Bidah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 26 September 2022 14.10 oleh Tidakpelupa (bicara | kontrib)

Bid'ah (Arab: بدعة) adalah perbuatan yang dikerjakan tidak menurut contoh yang sudah ditetapkan, termasuk menambahi atau mengurangi ketetapan.[1] Secara istilah linguistik, ini memiliki arti yang berhubungan dengan inovasi, pembaruan, atau bahkan doktrin sesat. Kata bid’ah secara syara’ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah SAW, ”Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami (agama) yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolak”. Nabi juga bersabda, ”Setiap perkara baru adalah bid’ah”.

Menurut para ulama, kedua hadis ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid'ah. Bid'ah hanya berlaku pada perkara ushul (pokok) agama. Perkara ushul yakni hal-hal ibadah yang dalilnya disepakati para ulama dari 4 mazhab misal rukun islam yang 5 ,rukun iman yang 6.sedang pada perkara furu (cabang) maka boleh menambah atau mengurang selama tidak bertentangan dengan Al-Quran dan sunnah, dan perbedaan furu ini bisa kita lihat pada 4 mazhab dalam menjalankan fiqih mereka.

Contoh amalan bid' mi,alnya menambah jumlah rakaat salat subuh h yang awalnya sudah ditetapkan 2 raka l lantas ditambahkan 1 raka'at lagi sehingga menjadi 3 raka. C contoh lain yang dimaknai bid'ah seperti orang yang sedang berbuka pua lalu , menambah waktu puasan padahal , sebenarnya waktu berbuka adzan maghrib, ditambah sendiri buka puasa harus menunggu adzan isya'. [2]

Pengertian

Etimologi

Bid‘ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya.[3]

Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam Alquran,

Maksudnya adalah mencipta (membuat) yang mana tidak ada contoh pada sebelumnya.

Juga firman-Nya,

Maksudnya, Nabi Muhammad bukanlah rasul pertama yang diutus ke dunia ini dan menyampaikan hal baru (melainkan tauhid yang sama seperti pendahulunya).[4]

Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Tapi tidak semua bid,ah itu buruk, menurut imam syafi'i

اَلْبِدْعَةُ ِبدْعَتَانِ : مَحْمُوْدَةٌ وَمَذْمُوْمَةٌ, فَمَاوَافَقَ السُّنَّةَ مَحْمُوْدَةٌ وَمَاخَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمَةٌ

“Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela”.

Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjama’ah dengan dua puluh raka’at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Ka’ab beliau berkata : نِعْمَتِ اْلبِدْعَةُ هذِهِ “Sebagus bid’ah itu ialah adalah ini”.

Bid,ah yang buruk dan sesat adalah menambah nambah atau mengurangi bagian ushul agama (ushul adalah perintah dan larangan yang sudah disepakati ulama karena dalil alqur'an dan hadist jelas dan tidak ada ikhtilaf dalam memahami) ushul yaitu rukun islam yang 5 dan rukun iman yang 6.

Apabila ada yg mengurangi atau menambah salah satu ushul tersebut,maka inilah bid,ah yang buruk dan sesat.semisal mengurangi shalat isya menjadi 2 rakaat.sebab semua ulama sepakat berdasar dalil bahwa shalat isya jumlahnya 4.

Sedangkan untuk furuudin( cabang agama) maka inovasi tidak termasuk bid,ah yang sesat ,selama ada dalil yg tidak melarangnya. Bid,ah yang baik misalnya seperti dibukukannya alqur'an,perayaan maulid nabi,perayaan isra mi'raj dan lain lain.semuanya memang tidak ada di zaman nabi tapi karena isinya tidak terdapat larangan agama ,maka hal tersebut menjadi boleh.

