Abraham

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 15 Januari 2023 11.45 oleh Stylomon (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 22623792 oleh Abu Abdillah Umar (bicara))

Abraham
אַבְרָהָםΑβραάμ
إِبْرَاهِيْمُ‎
Perjalanan Abraham dari Ur ke Kanaan. Oleh József Molnár, 1850
Lahir2000 SM
Ur Kasdim
Meninggal1825 SM (umur 175 tahun)[1]
Hebron, Tepi Barat
MakamGua Makhpela, Hebron
31°31′29″N 35°06′39″E / 31.524744°N 35.110726°E / 31.524744; 35.110726
GelarAvraham Avinu (bapak kami Abraham)
Suami/istri
AnakDari Hagar:

Dari Sara:

Dari Ketura:[7]

Orang tuaTerah
Kerabat

Abraham (Ibrani: אַבְרָהָם; Ibrani modern: Avraham; Ibrani Tiberias: ʾAḇrāhām; Yunani: Αβραάμ; Ashkenazi: Avruhom; Ge'ez: አብርሃም; Arab: إبراهيم), lahir dengan nama Abram, adalah tokoh penting dalam Tanakh dan Alkitab, juga Al-Qur'an. Dalam agama Islam, tokoh ini disebut "Ibrahim".

Dalam Yahudi dan Kristen, Abraham adalah bapak semua orang beriman. Abraham adalah leluhur biologis dari bangsa Israel. Abraham adalah ayah Ishak, dan merupakan kakek dari Yakub (nama lain Israel).

Alkitab mengatakan, Abraham dipanggil Tuhan dari Mesopotamia ke negeri Kanaan, sekitar tahun 2000 SM.[8] Di sana ia mengadakan perjanjian: Dikatakan dalam Alkitab, Tuhan berjanji bahwa Abraham akan diberkati dengan keturunan yang tak terhitung banyaknya. Kehidupannya yang dikisahkan dalam Kitab Kejadian (pasal 11–25).

Ayat

"Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak. Engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa dan dari padamu akan berasal raja-raja.'"

Nama

Nama aslinya adalah Abram (bahasa Ibrani: אַבְרָם, Modern Avram Tiberias ʾAḇrām ; "bapa (ab) yang terpuji" atau "bapa[-ku] dipuji/dimuliakan" (bandingkan Abiram). Belakangan dalam hidupnya ia dikenal dengan nama "Abraham", sering kali disebut pula sebagai av hamon (goyim) "bapak dari banyak (bangsa)" menurut Kejadian 17:5, meskipun dalam bahasa Ibrani kata ini tidak mempunyai arti harafiah.[9]

Kisah

Dalam Tanakh dan Alkitab, kisah Abraham termaktub dalam Kitab Kejadian pasal 11-25. Dalam Al-Qur'an, kisah Abraham (Ibrahim) tidak terkumpul dalam satu bagian, tapi terpencar dalam beberapa surah. Tanakh dan Alkitab lebih menekankan pada rincian kronologis cerita. Perjanjian Allah dengan Ibrahim terkait bangsa-bangsa dan tanah terjanji juga menjadi titik pusat perhatian umat Yahudi. Di sisi lain, Al-Qur'an lebih menekankan pada peran Abraham sebagai utusan Allah yang menyerukan keesaan Tuhan pada manusia.

Silsilah

Perincian silsilah Abraham dalam Alkitab dimulai dari Sem (putra Nuh) sampai Abraham adalah:[10]

  • Sem memiliki putra bernama Arpakhsad saat berusia 100 tahun atau dua tahun setelah peristiwa banjir besar
  • Arpakhsad memiliki putra bernama Selah saat berusia 35 tahun
  • Selah memiliki putra bernama Eber saat berusia 30 tahun
  • Eber memiliki putra bernama Peleg saat berusia 34 tahun
  • Peleg memiliki putra bernama Rehu saat berusia 30 tahun
  • Rehu memiliki putra bernama Serug saat berusia 32 tahun
  • Serug memiliki putra bernama Nahor saat berusia 30 tahun
  • Nahor memiliki putra bernama Terah saat berusia 29 tahun
  • Terah memiliki putra Abram, Nahor, dan Haran pada usia 70 tahun

Al-Qur'an tidak menjelaskan silsilah Ibrahim selain bahwa ayahnya bernama Azar (Arab: آزَر, translit: Āzar).[11] Terdapat beberapa pendapat terkait perbedaan nama ayah Ibrahim dalam Al-Qur'an dan Alkitab. Menurut jumhur ahli nasab, di antaranya Ibnu 'Abbas, nama ayah Ibrahim adalah Tarikh (Terah). Ada pendapat yang menyatakan bahwa Azar adalah nama patung yang disembah ayahnya Ibrahim. Pendapat lain menyatakan bahwa dua nama itu sama-sama dikenal. Salah satu berupa nama asli, sedangkan yang lain adalah nama panggilan.[12] Pendapat lain menyatakan bahwa nama Azar diturunkan dari bahasa Suryani Atsar,[13] yang disebut Terah (Tarikh) dalam Alkitab.

