Ibnu Taimiyah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ibnu Taimiyah
ابن تيمية
Ibnu Taimiyah diterjemahkan dalam kaligrafi Arab.
Informasi pribadi
Lahir10 Rabi'ul Awwal 661 H, atau
22 Januari 1263 M
Meninggal20 Dzul Qa'dah 728 H, atau
26 September 1328 – 1263; umur -66–-65 tahun
AgamaIslam
ZamanAkhir Puncak Abad Pertengahan atau Krisis Abad Pertengahan Akhir
DenominasiAhlus Sunnah
MazhabHanbali[7][8]
KredoAhlul Hadits[1][2][3][4][5][6]
AlmamaterMadrasah Darul Hadits as-Sukariyah
Pemimpin Muslim
Nama Arab
Pribadi (Ism)Ahmad
(أحمد)
Patronimik (Nasab)Ibn Abdul Halim ibn Abdus Salam ibn Abdullah ibn al-Khidr ibn Muhammad ibn al-Khidr ibn Ibrahim ibn Ali ibn Abdullah
(بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله بن الخضر بن محمد بن الخضر بن إبراهيم بن علي بن عبد الله )
Teknonim (Kunyah)Abu al-Abbas
(أبو العباس)
Toponim (Nisbah)al-Harrani[12]
(الحراني)

Abul Abbas Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani (Arab: أبو العباس تقي الدين أحمد بن عبد الحليم بن عبد السلام بن عبد الله ابن تيمية الحراني, lahir 10 Rabi'ul Awwal 661 H (22 Januari 1263) – wafat 22 Dzul Qa'dah 728 H (26 September 1328)), atau yang biasa disebut dengan nama Ibnu Taimiyah saja, adalah seorang pemikir dan ulama Islam dari Harran, Turki.

Ibnu Taymiyyah berpendapat bahwa tiga generasi awal Islam, yaitu Rasulullah Muhammad dan Sahabat Nabi, kemudian Tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Sahabat Nabi, dan Tabi'ut tabi'in yaitu generasi yang mengenal langsung para Tabi'in, adalah contoh yang terbaik untuk kehidupan Islam.

Biografi

Ia berasal dari keluarga religius. Ayahnya Syihabuddin bin Taimiyah adalah seorang syekh, hakim, dan khatib. Kakeknya Majduddin Abul Birkan Abdussalam bin Abdullah bin Taimiyah al Harrani adalah seorang ulama yang menguasai fikih, hadis, tafsir, ilmu ushul dan penghafal Al Qur'an (hafiz).

Ibnu Taimiyah lahir pada zaman ketika Baghdad merupakan pusat kekuasaan dan budaya Islam pada masa Dinasti Abbasiyah. Ketika berusia enam tahun (tahun 667 H/1268M), Ibnu Taimiyah dibawa ayahnya ke Damaskus disebabkan serbuan tentara Mongol atas Irak.[13][14]

Perkembangan dan hasrat keilmuan

Semenjak kecil sudah terlihat tanda-tanda kecerdasannya. Begitu tiba di Damaskus, ia segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, hafiz dan ahli hadis negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. Ketika umurnya belum mencapai belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu ushuluddin dan mendalami bidang-bidang tafsir, hadis, dan bahasa Arab. Ia telah mengkaji Musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian Kutubu Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.

Suatu kali ketika ia masih kanak-kanak, pernah ada seorang ulama besar dari Aleppo, Suriah yang sengaja datang ke Damaskus khusus untuk melihat Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadis sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, ia pun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya, sehingga ulama tersebut berkata: "Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah sepertinya".

Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk membaca sepuas-puasnya kitab-kitab yang bermanfaat. Ia menggunakan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar dan menggali ilmu, terutama tentang Al-Qur'an dan Sunah Nabi.

Kepribadiannya

Dia adalah orang yang kuat pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berpikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”

Menjadi jenderal

Dia pernah memimpin sebuah pasukan untuk melawan pasukan Mongol di Syakhab, dekat kota Damaskus, pada tahun 1299 Masehi dan dia mendapat kemenangan yang gemilang. Pada Februari 1313, dia juga bertempur di kota Jerussalem dan mendapat kemenangan. Dan sesudah kariernya itu, dia tetap mengajar sebagai profesor yang ulung [15]

Pendidikan dan karyanya

Di Damaskus ia belajar pada banyak guru, dan memperoleh berbagai macam ilmu diantaranya ilmu hitung (matematika), khat (ilmu tulis menulis Arab), nahwu, ushul fikih. Ia dikaruniai kemampuan mudah hafal dan sukar lupa. Hingga dalam usia muda, ia telah hafal Al-Qur'an. Kemampuannya dalam menuntut ilmu mulai terlihat pada usia 17 tahun. Dan usia 19, ia telah memberi fatwa dalam masalah masalah keagamaan.