Definisi Secara Istilah

"Apa yang disajikan setelah Nabi sebagai keyakinan atau praktik agama, sementara tidak ada pernyataan khusus yang dibuat tentangnya dan itu tidak dianggap sebagai contoh aturan umum atau praktik itu dilarang secara eksplisit." Definisi ini berarti bahwa inovasi harus dilakukan atas nama agama untuk dianggap bid'ah.[5]

Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy-Syathibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:

Dalil

Hadist

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, dia berkata, “Jika Rasulullah berkhutbah matanya memerah, suaranya begitu keras, dan kelihatan begitu marah, seolah-olah beliau adalah seorang panglima yang meneriaki pasukan, ‘Hati-hati dengan serangan musuh pada waktu pagi dan waktu sore’. Lalu dia bersabda, "Jarak antara pengutusanku dan hari kiamat adalah bagaikan dua jari ini". Beliau berisyarat dengan jari tengah dan jari telunjuknya. Lalu beliau bersabda,

Dalam riwayat An Nasa’i dikatakan,

Diriwayatkan dari Al ‘Irbadh bin Sariyah, beliau berkata, “Kami shalat bersama Rasulullah pada suatu hari. Kemudian beliau mendatangi kami lalu memberi nasihat yang begitu menyentuh, yang membuat air mata ini bercucuran, dan membuat hati ini bergemetar (takut).” Lalu ada yang mengatakan,

“Wahai Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan. Lalu apa yang engkau akan wasiatkan pada kami?” Nabi berkata,

Dalil dari Perkataan Sahabat

Ibnu Abbas berkata,

Ibnu Mas’ud berkata,

Dampak

Terdapat beberapa dampak dari bid’ah, di antaranya:

Amalan tertolak

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Orang yang berbuat bid’ah inilah yang amalannya merugi. Allah Ta’ala berfirman,

Terhalang untuk bertaubat

Dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Tidak mendapat syafaat

Nabi berkata,

Dalam riwayat lain dikatakan,

Inilah doa laknat untuk orang-orang yang mengganti ajaran Nabi Muhammad dan berbuat bid’ah.

Ibnu Baththol mengatakan,

Berdosa jika perbuatannya tertular orang lain

Nabi Shallallahu alaihi wasallam berkata,

Lihat pula

Pranala luar

  • Tuasikal, Muhammad Abduh. 2016. Mengenal Bid'ah Lebih Dekat. Cetakan ketiga. Yogyakarta: Pustaka Muslim.

Referensi

  1. ^ Bidah dalam KamusBesarBahasaIndonesia.go.id[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ Sumber: https://islam.nu.or.id/ubudiyah/fasal-tentang-bid039ah-1-eMtWI
  3. ^ Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah
  4. ^ Lisanul ‘Arob, 8/6 -Asy Syamilah
  5. ^ ملانوری, ‌محمدرضا (1392-04-01). "مفهوم شناسی بدعت و بدعت گذاران نزد عالمان شیعی و سنی". هفت آسمان (dalam bahasa Persia). 58 (15): 97–122. 
  6. ^ Asy-Syathibi dalam Al I’tishom.
  7. ^ HR. Muslim no. 867
  8. ^ HR. An Nasa’i no. 1578}}
  9. ^ HR. Abu Daud no. 4607 dan Tirmidzi no. 2676. Hadis ini dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi.
  10. ^ ''Al Mu’jam Al Kabir no. 10610.
  11. ^ Al-Haitsami. Majma’ Zawa’id. "Para perowinya tsiqoh/tepercaya."
  12. ^ Al Mu’jam Al Kabir no. 8770
  13. ^ Al-Haitsami. Majma’ Zawa’id. "Para perowinya adalah perowi yang dipakai dalam kitab shohih."
  14. ^ (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
  15. ^ (QS. Al Kahfi [18]: 103-104)
  16. ^ (HR. Thabrani. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 54)
  17. ^ (HR. Bukhari no. 7049)
  18. ^ (HR. Bukhari no. 7051)
  19. ^ HR. Muslim no. 1017