Kisah awal

Abraham bernama asli Abram. Ia adalah anak Terah, berasal dari Ur-Kasdim. Abram lahir ketika Terah berusia 130 tahun (mengingat Abram berusia 75 tahun ketika Terah wafat pada usia 205 tahun).

Dalam kronik Legenda Bangsa Yahudi disebutkan bahwa Abram lahir pada masa kekuasaan seorang penguasa zalim bernama Nimrod (Namrudz). Disebutkan bahwa Nimrod melihat pertanda melalui bintang-bintang bahwa akan ada seorang anak laki-laki yang lahir yang akan menghancurkan kekuasaannya. Setelah berdiskusi dengan para penasihatnya, dikeluarkanlah maklumat bahwa setiap bayi laki-laki yang lahir harus dibunuh. Saat mendekati waktu kelahiran, ibu Abram kemudian pergi ke luar kota dan melahirkan di sebuah gua. Ibu Abram kemudian meninggalkannya di sana dengan berat hati dan Abram yang masih bayi diasuh oleh Malaikat Gabriel. Di sana, Abram tumbuh dengan sangat cepat, bahkan bisa berjalan dan bicara saat baru berusia dua puluh hari.[14] Kisah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an maupun Alkitab.

Seruan

Alkitab tidak menceritakan kehidupan Abram sebelum berpindah ke Kanaan. Di Al-Qur'an disebutkan bahwa Abram (Ibrahim) menyeru penduduk di sana untuk mengesakan Allah dan meninggalkan sesembahan yang lain, tetapi banyak penduduk yang tetap bertahan pada kepercayaan mereka dengan alasan bahwa itu sudah merupakan tradisi mereka turun-temurun. Saat diadakan perayaan tahunan yang mengharuskan para penduduk keluar kota, Abram tetap tinggal dengan alasan sakit. Saat kota lengang, Abram menuju kuil dan menghancurkan semua berhala di sana, kecuali yang paling besar. Saat penduduk menanyai Abram mengenai kejadian di kuil setelah mereka pulang ke kota, Abram meminta mereka untuk bertanya pada berhala induk yang masih utuh. Para penduduk menjawab bahwa berhala-berhala tersebut tidak bisa bicara, dan Abram menjawab balik dengan mempertanyakan alasan penduduk masih menyembah berhala-berhala tersebut, padahal mereka tidak dapat memberi manfaat maupun mudarat sama sekali. Para penduduk marah dan akhirnya memutuskan membakar Abram hidup-hidup, tapi Allah membuat api itu menjadi dingin dan keselamatan sehingga Abram dapat keluar dari api dengan selamat.[15][16]

Keluar dari Ur

Alkitab mengisahkan bahwa Terah kemudian membawa Abram (putranya), Lot (cucunya dari Haran), dan Sarai (menantunya, istri Abram) dari Ur-Kasdim untuk pergi ke tanah Kanaan dan mereka singgah di sebuah tempat bernama Haran. Sebagian mengidentifikasikan Haran dengan Harran yang terletak di kawasan tenggara Turki modern. Terah meninggal di sana saat berusia 205 tahun.[17]

Setelahnya, Abram yang saat itu berusia 75 tahun meninggalkan Haran untuk menuju Kanaan bersama Sarai, Lot, dan semua pengikutnya. Disebutkan bahwa Tuhan memerintahkan Abram untuk pergi ke "negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu", dan berjanji untuk memberkatinya dan membuatnya bangsa yang besar.[18] Karena percaya akan janji-Nya ini, Abram pergi ke Sikhem, dan menerima janji baru bahwa negeri itu akan diberikan pada keturunannya. Setelah membangun sebuah mezbah untuk memperingati perjanjian ini, Abram pergi dan memasang kemah di antara Betel dan Ai, tempat dia membangun sebuah mezbah lagi dan "memanggil nama Tuhan."[19]