Ibnu Taimiyah amat menguasai ilmu rijalul hadits (perawi hadis) yang berguna dalam menelusuri hadis dari periwayat atau pembawanya dan Fununul hadits (macam-macam hadis) baik yang lemah, cacat atau sahih. Ia memahami semua hadis yang termuat dalam Kutubus Sittah dan Al-Musnad. Dalam mengemukakan ayat-ayat sebagai hujah (dalil), ia memiliki kehebatan yang luar biasa, sehingga mampu mengemukakan kesalahan dan kelemahan para mufasir atau ahli tafsir. Tiap malam ia menulis tafsir, fikih, ilmu 'ushul sambil mengomentari para filsuf. Sehari semalam ia mampu menulis empat buah kurrosah (buku kecil) yang memuat berbagai pendapatnya dalam bidang syariat. Ibnul Wardi menuturkan dalam Tarikh Ibnul Wardi bahwa karangannya mencapai lima ratus judul. Karya-karyanya yang terkenal adalah Majmu' Fatawa yang berisi masalah fatwa fatwa dalam agama Islam

Wafatnya

Ibnu Taimiyah meninggal di penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya Ibnul Qayyim, ketika dia sedang membaca Al-Qur'an surah Al-Qamar yang berbunyi "Innal Muttaqina fi jannatin wanaharin".[15] Ia berada di penjara ini selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Pada masa tuanya, dia menulis banyak kitab sekaligus mengisi waktunya. Dia dipenjara karena berseberangan dengan pemerintah di zamannya.[16] Sewaktu menulis, dia sering juga saling bersurat-suratan kepada kawan-kawannya. Akhirnya, pihak pemerintah merampas semua peralatan tulisnya, tinta, dan kertas-kertas dari tangan dia. Namun, dia tidak pernah patah arang. Dia banyak berdakwah dengan menulis surat kepada kawan-kawannya, dan teman-temannya memakai arang. Sehingga, dengan terang, dia berkata, "Orang yang dipenjara adalah orang yang dipenjara harinya dari Rabbnya; sedang, orang yang tertawan adalah orang yang ditawan oleh hawa nafsunya."[16] Ia wafat pada tanggal 22 Dzulqadah 728 H (26 September 1328 M), dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya, Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Jenazahnya disalatkan di masjid Jami` Bani Umayah sesudah salat Zhuhur dihadiri para pejabat pemerintah, ulama, tentara serta para penduduk.

Pada saat itu, tidak ada seorangpun yang tak hadir melayat kecuali ada yang berhalangan, para wanita yang berjumlah kira-kira 15.000 orang juga datang melayat, ini belum termasuk suara isakan tangis dan doa yang terdengar di atas rumah-rumah sepanjang jalan menuju makam, sementara lelaki yang hadir diperkirakan 60.000 bahkan sampai 100.000 pelayat menurut kesaksian Ibnu Katsir.

Peninggalan

Sepanjang hidupnya, dia dikenal banyak sekali mendapat pujian dan celaan. Banyak kalangan ulama yang memujinya, dan sebagian ahli fiqih mencela dia karena ketidaktahuan mereka. Adapun ajarannya yang benar-benar memurnikan tauhid dari kesyirikan, khurafat, dan bid'ah, telah mengena dan diikuti oleh pengikut Salafi yang anti-kesyirikan.

Adapun, pada diri-pribadi Syaikh Ibnu Taimiyyah rahimahullahu 'alaih (رَحِمَهُ الله عَلَيْهِ), telah banyak kitab tentang studi pada biografi hidup dia; seperti kitab, risalah ilmiah, maupun yang bukan ilmiah, itu baik dari bahasa Arab, ataupun yang bukan bahasa Arab. Studi tentang kehidupan dia bukan hanya tentang kehidupan dia saja, berikut tentang kepribadian, dan keilmuannya, dan karya-karyanya begitu banyak.[17]

