Pemandangan dua gunung

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Contoh penggambaran umum pemandangan dua gunung.

Pemandangan dua gunung (istilah lain: pemandangan gunung kembar, gunung kembar legendaris) adalah pola lukisan umum yang digambar oleh anak TK atau SD di Indonesia. Lukisan ini biasanya menggambarkan dua gunung, jalan, sawah, dan matahari. Anak-anak Indonesia dipercaya akan menggambar pemandangan ini setiap diberi tugas oleh guru untuk menggambar dengan tema bebas atau pemandangan alam. Selain objek-objek tersebut, terdapat objek-objek lain yang mungkin menyertainya dalam sebuah gambar anak-anak, seperti awan, rumah, pohon, dan rumput.[1][2][3]

Semua pelukis cilik pemula umumnya menggunakan susunan ini dalam melukis pemandangan gunung, yaitu dua gunung dengan matahari yang sedang terbit (atau terbenam) di tengahnya. Akan tetapi, pelukis cilik yang telah mahir memperlihatkan eksplorasi di luar pakem tersebut. Menurut Soesatyo (1979), lukisan ini merupakan salah satu gaya lukisan anak yang cenderung membuat simetris hal-hal yang sebenarnya tidak simetris.[4]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Gunung Sumbing dan Sindoro, salah satu gunung kembar di Indonesia

Pemandangan dua gunung ini dipercaya berasal dari ajaran Tino Sidin, seorang seniman kenamaan Indonesia dari Tebing Tinggi, Sumatera Utara.[a] Pada tahun 1980-an, ia menjadi pembawa acara Gemar Menggambar di TVRI yang berusaha untuk meningkatkan kemampuan menggambar anak-anak Indonesia. Acara ini begitu populer di kalangan anak-anak kala itu. Salah satu metode menggambar yang disiarkan adalah menggambar pemandangan dua gunung dengan sawah di bawahnya. Pola gambar ini kemudian menjadi acuan bagi guru-guru dalam mengajar dan menurun hingga kini di antara anak-anak Indonesia.[5]

Kritik[sunting | sunting sumber]

Pembuatan gambar pemandangan dua gunung yang secara tidak langsung menjadi standar di sekolah-sekolah disebut sebagai sebentuk pengekangan terhadap kemampuan daya cipta anak dan kebebasan berpikir. Anak dididik untuk malu atau takut menjadi berbeda atau unik. Beberapa guru seni bahkan mewajibkan anak-anak untuk menggambar pemandangan dua gunung dan tidak diberikan kebebasan untuk menggambar objek lain, yang dipandang alih-alih mengembangkan kemampuan anak-anak dalam membuat karya seni, justru membunuh kreativitas anak-anak itu sendiri. Pemandangan ini juga dianggap tidak memperlihatkan keragaman tempat bagi anak-anak yang tinggal di daerah dengan kondisi geografis lain seperti pesisir, padang rumput, atau bahkan perkotaan. Sebagian menganggap pemandangan dua gunung ini merupakan propaganda untuk melanggengkan gagasan bahwa Indonesia adalah negara agraris.[6]

Pemandangan dua gunung ini juga dianggap sebagai suatu gejala sosial berupa pengulangan terus-menerus pola gambar oleh anak-anak. Pengulangan ini dianggap dapat menghambat perkembangan daya cipta anak. Pengajar kesenian disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai fenomena ini.[3]

Pengangkatan[sunting | sunting sumber]

Kreavi, situs berbagi karya kreatif Indonesia, pernah membuat tantangan untuk menggambar ulang pemandangan dua gunung sekreatif mungkin yang diikuti oleh para desainer grafis dan ilustrator. Hal ini dilakukan untuk menyambut Hari Anak Nasional tahun 2020.[7]

Keterangan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Terdapat kemungkinan gambar pemandangan dua gunung legendaris di Indonesia lebih tua dari ini, dan Tino Sidin berperan sebagai seniman yang membantu penyebarluasannya melalui tayangan televisi.

Catatan kaki[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Kurniawan, Franky (2011). "Studi tentang gambar berpola gunung kembar pada hasil karya anak". Universitas Negeri Malang. 
  2. ^ Okezone (2017-03-30). "Gunung Kembar Legendaris Ternyata Aslinya Gunung Susi! : Okezone Nasional". Okezone. Diakses tanggal 2020-01-16. 
  3. ^ a b Suwarna. 2008. Gejala-Gejala Karya Seni Lukis Anak-Anak TK dan Pembinaannya di Kecamatan Bantul. Universitas Negeri Yogyakarta, PDF
  4. ^ Martono (2017). "Pembelajaran Seni Lukis Anak untuk Mengembangkan Imajinasi, Ekspresi, dan Apresiasi". Prosiding Seminar Nasional Pendidikan FKIP UNTIRTA. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-01-05. Diakses tanggal 2020-01-16. 
  5. ^ Times, I. D. N.; Revitasari, Febriyanti. "Tahu Gak Kenapa Kita Selalu Menggambar Pemandangan yang Sama? Ini Jawabannya!". IDN Times. Diakses tanggal 2020-01-16. 
  6. ^ Fadila, Yogie (2014-12-31). "Karena Kita Semua Pernah Menggambar Dua Gunung dengan Sawah dan Matahari: Bagaimana Sekolah Membunuh Bakat Kreatif Kita". Hipwee. Diakses tanggal 2020-01-16. 
  7. ^ "Cari Hari Anak kreavi". Kreavi. Diakses tanggal 2021-09-09.