Mesir

Tanah Kanaan kemudian mengalami kelaparan hebat, sehingga Abram dan rombongannya pindah ke Mesir. Di sana Abram berpesan kepada Sarai untuk mengakui dirinya sebagai saudara, karena dikhawatirkan orang-orang akan membunuh Abram jika mengetahui bahwa dia adalah suaminya. Saat mereka memasuki Mesir dan para punggawa Firaun melihat kecantikan Sarai, mereka menceritakannya kepada Firaun sehingga Sarai dibawa ke istana dan berencana untuk dijadikan istri Firaun, sedangkan Abram sendiri menerima budak-budak dan hewan ternak dari Firaun karenanya. Namun Firaun kemudian terkena tulah beserta seisi istananya karena Sarai dan kemudian Firaun menyalahkan Abram karena tidak mengatakan yang sejujurnya bahwa Sarai adalah istrinya. Setelahnya, Sarai dikembalikan ke Abram dan mereka kembali ke Kanaan.[20]

Meski tidak tercantum dalam Al-Qur'an, bagian saat Abram dan Sarai di Mesir dikisahkan oleh beberapa riwayat hadits. Disebutkan bahwa saat raja hendak menyentuh Sarai, tangannya menjadi lumpuh, sehingga dia meminta agar Sarai mendoakannya agar pulih. Setelah kembali pulih, raja tersebut masih berusaha mengulangi niatnya dan dia terkena kelumpuhan yang lebih parah. Raja kembali meminta Sarai mendoakannya lagi dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Dia dikembalikan ke Abram sembari diberi seorang budak perempuan, yakni Hagar (Hajar).[21][22]

Berpisah dengan Lot

Abraham and Lot separate. Gen: 13.7 &.c, dietsa oleh Wenceslaus Hollar, abad ke-17 (Thomas Fisher Rare Book Library, Toronto)

Saat tinggal di Kanaan, terjadi perselisihan antara para penggembala yang bekerja pada Abram dengan yang bekerja pada Lot. Hal ini dikarenakan kedua belah pihak memiliki kekayaan dan hewan ternak melimpah, sehingga tempat tersebut tidak cukup untuk mereka berdua. Abram mengusulkan pada Lot bahwa mereka berpisah, dan mengizinkan keponakannya untuk memilih lebih dahulu. Lot memilih tanah yang subur di sebelah timur sungai Yordan dan berkemah di dekat Sodom, sementara Abram, setelah menerima janji lagi dari Tuhan, pergi ke Mamre, dekat Hebron, dan mendirikan mezbah lagi bagi Tuhan. Sebagian tafsiran Alkitab menyatakan bahwa Lot cenderung mementingkan keuntungan pribadi, karena dia memilih menetap di dekat Sodom hanya karena kesuburan tempatnya, mengabaikan watak penduduknya yang suka berbuat jahat.[23] Tidak terdapat keterangan mengenai perpisahan Abram dan Lot di dalam Al-Qur'an, tetapi disebutkan bahwa Allah memang mengutus Lot pada kaum Sodom untuk berdakwah.[24]

Setelah beberapa tahun, negara-negara di kawasan lembah Yordania dan sekitarnya memberontak terhadap pemerintahan Elam. Penguasa Elam saat itu, Raja Kedorlaomer, kemudian mengerahkan pasukan untuk menyerang kota-kota di lembah Yordania dan menawan banyak orang. Lot dan keluarganya termasuk mereka yang dijadikan tawanan. Kejadian ini dikenal dengan Pertempuran Siddim. Abram yang mengetahui nasib keponakannya tersebut lantas mengumpulkan 318 budak terlatih dan mengejar pasukan Elam, meraih kemenangan di daerah sebelah utara Damaskus yang bernama Hoba, dan kemudian berhasil membebaskan Lot.[25] Kisah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an.

Hagar dan Ismael

Sumber Alkitab menyebutkan bahwa lantaran yakin tidak dapat mengandung, Sarai kemudian memberikan Hagar sebagai selir atau istri Abram. Namun Hagar menjadi merasa lebih mulia dari Sarai setelah mengandung sehingga Sarai menindas Hagar. Hagar kemudian melarikan diri, tetapi malaikat mendatanginya, menyuruh untuk kembali dan menjelaskan bahwa Tuhan akan memperbanyak keturunannya sampai tak bisa dihitung, juga menyuruhnya untuk menamai anaknya Ismael sebab Tuhan mendengar penindasan atas Hagar. Ismael lahir pada saat Abram berusia 86 tahun. Beberapa ulama, seperti Ibnu Katsir, juga mengutip Alkitab dalam karyanya terkait kisah ini.[26][27]