Catatan Kaki

  1. ^ Halverson, Jeffry R. (2010). Theology and Creed wahabi IslamAkses gratis dibatasi (uji coba), biasanya perlu berlangganan. Palgrave Macmillan. hlm. 48. ISBN 978-0-230-10279-8. 
  2. ^ Spevack, Aaron (2014). The Archetypal Scholar: Law, Theology, and Mysticism in the Synthesis of Al-Bajuri. State University of New York Press. hlm. 45. ISBN 978-1-4384-5370-5. 
  3. ^ Makdisi, ', American Journal of Arabic Studies 1, part 1 (1973), pp. 118–28
  4. ^ Spevack, Aaron (2014). The Archetypal Sunni: Law, Theology, and Mysticism in the Synthesis of Al-Bajuri. State University of New York Press. hlm. 91. ISBN 978-1438453712. 
  5. ^ Rapoport, Yossef; Ahmed, Shahab (2010-01-01). Ibn Taymiyya and His Times (dalam bahasa Inggris). Oxford University Press. hlm. 334. ISBN 9780195478341. 
  6. ^ Halverson, Jeffry R. (2010). Theology and Creed in Wahabi Islam: The Muslim Brotherhood, Ash'arism, and Political WahabismAkses gratis dibatasi (uji coba), biasanya perlu berlangganan. Palgrave Macmillan. hlm. 48–49. ISBN 978-0230102798. 
  7. ^ Ibn Taymiyyah, Ahmad ibn ʻAbd al-Ḥalīm (1999). Kitab Al-Iman. Kuala Lumpur: Islamic Book Trust. ISBN 978-967-5062-28-5. Diakses tanggal 16 January 2015. 
  8. ^ "Ibn Taymiyyah". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi asli tanggal 13 February 2015. Diakses tanggal 16 January 2015. 
  9. ^ Zysow, Aron (15 October 2011). "KARRĀMIYA". Iranica (dalam bahasa Inggris). 15. Encyclopædia Iranica Foundation. hlm. 590–601. Diakses tanggal 1 October 2020. Among later Muslim thinkers Ebn Taymiya (d. 728/1328) stands out as a sympathetic, if critical, student of Karrāmi theology, and he took it upon himself to write an extensive commentary on Faḵr-al-Din Rāzi’s anti-Karrāmi work Asās al-taqdis, in which he defended the traditionist and Karrāmi positions on the key points of dispute 
  10. ^ A group of researchers under the supervision of 'Alawi ibn Abd al-Qadir as-Saqqaf. "كتاب موسوعة الفرق المنتسبة للإسلام - الدرر السنية". dorar.net. وقام أيضا أبو عبدالله محمد بن كرام بسجستان ونواحيها ينصر مذهب أهل السنة والجماعة، والمثبتة للصفات والقدر وحب الصحابة وغير ذلك، ويرد على الجهمية والمعتزلة والرافضة وغيرهم، ويوافقهم على أصول مقالاتهم التي بها قالوا ما قالوا، ويخالفهم في لوازمها، كما خالفهم ابن كلاب والأشعري، لكن هؤلاء منتسبون إلى السنة والحديث، وابن كرام منتسب إلى مذهب أهل الرأي 
  11. ^ Dr. Mona Zaytoun. "The Forefather of Salafism". www.almothaqaf.com (dalam bahasa Arab). Almothaqaf Newspaper. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-22. Diakses tanggal 2022-05-26. 
  12. ^ Haque, Serajul (1982). Imam Ibn Taimiya and his projects of reform. Islamic Foundation Bangladesh. 
  13. ^ Ghaddah, Abdul Fattah Abu (2001). Ulama yang Tidak Menikah. hlm.103 – 16. Jakarta: Pustaka Azzam.
  14. ^ Ahmad, Jamil (Oktober 2009). Seratus Muslim Terkemuka. hlm.125Templat:Spaced nash27. Jakarta: Pustaka Firdaus. ISBN 979-541-172-1.
  15. ^ a b Taqijuddin Ibnu Taimyah,Prof. 1967. Pokok-pokok Pedoman Islam Dalam Bernegara. Bandung: C.V. Diponegoro.
  16. ^ a b "Pena Berkah, Pena Bertuah" dalam rubrik "Fatatama". Elfata edisi 11 vol.14: hal.12, 2014. ISSN 1693-7783.
  17. ^ as-Sa'wiy, Ibrahim bin Muhammad. "Biografi Ulama Terpanjang dalam Sejarah". Qiblati. 9 (3): 63 – 64. ISSN 1907-0039. Periksa nilai |issn= (bantuan). 

Pranala luar