.
- Organic farming can feed the world, U-M study shows. University of Michigan News Service. July 10, 2007.