Terdapat perbedaan pendapat mengenai status Hagar terhadap Abram. Sebagian berpendapat bahwa dia adalah selir, pendapat lain menyatakan bahwa dia adalah istrinya. Pendapat lain menyebutkan bahwa awalnya Hagar adalah selir, kemudian Abraham menikahinya setelah Sarah wafat dan dia diberi nama baru, Ketura.[28][29][30][31]

Terkait asal-usulnya, beberapa sumber Islam dan Yahudi menyebutkan bahwa Hagar adalah seorang putri. Midras Bereshith Rabba dan sebagian literatur Muslim menyebutkan bahwa Hagar adalah anak perempuan dari Firaun yang berusaha mengambil Sara sebagai istri atau selirnya saat di Mesir.[32][33] Pendapat lain menyatakan bahwa dia adalah anak perempuan dari seorang raja yang masih keturunan Nabi Shaleh. Ayah Hagar kalah dalam peperangan dan raja yang menang perang (Firaun mengambil Sara di kemudian hari) kemudian menjadikan Hagar tawanan dan pelayan di istananya.[34] Baik Alkitab maupun Al-Qur'an tidak memberikan keterangan mengenai asal-usul Hagar.

Perjanjian sunat

Allah kemudian mengganti nama Abram menjadi Abraham dan Sarai menjadi Sarah. Allah menjanjikan Abarahm menjadi bapa sejumlah bangsa besar, menganugerahi anak cucu yang banyak, dan akan muncul raja-raja dari keturunannya. Allah juga menjanjikan Abraham dan keturunannya memberikan tanah Kanaan. Perjanjian ini dipenuhi lewat Ishak, walaupun Tuhan berjanji bahwa Ismael akan menjadi bangsa yang besar pula. Sebagai tanda perjanjian, Allah memerintahkan semua laki-laki dalam keluarga dan rumah tangga Abraham untuk bersunat. Perjanjian sunat (tidak seperti janji-janji lainnya) memiliki dua sisi dan bersyarat: bila Abraham dan keturunannya memenuhi janji mereka, Tuhan akan menjadi Tuhan mereka dan memberi mereka negeri tersebut. Abraham, Ismael, dan semua laki-laki di rumah tangga Abraham kemudian disunat. Perjanjian sunat ini dilakukan saat Abraham berusia 99 tahun.[35] Praktik sunat ini masih diteruskan oleh umat Yahudi, Islam dan juga Kristen.

Tamu Abraham

Dalam Alkitab disebutkan bahwa saat Abraham sedang duduk-duduk di pintu kemahnya saat panas terik, tiga tamu asing datang dan Abraham bersujud pada mereka sebagai bentuk penghormatan. Abraham kemudian menghidangkan anak lembu, roti, dan susu, dan para tamu tersebut menyantapnya. Setelahnya, mereka mengabarkan bahwa pada tahun depan, Abraham dan Sarah akan memiliki anak laki-laki. Sara tertawa mendengar kabar tersebut, kemudian Tuhan menanyakan alasan Sara tertawa, padahal tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Sara kemudian menyangkal bila tadi tertawa karena takut.[36]

Dalam versi Al-Qur'an disebutkan bahwa Ibrahim kemudian menyuguhkan daging anak sapi panggang, tetapi para tamu tersebut sama sekali tidak menjamah hidangan tersebut sehingga perbuatan tidak lazim mereka ini membuat Ibrahim takut. Para tamu tersebut kemudian menenangkan Ibrahim dan menyatakan bahwa mereka adalah para malaikat yang diutus untuk membinasakan kaum Luth. Selain itu, mereka juga datang untuk mengabarkan bahwa Ibrahim dan istrinya akan dikaruniai anak laki-laki bernama Ishaq. Mendengar hal tersebut, istrinya tercengang sembari menepuk mukanya sendiri lantaran merasa heran karena dia adalah wanita mandul yang sudah tua, begitu juga Ibrahim yang merasa keheranan. Para malaikat menjawab, "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang yang berputus asa." Ibrahim menjawab, "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat."[37][38][39][40]

Al-Qur'an menjelaskan bahwa setelah rasa takut Ibrahim hilang, dia kemudian melakukan tanya jawab mengenai nasib kaum Luth pada para tamu tersebut.[41] Sementara dalam Alkitab menjabarkan tanya jawab tersebut bahwa saat para tamu tersebut beranjak pergi hendak menghancurkan kaum Sodom, Abraham menyela dan bertanya, "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu?" Tuhan (melalui para malaikat itu) menjawab bahwa Dia tidak akan menghancurkan kota tersebut jika ada lima puluh orang benar. Abraham melanjutkan pertanyaannya sampai hitungan bila ada sepuluh orang benar di sana. Tuhan menjawab bahwa kota tersebut tidak dihancurkan jika masih ada sepuluh orang benar.[42][43]

Pengusiran Hagar dan Ismael

Pengusiran Hagar, oleh Pieter Pietersz Lastman.

