Plutonium

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 4 April 2021 15.15 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8)
94Pu
Plutonium
Sampel plutonium berdiameter ~44 mm
Garis spektrum plutonium
Sifat umum
Nama, lambangplutonium, Pu
Pengucapan/plutonium/[1]
Alotroplihat alotrop plutonium
Penampilanputih keperakan, teroksidasi menjadi abu-abu gelap ketika terpapar dengan udara
Plutonium dalam tabel periodik
Perbesar gambar

94Pu
Hidrogen Helium
Lithium Berilium Boron Karbon Nitrogen Oksigen Fluor Neon
Natrium Magnesium Aluminium Silikon Fosfor Sulfur Clor Argon
Potasium Kalsium Skandium Titanium Vanadium Chromium Mangan Besi Cobalt Nikel Tembaga Seng Gallium Germanium Arsen Selen Bromin Kripton
Rubidium Strontium Yttrium Zirconium Niobium Molybdenum Technetium Ruthenium Rhodium Palladium Silver Cadmium Indium Tin Antimony Tellurium Iodine Xenon
Caesium Barium Lanthanum Cerium Praseodymium Neodymium Promethium Samarium Europium Gadolinium Terbium Dysprosium Holmium Erbium Thulium Ytterbium Lutetium Hafnium Tantalum Tungsten Rhenium Osmium Iridium Platinum Gold Mercury (element) Thallium Lead Bismuth Polonium Astatine Radon
Francium Radium Actinium Thorium Protactinium Uranium Neptunium Plutonium Americium Curium Berkelium Californium Einsteinium Fermium Mendelevium Nobelium Lawrencium Rutherfordium Dubnium Seaborgium Bohrium Hassium Meitnerium Darmstadtium Roentgenium Copernicium Nihonium Flerovium Moscovium Livermorium Tennessine Oganesson
Sm

Pu

(Uqo)
neptuniumplutoniumamerisium
Lihat bagan navigasi yang diperbesar
Nomor atom (Z)94
Golongangolongan n/a
Periodeperiode 7
Blokblok-f
Kategori unsur  aktinida
Nomor massa[244]
Konfigurasi elektron[Rn] 5f6 7s2
Elektron per kelopak2, 8, 18, 32, 24, 8, 2
Sifat fisik
Fase pada STS (0 °C dan 101,325 kPa)padat
Titik lebur912,5 K ​(639,4 °C, ​1182,9 °F)
Titik didih3505 K ​(3228 °C, ​5842 °F)
Kepadatan mendekati s.k.19,85 g/cm3 (239Pu)[2]
saat cair, pada t.l.16,63 g/cm3
Kalor peleburan2,82 kJ/mol
Kalor penguapan333,5 kJ/mol
Kapasitas kalor molar35,5 J/(mol·K)
Tekanan uap
P (Pa) 1 10 100 1 k 10 k 100 k
pada T (K) 1756 1953 2198 2511 2926 3499
Sifat atom
Bilangan oksidasi+2, +3, +4, +5, +6, +7, +8 (oksida amfoter)
ElektronegativitasSkala Pauling: 1,28
Energi ionisasike-1: 584,7 kJ/mol
Jari-jari atomempiris: 159 pm
Jari-jari kovalen187±1 pm
Lain-lain
Kelimpahan alamidari peluruhan
Struktur kristalmonoklin
Struktur kristal Monoclinic untuk plutonium
Kecepatan suara2260 m/s
Ekspansi kalor46,7 µm/(m·K) (suhu 25 °C)
Konduktivitas termal6,74 W/(m·K)
Resistivitas listrik1,460 µΩ·m (suhu 0 °C)
Arah magnetparamagnetik
Modulus Young96 GPa
Modulus Shear43 GPa
Rasio Poisson0,21
Nomor CAS7440-07-5
Sejarah
Penamaandari planet katai Pluto, ia sendiri dinamai dari dewa dunia bawah klasik Pluto
PenemuanGlenn T. Seaborg, A. Wahl, Joseph W. Kennedy, E. McMillan (1940–1941)
Isotop plutonium yang utama
Iso­top Kelim­pahan Waktu paruh (t1/2) Mode peluruhan Pro­duk
238Pu renik 87,74 thn SF
α 234U
239Pu renik 2,41×104 thn SF
α 235U
240Pu renik 6500 thn SF
α 236U
241Pu sintetis 14 thn β 241Am
SF
242Pu sintetis 3,73×105 thn SF
α 238U
244Pu renik 8,08×107 thn α 240U
SF
| referensi | di Wikidata

