Lompat ke isi

Prodikos

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Prodikos adalah seorang filsuf yang digolongkan sebagai kaum sofis.[1] Ia hidup sezaman dengan Sokrates.[1] Ia terkenal karena pengajaran filsafatnya dalam bidang etika dan linguistik.[1] Pengajaran etikanya yang terkenal disampaikan melalui sebuah mitos tentang Herkules.[2][3]

Riwayat Hidup

Gambar pulau Keos

Prodikos berasal dari pulau Keos yang terletak di laut Aegea.[2][4] Ia hidup di sekitar abad ke-5 SM, dan mulai dikenal pada tahun 430 SM.[5] Diketahui bahwa ia berusia lebih muda dari Protagoras.[3] Ia pernah mendapatkan murid yang dikirim oleh Sokrates, sehingga dapat disimpulkan bahwa ia berhubungan baik dengan Sokrates.[1]

Prodikos adalah seorang pengajar dalam bidang etika serta mengenai persoalan-persoalan publik lain.[5] Ia juga menjalankan tugas sebagai duta dari Athena.[2][5] Prodikos juga dikenal memberikan pengajaran tentang retorika dan juga teknik orasi kepada banyak pemuda kaya sehingga ia mendapat bayaran yang tinggi.[5] Karena pandangan filsafatnya yang menolak agama Yunani, Prodikos harus berurusan dengan pemerintah setempat di Athena.[1][2]

Pemikiran

Pesimisme

Prodikos menganut pandangan hidup yang pesimistis.[1] Kematian dipandangnya sebagai jalan untuk melepaskan diri dari kesusahan hidup manusia.[1][2] Ketakutan terhadap kematian itu bertentangan dengan akal sehat manusia.[2]

Agama

Menurut Prodikos, agama merupakan temuan manusia.[1][4] Pada awalnya manusia memuja tenaga-tenaga alam sebagai dewa, misalnya matahari, bulan, sungai, danau, pohon, dan sebagainya.[1][2][5][5] Contohnya adalah pemujaan kepada sungai Nil di Mesir.[1] Pada tahap berikutnya, orang-orang yang menemukan keahlian tertentu dipuja sebagai dewa.[1] Keahlian-keahlian tersebut misalnya pertanian, perkebunan anggur, dan pengolahan besi.[1] Contoh dari tahap ini adalah para dewa Yunani seperti Demeter, Dionysos, dan Hephaistos, yang semuanya dikaitkan dengan keahlian-keahlian tertentu.[1] Doa-doa yang dipanjatkan manusia dipandangnya sebagai berlebihan.[1]

Linguistik

Prodikos terkenal dalam pemikiran linguistiknya.[2] Ia amat menekankan ketepatan pengertian kata-kata, bahkan terhadap kata-kata yang bersinonim.[6] Misalnya saja, ia berargumentasi bahwa kata "kesenangan" (pleasure) dan "kenikmatan" (enjoyment") memiliki perbedaan makna, kendati keduanya bersinonim.[6]

Etika

Prodikos menulis sebuah mitos mengenai pilihan yang dilakukan Herkules.[3] Di dalam mitos tersebut Prodikos memperingatkan para pemuda terhadap kehidupan yang hanya menginginkan kesenangan belaka, seperti pesta pora, mabuk-mabukan, seks, dan lain-lain.[3][4] Para pemuda dianjurkan untuk mengikuti Herkules yang berjuang keras di tengah kesulitan-kesulitan hidupnya.[3][4] Bagi Prodikos, nilai-nilai lebih berharga dari kesenangan sebab memberikan kepuasan atas kehidupan di dalam waktu yang lebih panjang.[7] Sebagai contoh, Prodikos menyebut reputasi yang baik dan persahabatan sebagai hasil dari memperjuangkan nilai-nilai.[7]

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n K. Bertens. 1990. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
  2. ^ a b c d e f g h (Inggris)Frederick Copleston. 1993. A History of Philosophy. New York: Doubleday. P. 91-92.
  3. ^ a b c d e (Inggris)Edward Zeller. 1957. Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian Books. P. 101-102.
  4. ^ a b c d (Inggris)Richard Winton. 2005. "Herodotus, Thucydides and the sophists". In The Cambridge History of Greek and Roman Political Thought. Cristopher Rowe, ed. p. 89-121.
  5. ^ a b c d e f (Inggris)Albert A. Avey. 1954. Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble. P.19.
  6. ^ a b (Inggris)Paul Woodruff. "Rhetoric and Relativism: Protagoras and Gorgias".In The Cambridge Companion to Early Philosophy, ed. A.A. Long. p. 290-310. London: Cambridge University Press.
  7. ^ a b (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press. P. 338.