Saat pesta penyapihan Ishak, Sara melihat Ismael bermain bersama Ishak dan dia tidak menyukai hal tersebut. Sara mengatakan pada Abraham, "Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba ini tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakku Ishak."[44] Meski Abraham kesal dengan perkataan Sara, Tuhan menyuruh Abraham mendengar perkaraan Sara.[45] Abraham kemudian meminta pergi dan Hagar menggendong perbekalan berikut Ismael di bahunya sampai padang gurun.[46] Setelah kehabisan air, Hagar membuang anaknya di semak-semak sambil menangis karena tidak tahan melihat Ismael mati. Saat melihat sumur, Hagar langsung memenuhi wadahnya dengan air dan meminumkannya pada Ismael.[47] Merujuk pada ayat-ayat dalam Kitab Kejadian, diperkirakan Ismael berusia sekitar enam belas tahun saat kejadian tersebut, mengingat dia lebih tua empat belas tahun dari Ishak.[48][49]

Pada umumnya, sumber-sumber Islam dari hadits dan tafsiran para ulama sepakat bahwa Siti Hajar dan Ismail diungsikan saat Ismail masih kecil dan menyusu. Ibrahim juga dikisahkan ikut serta mengantar Siti Hajar dan Ismail sampai padang gurun. Kisah pengusiran mereka tidak tercantum dalam Al-Qur'an, tapi dijelaskan dalam riwayat hadits. Diterangkan bahwa Ibrahim mendapat perintah untuk mengungsikan Siti Hajar dan Ismail dari Kanaan dan menempatkan mereka di tengah padang pasir tak berpenghuni. Saat Ibrahim beranjak pergi, Siti Hajar membuntutinya dan bertanya, "Wahai Ibrahim, engkau hendak ke mana? Apakah kamu akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada suatu tanamanpun ini?" Namun Ibrahim tetap tidak menjawab meski Siti Hajar bertanya berkali-kali. Setelahnya, Siti Hajar mengganti pertanyaannya, "Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan semuanya ini?" Barulah Ibrahim memberi jawaban, "Iya." Siti Hajar kemudian membalas, "Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami."[50] Allah kemudian memunculkan mata air zamzam di tempat Siti Hajar dan Ismail berdiam, kemudian beberapa bangsa Arab dari suku Jurhum datang dan ikut mendiami tempat tersebut dan mengajarkan Ismail bahasa Arab.[51]

Ujian iman Abraham

"Malaikat Tuhan mencegah pengorbanan Ishak", oleh Rembrandt, 1634

Beberapa waktu setelah kelahiran Ishak, Abraham diperintahkan Tuhan untuk mengorbankan Ishak di gunung Moria. Sebelum Abraham sempat mematuhi hal ini, ia dicegah seorang malaikat dan ia mengorbankan seekor domba jantan. Sebagai imbalan akan kepatuhannya ini ia menerima janji lain bahwa ia akan membuat keturunannya "sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut", dan bahwa mereka "akan menduduki kota-kota musuhnya."

Sara wafat

Sara wafat dalam usia lanjut, 127 tahun. Saat itu Ishak masih berusia 36 tahun dan belum menikah. Untuk menguburkan istrinya itu, Abraham membeli sebidang tanah ladang beserta suatu gua yang bernama gua Makhpela dari Efron bin Zohar dari Bani Het. Sesudah itu Abraham menguburkan Sara di dalam gua ladang Makhpela itu, di sebelah timur Mamre, yaitu Hebron di tanah Kanaan.[52]

Ketura

Setelah wafatnya Sara, Abraham mengambil seorang istri atau selir bernama Ketura. Ketura kemudian melahirkan baginya Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak, dan Suah. Yoksan memperanakkan Syeba dan Dedan. Keturunan Dedan ialah orang Asyur, orang Letush dan orang Leum. Anak-anak Midian ialah Efa, Efer, Henokh, Abida dan Eldaa.[53]

Sebagian pendapat menyatakan bahwa Ketura adalah orang yang sama dengan Hagar. Menurut pendapat ini, Hagar yang awalnya adalah seorang selir kemudian dinikahi Abraham dan kemudian diberi nama baru, yakni Ketura.[28][29][30][31]