Plutonium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang Pu dan nomor atom 94. Ia merupakan unsur radioaktif transuranium yang langka dan merupakan logam aktinida dengan penampilan berwarna putih keperakan. Ketika terpapar dengan udara, ia akan mengusam oleh karena pembentukan plutonium(IV) oksida yang menutupi permukaan logam. Unsur ini pada dasarnya memiliki enam alotrop dan empat keadaan oksidasi. Ia bereaksi dengan karbon, halogen, nitrogen, dan silikon. Ketika terpapar oleh kelembaban udara, ia akan membentuk oksida dan hidrida dengan volume 70% lebih besar dan menjadi bubuk yang dapat menyala secara spontan. Ia juga merupakan racun radiologis yang dapat berakumulasi dalam sumsum tulang. Oleh karena sifat-sifat seperti inilah, proses penanganan plutonium cukup berbahaya, walaupun tingkat toksisitas keseluruhan logam ini terkadang dibesar-besarkan.

Isotop terpenting plutonium adalah plutonium-239 yang memiliki umur paruh 24.100 tahun. Plutonium-239 merupakan fisil, yakni ia dapat memecah ketika dibombardir oleh neutron termal, melepaskan energi, radiasi gamma, dan neutron yang lebih banyak. Oleh karena itu, dia dapat mempertahankan reaksi rantai nuklir setelah mencapai massa kritis. Sifat-sifat inilah yang memungkinkan plutonium digunakan sebagai senjata nuklir dan digunakan pada beberapa reaktor nuklir. Isotop paling stabil plutonium adalah plutonium-244, dengan umur paruh sekitar 80 juta tahun. Umur paruh ini cukup panjang untuk bisa ditemukan secara alami dalam jumlah kecil. Plutonium-238 memiliki umur paruh 88 tahun dan memancarkan partikel alfa. Ia adalah sumber panas pada generator termolistrik radioisotop (digunakan pada beberapa pesawat antariksa). Plutonium-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi sehingga akan meningkatkan tingkat neutron latar pada sampel. Keberadaan Pu-240 akan membatasi potensi daya dan senjata suatu sampel. Ia juga digunakan sebagai titik tolok penentuan tingkat (grade) plutonium: tingkat senjata (< 7%), tingkat bahan bakar (7–19%), dan tingkat reaktor (> 19%). Pu-238 dapat disintesis dengan membombardir uranium-238 dengan deuteron, sedangkan Pu-239 dengan disintesis dengan membombardir uranium-238 dengan neutron.

Unsur 94 pertama kali disintesis oleh sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Glenn T. Seaborg dan Edwin McMillan di Universitas California, Berkeley pada tahun 1940. McMillan kemudian menamai unsur baru tersebut plutonium (atas nama Pluto). Penemuan plutonium kemudian menjadi bagian penting dalam Proyek Manhattan untuk mengembangkan bom atom selama Perang Dunia II. Uji nuklir pertama, "Trinity" (Juli 1945), dan bom atom kedua ("Fat Man") yang digunakan untuk menghancurkan kota Nagasaki (Agustus 1945) memiliki inti Pu-239.

