Kerajaan Ayutthaya

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 Juni 2019 03.34 oleh LaninBot (bicara | kontrib) (ibukota → ibu kota)
Kerajaan Ayutthaya

อาณาจักรอยุธยา
1351–1767
Bendera Kerajaan Ayutthaya
Bendera
Reruntuhan pagoda Wat Mahatat, di taman bersejarah Ayutthaya, Thailand
Reruntuhan pagoda Wat Mahatat, di taman bersejarah Ayutthaya, Thailand
Ibu kotaAyutthaya
Bahasa yang umum digunakanThailand
Agama
Buddha Theravada,
Katolik Roma, Islam
PemerintahanMonarki
Raja 
• 1351-1369
Ramathibodi I
• 1590-1605
Naresuan
• 1656-1688
Narai
• 1758-1767
Boromaracha V
LegislatifChatu Sabombh
Era SejarahAbad Pertengahan & Abad Pencerahan
• Raja Ramathibodi I naik tahta
1351
• Penggabugan dengan Kerajaan Sukhothai
1468
• Kejatuhan pertama
1569
• Naresuan menyatakan merdeka dari Burmese
1583
• Akhir dari dinasti Sukhothai
1629
• Kejatuhan kedua
1767
Didahului oleh
Digantikan oleh
krjKerajaan
Lavo
krjKerajaan
Sukhothai
krjKerajaan
Thonburi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Ayutthaya (bahasa Thai: <font=5>อาณาจักรอยุธยา) merupakan kerajaan bangsa Thai yang berdiri pada kurun waktu 1351 sampai 1767 M. Nama Ayyuthaya diambil dari Ayodhya, nama kerajaan yang dipimpin oleh Sri Rama, tokoh dalam Ramayana. Pada tahun 1350 Raja Ramathibodi I (Uthong) mendirikan Ayyuthaya sebagai ibu kota kerajaannya dan mengalahkan dinasti Kerajaan Sukhothai, yaitu 640 km ke arah utara, pada tahun 1376.

Dalam perkembangannya, Ayyuthaya sangat aktif melakukan perdagangan dengan berbagai negara asing seperti Tiongkok, India, Jepang, Persia dan beberapa negara Eropa. Penguasa Ayyuthaya bahkan mengizinkan pedagang Portugis, Spanyol, Belanda, dan Prancis untuk mendirikan permukiman di luar tembok kota Ayyuthaya. Raja Narai (1656-1688) bahkan memiliki hubungan yang sangat baik dengan Raja Louis XIV dari Prancis dan tercatat pernah mengirimkan dutanya ke Prancis.

Setelah melalui pertumpahan darah perebutan kekuasaan antar dinasti, Ayutthaya memasuki abad keemasannya pada perempat kedua abad ke-18. Pada masa yang relatif damai tersebut, kesenian, kesusastraan dan pembelajaran berkembang. Perang yang terjadi kemudian ialah melawan bangsa luar. Ayyuthaya mulai berperang melawan dinasti Nguyen (penguasa Vietnam Selatan) pada tahun 1715 untuk memperebutkan kekuasaan atas Kamboja.

Meskipun demikian ancaman terbesar datang dari Birma dengan pemimpin Raja Alaungpaya yang baru berkuasa setelah menaklukkan wilayah-wilayah Suku Shan. Pada tahun 1765 wilayah Thai diserang oleh dua buah pasukan besar Birma, yang kemudian bersatu di Ayutthaya. Menghadapi kedua pasukan besar tersebut, satu-satunya perlawanan yang cukup berarti dilakukan oleh sebuah desa bernama Bang Rajan. Ayutthaya akhirnya menyerah dan dibumihanguskan pada tahun 1767 setelah pengepungan yang berlarut-larut. Berbagai kekayaan seni, perpustakaan-perpustakaan berisi kesusastraan, dan tempat-tempat penyimpanan dokumen sejarah Ayutthaya nyaris musnah; dan kota tersebut ditinggalkan dalam keadaan hancur.

Dalam keadaan negara yang tidak menentu, provinsi-provinsi melepaskan diri dan menjadi negara-negara independen di bawah pimpinan penguasa militer, biksu pemberontak, atau sisa-sisa keluarga kerajaan. Bangsa Thai dapat terselamatkan dari penaklukan Birma karena terjadinya serangan Tiongkok terhadap Birma serta adanya perlawanan dari seorang pemimpin militer bangsa Thai bernama Phraya Taksin, yang akhirnya mengembalikan kesatuan negara.

Peninggalan yang cukup menarik dari kota tua Ayutthaya hanyalah puing-puing reruntuhan istana kerajaan. Raja Taksin lalu mendirikan ibu kota baru di Thonburi, yang terletak di seberang sungai Chao Phraya berhadapan dengan ibu kota yang sekarang, Bangkok. Peninggalan kota bersejarah Ayutthaya dan kota-kota bersejarah sekitarnya yang terdapat pada lingkungan Taman Bersejarah Ayutthaya telah dimasukkan oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia UNESCO. Kota Ayutthaya yang baru kemudian didirikan di dekat lokasi kota lama, dan sekarang merupakan ibu kota dari Provinsi Ayutthaya.