Warisan Abraham

Abraham memberikan segala harta miliknya kepada Ishak, tetapi kepada anak-anaknya yang diperolehnya dari gundik-gundiknya ia memberikan pemberian; kemudian ia menyuruh mereka—masih pada waktu ia hidup—meninggalkan Ishak, anaknya, dan pergi ke sebelah timur, ke Tanah Timur.[54]

Ka'bah dan Haji

Dalam sumber-sumber Islam diterangkan bahwa Abraham dan Ismael diperintahkan membangun Ka'bah.[55] Saat bangunan Ka'bah mulai tinggi, Abraham menggunakan pijakan batu. Jejak kaki Abraham membekas dalam batu pijakan tersebut. Awalnya batu pijakan itu menempel pada dinding Ka'bah, tetapi kemudian digeser agak menjauh saat masa pemerintahan 'Umar bin Khattab. Batu tersebut disebut Maqam Ibrahim.[56]

Abraham kemudian diperintahkan untuk mengajari dan menyeru manusia melakukan ibadah haji.[57][58][59] Haji tetap terus dijalankan setelah Abraham dan Ismael wafat. Menurut sejarawan Marshall Hodgson (1922–1968), umat Kristen Arab juga melaksanakan haji pada masa pra-Islam.[60] Saat bangsa Arab perlahan mulai jatuh dalam penyembahan berhala, ibadah haji masih bertahan,[61] tetapi tercampuri ritual pengagungan pada berhala-berhala dan di sekitar Ka'bah didirikan banyak berhala. Pada masa Nabi Muhammad, ibadah haji kemudian dikembalikan untuk pengagungan Allah semata sebagaimana pada masa Abraham dan berhala-berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan.[62]

Akhir hayat

Abraham meninggal pada usia 175 tahun dan dia dimakamkan oleh Ismael dan Ishak di tempat yang sama dengan Sara.[63] Makam Abraham dan Sara menjadi bagian dari kekuasaan kekhalifahan pada tahun 637 M dan setelahnya dibangun masjid di situs tersebut dengan nama Masjid Ibrahimi.[64]

Sudut pandang agama-agama Ibrahimiah

Yahudi

Dalam tradisi Yahudi, Abraham disebut Avraham Avinu (אברהם אבינו), "bapak kami Abraham," menunjukkan kedudukannya sebagai leluhur biologis bangsa Israel karena fakta bahwa Abraham adalah ayah dari Yakub (Israel) yang kemudian menurunkan 12 Suku Israel, termasuk Musa (suku Lewi), sampai kepada raja-raja Israel seperti Saul (suku Benyamin), Daud (suku Yehuda), Salomo (suku Yehuda), sampai kepada kemunduran dan akhirnya perpecahan kerajaan Israel Utara dan Selatan (Yahudi). Termasuk Sang Mesias yang akan datang dari bangsa Yahudi.

Islam

Abraham, disebut atau serupa dengan sosok Ibrahim dalam Islam, dipandang sebagai salah satu nabi dan rasul ulul azmi dan mendapat julukan khalilullah (خلیل اللہ; kesayangan Allah) [65] dan leluhur umat Muslim.[66] Ibrahim merupakan tokoh manusia yang namanya disebutkan terbanyak kedua dalam Al-Qur'an, yakni sebanyak 69 kali. Disebutkan pula bahwa Ibrahim adalah imam bagi manusia,[67] keluarganya dilebihkan atas segala umat,[68] dan keturunannya dianugerahi kitab dan hikmah.[69] Agama Islam yang dibawa Muhammad juga dipandang sebagai kesinambungan dari ajaran Ibrahim.[70] Ibrahim juga disebut sebagai teladan[71][72] dan Nabi Muhammad beserta umat Muslim diperintahkan untuk mengikuti agama Ibrahim yang lurus.[66][73][74][75] Ditegaskan pula bahwa yang membenci agama Ibrahim adalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri[76] dan orang yang paling dekat dengan Ibrahim adalah orang yang mengikuti ajarannya, Nabi Muhammad, dan orang-orang yang beriman.[77] Namanya juga disandingkan dengan Muhammad dalam shalawat.[78][79][80]

Ibrahim juga erat kaitannya dengan Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam. Meski beberapa tradisi mencatat Ka'bah sudah dibangun sebelumnya (sebagian pendapat menyatakan pendirinya adalah Adam, sebagian menyatakan para malaikat), Ibrahim berperan sebagai pembangun ulang. Ibrahim juga mengajarkan syariat haji dan rukun Islam kelima ini menjadi ibadah yang sarat kenangan dan keteladanan akan sosok Ibrahim, begitu juga dalam hari raya Idul Adha.[81]