Karakteristik

Fisik

Sama seperti logam-logam lainnya, plutonium memiliki penampilan perak mengkilat. Namun ketika terpapar dengan udara bebas, plutonium(IV) oksida akan terbentuk dengan cepat dan membuat logam tersebut menjadi kusam kelabu. Selain itu warna kuning dan hijau zaitun juga pernah dilaporkan.[3][4] Pada suhu kamar, plutonium berada dalam bentuk alotop alfanya. Bentuk alotrop inilah yang merupakan bentuk yang paling umum dan memiliki tingkat kekerasan seperti besi cor, terkecuali apabila ia dialoi dengan logam lainnya dan membuatnya menjadi lunak dan dapat dengan mudah diubah bentuk.[3] Berbeda dengan kebanyakan jenis logam, plutonium bukanlah konduktor panas dan listrik yang baik.[3] Ia memiliki titik leleh yang rendah (640 °C) dan titik didih yang sangat tinggi (3,327 °C).[3]

Emisi partikel alfa yang merupakan pelepasan inti helium berenergi tinggi adalah bentuk radiasi paling umum yang dipancarkan oleh plutonium.[5] Panas yang dilepaskan selama pelepasan dan deselerasi partikel-partikel alfa ini membuat plutonium dengan ukuran sebesar bola sofbol terasa hangat ketika disentuh, sedangkan untuk massa plutonium yang lebih besar, ia dapat mendidihkan satu liter air dalam waktu beberapa menit (bervariasi tergantung pada komposisi isotop).[6][7]

Resistivitas plutonium pada suhu kamar sangatlah tinggi jika dibandingkan dengan logam lain dan ia akan semakin tinggi ketika temperatur diturunkan.[8] Tren peningkatan resistivitas ini akan diteruskan sampai dengan 100 K. Di bawah temperatur ini, resistivitas akan menurun drastis.[8] Ketika temperatur menurun sampai dengan 20 K, resistivitas meningkat kembali oleh karena kerusakan radiasi (laju peningkatan sesuai dengan komposisi isotop).[8]

Oleh karena swa-iradiasi (self-irradiation) plutonium, ia akan memperlihatkan kelelahan (fatigue) pada keseluruhan struktur kristalnya, yang berarti bahwa penataan atom pada kristal akan dikacaukan oleh radiasi tersebut dari waktu ke waktu.[9] Namun, swa-iradiasi juga dapat mengakibatkan pelunakan yang dapat mengimbangi beberapa efek lelah ketika temperatur ditingkatkan di atas 100 K.[10]

Alotrop

Plutonium memiliki enam alotrop pada tekanan biasa: alfa (α), beta (β), gamma (γ), delta (δ), delta prime (δ′), & epsilon (ε)[11]

Plutonium umumnya mempunyai enam alotrop. Pada temperatur yang tinggi dan jangka tekanan tertentu, alotrop ketujuh (zeta, ζ) dapat terbentuk.[11] Alotrop-alotrop ini memiliki tingkat energi yang hampir sama, namun densitas dan struktur kristal yang sangat berbeda. Hal ini membuat plutonium sangat sensitif terhadap perubahan temperatur, tekanan, dan lingkungan kimiawi. Selain itu, perubahan volume yang dramatis selama transisi fase dari satu alotrop ke alotrop lainnya juga memungkinkan.[9] Tidak seperti bahan-bahan lainnya, massa jenis plutonium akan meningkat ketika ia meleleh (sebesar 2,5%). Namun cairan logam plutonium itu sendiri menunjukkan penurunan secara linear pada densitasnya seiring dengan meningkatnya temperatur.[8] Densitas berbagai alotrop plutonium berkisar dari 16,00 g/cm3 sampai dengan 19,86 g/cm3.[12]

Keberadaan banyak alotrop ini membuat pemrosesan plutonium sangat sulit. Sebagai contohnya bentuk α plutonium terbentuk pada suhu kamar dan ia memiliki karakteristik yang mirip dengan besi cor, namun akan berubah menjadi seperti plastik dan mudah diubah bentuk ketika ia berubah menjadi alotrop β (beta) pada temperatur yang sedikit lebih tinggi.[13] Alasan mengapa plutonium memiliki diagram fase yang rumit belumlah sepenuhnya diketahui.

