Lompat ke isi

Bandar Udara Notohadinegoro

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bandar Udara Notohadinegoro, (IATA : JBB | ICAO : -) adalah sebuah bandar udara yang terletak di Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur yang berjarak sekitar 7 (tujuh) kilometer dari pusat kota Jember. Bandara ini dioprasikan oleh Dinas Perhubungan Pemerintah Kabupaten Jember. bandara yang kini memiliki panjang landasan pacu 1560 meter tersebut telah kembali beroprasi sejak tanggal 16 juli 2014 lalu dengan dilayaninya penerbangan komersil pertama Jember - Surabaya pp. oleh maskapai Garuda indonesia (sub brand Garuda Indonesia Explore) yang menggunakan pesawat udara jenis ATR - 72 600.

Bandara ini memiliki areal seluas 120 ha, dan merupakan bandara umum sipil pertama di indonesia yang di bangun sendiri oleh pemerintah kabupaten setempat, yaitu Pemerintah Kabupaten Jember dengan kekuatan APBD Kabupaten. Bandara ini diharapkan oleh Pemkab Jember dapat mempersingkat waktu tempuh Jember - Surabaya yang hanya sekitar 30 Menit melalui udara, dari sebelumnya sekitar 4 sampai 7 jam menggunakan moda angkutan darat. Selain itu bandara ini juga diharapkan dapat memperlancar arus investasi ke dalam wilayah Kabupaten setempat.

Sejarah

Bandara ini diprakarsai dan dibangun di era pemerintahan Bupati Jember, Samsul Hadi Siswoyo. Pembangunan dimulai pada tahun 2003 yang telah di rilis sejak tahun 2001 dengan menghabiskan dana APBD sebesar Rp. 30 Miliar. saat selesai pembangunan Bandara Notohadinegoro di resmikan pada tahun 2005, dengan panjang landasanpacu masih 1200 meter.

Pada tahun 2008 Bupati Jember MZA Djalal mengupayakan Bandara Notohadinegoro dapat dilayani penerbangan yang menghubungkannya dengan Bandara Juanda Surabaya di Sidoarjo, sehingga dipergunakanlah pesawat udara jenis turbo LET 410 milik maskapai Tri MG International yang melayani penerbangan Jember - Surabaya pp. sebanyak 3 (tiga-kali sehari dengan sistem sewa/carter.) Namun penerbangan carter tersebut hanya mampu bertahan selama 3 bulan dikarenakan okupansi yang minim sebagai akibat promosi dan daya beli masyarakat yang minim saat itu. Bahkan pengoprasian penerbangan carter tersebut sempat di bawa ke rana hukum karena telah mengakibatkan kerugian negara, yang menyeret 3 orang pejabat Pemkab setempat masuk penjara.