Kristen

Bagi orang Kristen, Abraham adalah bapak orang percaya. Imannya menjadi teladan bagi semua orang Kristen. Surat Ibrani mengatakan demikian: "Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui... Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, mempersembahkan Ishak. Ia, yang telah menerima janji itu, rela mempersembahkan anaknya yang tunggal" (Ibrani 11:8, 17). Meski demikian, kedudukan Abraham dalam Kristen tidak sebesar dalam Islam dan Yahudi. Konsep Kristen terkait juru selamat menjadi titik perbedaan dengan dua agama lain.[82]

Perhitungan waktu

Selisih usia

Masa hidup

  • Abraham berusia 75 tahun ketika berangkat dari Haran ke tanah Kanaan,[87] setelah Terah, ayahnya, mati pada usia 205 tahun.[88]
  • Abraham berusia 85 tahun ketika Sara memberikan Hagar hambanya kepada Abraham supaya mendapat anak; waktu itu mereka sudah tinggal di Kanaan 10 tahun.[3]
  • Abram berusia 86 tahun ketika Hagar melahirkan Ismael baginya.[89]
  • Abraham berusia 99 tahun ketika disunat.[90]
  • Abraham berusia 100 tahun ketika Sara melahirkan Ishak baginya.[91]
  • Abraham mati pada usia 175 tahun, ketika Ishak berusia 75 tahun, Ismael 89 tahun,[92] sedangkan Esau dan Yakub, cucu Abraham dari Ishak dan Ribka, saat itu berusia 15 tahun.[93]
  • David Rohl memperkirakan Abraham hidup sekitar tahun-tahun 2000-1825 SM dan raja Mesir yang ditemui Abraham adalah Nebkaure Khety IV dari Dinasti kesepuluh Mesir.[94]

Silsilah

Menurut catatan Alkitab, silsilah Abraham adalah sebagai berikut:

Nahor
istriTerahistri
SaraAbrahamKeturaHaran
Nahor
HagarMilkaYiska
ZimranUs
IsmaelYoksanBusLotistri
MedanKemuel
NebayotMidianKesedputri sulungputri bungsu
KedarIsybakHazo
AdbeelSuahPildashS. MoabS. Amon
MibsamYidlaf
Misyma/MismaBetuel
Ishak
MahalatRibkaLaban
EsauYakubLeaBilhaZilpaRahel
Duma
S. Edom
Masa
Hadad1. Ruben5. Dan7. Gad11. Yusuf
Tema2. Simeon
Yetur3. Lewi6. Naftali8. Asyer12. Benyamin
Nafish4. Yehuda
Kedma9. Isakhar
10. Zebulon
Dina