Plutonium dalam bentuk δ (delta) umumnya terbentuk pada kisaran suhu 310 °C sampai dengan 452 °C, namun ia stabil pada suhu kamar apabila dialoi dengan galium, aluminium, ataupun serium dalam persentase rendah.[13] Bentuk delta plutonium memiliki sifat-sifat yang lebih mirip dengan sifat logam pada umumnya. Ia kira-kira sekuat dan selunak aluminium.[11]

Fisi nuklir

Plutonium merupakan logam aktinida radioaktif. Isotop plutonium-239 (Pu-239) merupakan salah satu dari tiga isotop fisil utama[14] (sisanya adalah uranium-233 dan uranium-235).[15] Agar dapat dianggap sebagai fisil, inti atom sebuah isotop haruslah dapat memecah (fisi) ketika ditembakkan dengan neutron dan melepaskan sejumlah neutron tambahan yang cukup untuk mempertahankan reaksi berantai nuklir dengan memecahkan inti selanjutnya.

Plutonium tingkat senjata

Pu-239 memiliki faktor penggandaan (k) yang positif. Hal ini berarti bahwa jika logam tersebut tersedia dalam jumlah massa yang mencukupi dan dalam bentuk geometri yang tepat, ia dapat membentuk massa kritis.[16] Selama fisi, sebagian energi ikat yang mengikat inti agar tetap bersama dilepaskan sebagai energi panas, energi kinetik, dan energi elektromagnetik dalam jumlah yang besar. Satu kilogram Pu-239 dapat menghasilkan ledakan yang setara dengan 20,000 ton TNT.[6] Jumlah energi yang sangat besar ini membuat Pu-239 sangat berguna pada reaktor dan senjata nuklir.

Keberadaan isotop plutonium-240 (Pu-240) pada suatu sampel akan membatasi potensial bom nuklir plutonium. Hal ini dikarenakan Pu-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi (~440 fisi per detik per gram setiap 1.000 neutron per detik per gram[17]), sehingga meningkatkan tingkat neutron latar, yang pada akhirnya akan meningkatkan risiko pradetonasi.[18] Plutonium dapat dikategorikan ke dalam berbagai tingkatan, yaitu tingkat senjata, tingkat bahan bakar, dan tingkat reaktor, bergantung pada persentase Pu-240 pada suatu sampel. Plutonium tingkat senjata memiliki kadar Pu-240 kurang dari 7%, plutonium tingkat bahan bakar mengandung 7% - 19% Pu-240, dan plutonium tingkat reaktor mengandung lebih dari 19% Pu-240.[19] Isotop plutonium-238 (Pu-238) tidak dapat menjalani fisi nuklir dengan mudah, walaupun ia dapat mengalami peluruhan alfa.[6]

Isotop dan sintesis

Terdapat setidaknya dua puluh isotop radioaktif plutonium yang telah diidentifikasi.[5] Isotop yang berumur paling panjang adalah Pu-244, dengan umur paruh 80,8 juta tahun. Diikuti oleh Pu-242 dengan umur paruh 373.300 tahun, dan Pu-239 dengan umur paruh 24.110 tahun.[5] Isotop radioaktif sisanya memiliki umur paruh kurang dari 7.000 tahun.[5] Unsur ini juga memiliki delapan keadaan metastabil, walaupun tidak ada satupun yang benar-benar stabil dan hanya memiliki umur paruh kurang dari satu detik.[5]

Isotop plutonium memiliki bilangan massa yang berkisar dari 228 sampai dengan 247.[5] Modus peluruhan utama isotop dengan bilangan massa yang lebih rendah daripada isotop paling stabil Pu-244 adalah fisi spontan dan emisi alfa. Kebanyakan akan menjadi isotop uranium (92 proton) dan neptunium (93 proton) sebagai produk peluruhan (dengan mengabaikan anang inti (daughter nuclei) yang dihasilkan selama proses fisi).[5] Modus peluruhan utama isotop yang memiliki bilangan massa lebih tinggi daripada Pu-244 adalah emisi beta, kebanyakan akan menjadi isotop amerisium (95 proton) sebagai produk peluruhan.[5] Pu-241 merupakan isotop induk deret peluruhan neptunium, meluruh menjadi amerisium-241 via emisi beta maupun elektron.[6]

