Kerajaan Polandia (1025–1385)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Polandia

Królestwo Polskie (pl)
Regnum Poloniae (la)
1025–1385
Bendera Polandia
Bendera kerajaan
Rentang terluas Kerajaan Polandia sebelum Persemakmuran Polandia-Lituania, selama masa penaklukan pada tahun 1002-1005.
Rentang terluas Kerajaan Polandia sebelum Persemakmuran Polandia-Lituania, selama masa penaklukan pada tahun 1002-1005.
Ibu kotaGniezno, Poznań, Płock, Kraków
Bahasa yang umum digunakanPolandia Kuno
Agama
Katolik Roma (kelembagaan), Paganisme Slavik (banyak dipraktekkan)
PemerintahanMonarki
Monarki 
• 1025
Bolesław I yg pertama
• 1384-1385
Jadwiga yg terakhir
Sejarah 
• Pemahkotaan Bolesław I
1025
• Uni Krewo
1385
Kode ISO 3166PL
Didahului oleh
Digantikan oleh
Civitas Schinesghe
krjKerajaan
Polandia (1385–1569)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Polandia (Bahasa Polandia: Królestwo Polskie [kruˈlɛstfɔ ˈpɔlskʲɛ]; Bahasa Latin: Regnum Poloniae) merupakan negara Polandia dari penobatan raja pertama Bolesław I pada tahun 1025 sampai persatuan dengan Lithuania dan pemerintahan Wangsa Jagiellon pada tahun 1385.

Kerajaan awal[sunting | sunting sumber]

Pemahkotaan raja pertama, Jan Matejko; yang menggambarkan pemahkotaan Bolesław I

Dasar pengembangan negara Polandia diletakkan oleh Wangsa Piast, yang pamornya telah dikenal sejak abad ke-10. Konversi Adipati Mieszko I dari Polandia Kekristenan membuka jalan bagi Polandia untuk menjadi anggota keluarga kerajaan-kerajaan Kristen. Pada tahun 1000, selama Kongres Gniezno, Polandia diakui sebagai sebuah negara oleh Kekaisaran Romawi Suci dan Paus. Pada tahun 1025, Adipati Bolesław I dinobatkan sebagai Raja Polandia, yang menandai tanggal awal untuk Polandia Raya, meskipun selama bertahun-tahun yang panjang Polandia bukan diperintah oleh raja-raja melainkan oleh adipati-adipati.

Raja yang memerintah negara tersebut mandiri dan bertanggung jawab sendiri, tetapi ia diharapkan menghormati adat istiadat tradisional masyarakat. Aturan suksesi tidak dibatasi turun temurun secara hukum. Seluruh putra raja atau adipati memiliki hak waris yang sama, dan salah satu dari mereka yang terkuat berhasil naik ke atas takhta.

Masa fragmentasi[sunting | sunting sumber]

Adipati Bolesław III, yang memerintah dari tahun 1102 sampai 1138, mencoba untuk mengakhiri perjuangan berulang di antara berbagai penuntut dengan menetapkan pemerintah Polandia pada pijakan yang lebih formal. Di dalam surat wasiatnya, ia membagi wilayah-wilayahnya menjadi lima keadipatian dan mendistribusikannya di antara putra-putranya.

Untuk memastikan persatuan, ia menciptakan prinsip senioral, yang menyatakan bahwa anggota tertua wangsa harus menjadi Adipati Agung dan memiliki kekuasaan tertinggi atas adipati-adipati lainnya. Adipati Agung yang memerintah, selain keadipatian yang ia dapatkan sebagai warisan atas bagian senioral yang tidak terpisahkan, yang merupakan suatu wilayah yang berada di sepanjang utara-selatan Polandia Tengah, dengan Kraków sebagai kota utamanya. Hak prerogatif Adipati Agung juga termasuk wewenang atas Pommern, sebuah perdikan dari Kekaisaran Romawi Suci.

Gereja di Polandia pada abad ke-12 dan 13.

Sedangkan bagian senorial selalu jatuh ke tangan anggota wangsa yang kebetulan senior, empat keadipatian lainnya diwarisi dengan cara biasa di antara keturunan putra-putra Bolesław. Namun ketentuan ini dirusak tak lama kemudian, dengan berbagai adipati yang mencoba untuk mendapatkan posisi Adipati Agung untuk diri mereka sendiri, terlepas dari senioritas yang sebenarnya. Ketentuan-ketentuan yang dimaksud memastikan kesatuan menfragmentasi negara lebih jauh dan mengakibatkan penurunan pamor monarki. Polandia bahkan jatuh ke tangan raja-raja Bohemia dari Wangsa Přemyslid, yang wangsanya punah sebelum mereka dapat berpijak dengan stabil di Polandia.

Aksesi dari Adipati Piast, Władysław yang Pendek mengakhiri perebutan kekuasaan di antara bangsawan Polandia. Ia menyatukan berbagai kerajaan ke dalam Kerajaan Polandia, dan pada tahun 1320 ia dimahkotai sebagai raja. Putranya Kazimierz III dari Polandia sangat memperkuat negara Polandia baik pada urusan-urusan di luar dan dalam negeri.

Perubahan dinastik dan persatuan dengan Lithuania[sunting | sunting sumber]

Kazimierz adalah anggota keluarga laki-laki terakhir Wangsa Piast dan digantikan oleh keponakannya, Lajos I dari Hungaria dari wangsa Anjou. Kebangkitan monarki berlanjut di bawah Lajos, selama persatuan Hungaria dan Polandia.

Karena Lajos tidak memiliki keturunan laki-laki, Jadwiga menjadi ahli waris monarki Polandia. Di bawah ketentuan Uni Krewo, ia menikah dengan Władysław II Jagiełło, Adipati Agung Lithuania, yang pindah ke agama Kristen. Pernikahan ini bukan hanya menyatukan dinasti di antara Polandia dan Lithuania namun juga mengikat kedua negara bersama-sama selama empat abad berikutnya.

Lihat pula[sunting | sunting sumber]