Keterangan

  : Kawin
  : Keturunan


Referensi

  1. ^ Kejadian 25:7
  2. ^ Kejadian 11:19
  3. ^ a b Kejadian 16:3
  4. ^ Kejadian 25:1
  5. ^ Kejadian 16:15
  6. ^ Kejadian 21:2-3
  7. ^ Kejadian 25:2
  8. ^ Garis waktu
  9. ^ JewishEncyclopedia.com menyatakan, "Bentuk 'Abraham' tidak memberikan makna apapun dalam bahasa Ibrani". Banyak penafsiran yang diajukan, termasuk analisis terhadap unsur pertama abr- "kepala" atau "pemimpin", namun kata ini tidak menghasilkan makna yang berarti untuk unsur yang kedua.
  10. ^ Kejadian 11: 10–26
  11. ^ Al-An'am (06): 74
  12. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 192-193.
  13. ^ Geiger 1898 Judaism and Islam: A Prize Essay, hlm. 100
  14. ^ Ginzberg 1909, hlm. 186-189.
  15. ^ Al-Anbiya' (21): 51-70
  16. ^ Ash-Shaffat (37): 83-98
  17. ^ Kejadian 11:31–32
  18. ^ Kejadian 12:1–3
  19. ^ Kejadian 12:5–8
  20. ^ Kejadian 12:10–20
  21. ^ HR. Ahmad (2/403-404)
  22. ^ HR. Bukhari (2217)
  23. ^ Kejadian 13: 1–16
  24. ^ Asy-Syu'ara' (26): 161-162
  25. ^ Kejadian 14: 1–16
  26. ^ Kejadian 16: 1–16
  27. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 219-220.
  28. ^ a b "The Return of Hagar" ("Kembalinya Hagar"), komentar Parshat Chayei Sarah, Chabad Lubavitch.
  29. ^ a b "Who Was Ketura?" ("Siapa Ketura"), Parashat Hashavua Study Center, Bar-Ilan University, 2003.
  30. ^ a b "Parshat Chayei Sarah", Torah Insights, Orthodox Union, 2002.
  31. ^ a b Bereshit Rabbah 61:4.
  32. ^ "Jewish Encyclopedia, Hagar". Jewishencyclopedia.com. Diakses tanggal 2014-05-12. 
  33. ^ 'Aishah 'Abd al-Rahman, Anthony Calderbank (1999). "Islam and the New Woman/ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺠﺪﻳﺪﺓ". Alif: Journal of Comparative Poetics (19): 200. 
  34. ^ Fatani, Afnan H. (2006). "Hajar". Dalam Leaman, Oliver. The Qur'an: an encyclopedia. London: Routeledge. hlm. 234–36. 
  35. ^ Kejadian 17: 1–27
  36. ^ Kejadian 18: 1–15
  37. ^ Hud (11): 69-73
  38. ^ Al-Hijr (15): 51-56
  39. ^ Adz-Dzariyat (51): 24-30
  40. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 237-240.
  41. ^ Hud (11): 74
  42. ^ Kejadian 18: 16–33
  43. ^ (Indonesia) I. Snoek. 2004, Sejarah Suci, Jakarta: Gunung Mulia. Hlm. 43.
  44. ^ Kejadian 21: 8–10
  45. ^ Kejadian 21: 12–13
  46. ^ Kejadian 21: 14
  47. ^ Kejadian 21: 19
  48. ^ Kejadian 16: 16
  49. ^ Kejadian 21: 5
  50. ^ HR. Al-Bukhari (3364)
  51. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 219-224.
  52. ^ Kejadian 23:1–19
  53. ^ Kejadian 25:1–6
  54. ^ Kejadian 25:5–6
  55. ^ Al-Baqarah (02): 127
  56. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 248.
  57. ^ Al-Hajj (22): 26-27
  58. ^ Al-Baqarah (02): 128
  59. ^ Peters 1994, hlm. 4-7.
  60. ^ Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, University of Chicago Press, hlm. 156
  61. ^ Haykal 2008, hlm. 35.
  62. ^ Haykal 2008, hlm. 439-440.
  63. ^ Kejadian 25: 7–9
  64. ^ Mann, Sylvia (January 1, 1983). "This is Israel: pictorial guide & souvenir". Palphot Ltd. – via Google Books. 
  65. ^ An-Nisa' (04): 125
  66. ^ a b Al-Hajj (22): 78
  67. ^ Al-Baqarah (02): 124
  68. ^ Ali 'Imran (03): 33
  69. ^ An-Nisa' (04): 54
  70. ^ Al-An'am (06): 161
  71. ^ An-Nahl (16): 120
  72. ^ Al-Mumtahanah (60): 4-6
  73. ^ Al-Baqarah (02): 135
  74. ^ Ali 'Imran (03): 95
  75. ^ An-Nahl (16): 123
  76. ^ Al-Baqarah (02): 130
  77. ^ Ali 'Imran (03): 68
  78. ^ HR. Al-Bukhari (3370)
  79. ^ HR. Muslim (406)
  80. ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 266.
  81. ^ Firestone, Reuven (1990). Journeys in Holy Lands: The Evolution of the -Ishmael Legends in Islamic Exegesis. SUNY Press. hlm. 98. ISBN 978-0791403310. 
  82. ^ Peters 2010, hlm. 171.
  83. ^ Kejadian 11:32; Kejadian 12:4
  84. ^ Kejadian 21:5
  85. ^ Kejadian 16, Kejadian 17
  86. ^ Kejadian 17, Kejadian 21
  87. ^ Kejadian 12:4
  88. ^ Kejadian 11:32
  89. ^ Kejadian 16:16
  90. ^ Kejadian 17:17 dan 24
  91. ^ Kejadian 21:5
  92. ^ Kejadian 23:1
  93. ^ Kejadian 25
  94. ^ Rohl, David (2002). The Lost Testament: From Eden to Exile – The Five-Thousand-Year History of the People of the Bible. London: Century. ISBN 0-7126-6993-0.  Published in paperback as Rohl, David (2003). From Eden to Exile: The Epic History of the People of the Bible. London: Arrow Books Ltd. ISBN 0-09-941566-6. 

Daftar pustaka