Pu-238 dan Pu-239 adalah isotop yang paling sering disintesis.[6] Pu-239 disintesis via reaksi berikut yang menggunakan uranium (U) dan neutron (n) via peluruhan beta (β) dengan neptunium (Np) sebagai zat antara:[20]

Dengan kata lain, neutron yang berasal dari fisi U-235 ditangkap oleh inti U-238, menjadi U-239; peluruhan beta akan menambahkan sebuah proton, menjadi Np-239 (umur paruh 2.36 hari), dan peluruhan beta lebih lanjut akan mengubahnya menjadi Pu-239.[21]

Pu-238 disintesis dengan membombardir U-238 dengan deuteron (D, inti hidrogen berat) menurut reaksi berikut:[22]

Pada persamaan ini, deuteron menghantam U-238 dan menghasilkan dua neutron berserta Np-238. Np-238 secara spontan meluruh dengan memancarkan partikel beta negatif menjadi Pu-238.

Panas peluruhan dan properti fisi

Isotop plutonium mengalami peluruhan radioaktif dan menghasilkan panas peluruhan. Isotop yang berbeda menghasilkan panas per massa yang berbeda. Panas peluruhan biasanya dinyatakan dengan satuan watt/kilogram atau milliwatt/gram. Pada plutonium dengan jumlah besar dan pembuangan panas yang tidak cukup maka panas ini dapat berdampak signifikan. Semua isotop menghasilkan gamma lemah ketika meluruh.

Panas peluruhan isotop plutonium[23]
Isotop Mode peluruhan Paruh waktu (tahun) Panas peluruhan (W/kg) Neutron fisi spontan (1/(g·s)) Komentar
238Pu alfa menjadi 234U 87.74 560 2600 Panas peluruhan sangat tinggi. Dalam jumlah kecilpun berdampak signifikan. Digunakan pada generator termolistrik radioisotop.
239Pu alfa menjadi 235U 24100 1.9 0.022 Isotop utama yang banyak digunakan.
240Pu alfa menjadi 236U, fisi spontan 6560 6.8 910 Impurity utama pada sampel isotop 239Pu. Plutonium-grade biasanya dinyatakan dalam persentase 240Pu. Fisi spontan yang tinggi menghalangi penggunaan pada senjata nuklir.
241Pu beta-minus, menjadi 241Am 14.4 4.2 0.049 Meluruh menjadi americium-241; its buildup presents a radiation hazard in older samples.
242Pu alfa menjadi 238U 376000 0.1 1700

Sifat kimiawi dan senyawa plutonium

Berbagai keadaan oksidasi Pu dalam larutan

Pada suhu kamar, plutonium murni berwarna perak dan ia akan mengusam ketika teroksidasi.[6] Unsur ini menunjukkan empat keadaan oksidasi ionik dalam larutan:[12]

  • Pu(III), as Pu3+ (biru lavender)
  • Pu(IV), as Pu4+ (kuning coklat)
  • Pu(V), as PuO2+ (merah jambu)[catatan 1]
  • Pu(VI), as PuO22+ (merah mudah oranye)
  • Pu(VII), as PuO53− (hijau)– ion heptavalen ini sangat jarang

Warna larutan yang ditampilkan oleh larutan plutonium bergantung pada keadaan oksidasi dan sifat-sifat anion asam.[24] Anion asam akan memengaruhi derajat kompleksasi plutonium.

Logam plutonium dihasilkan dengan mereaksikan plutonium(IV) fluorida dengan barium, kalsium ataupun litium pada suhu 1200 °C.[25] Ia akan diserang oleh asam, oksigen, dan uap, namun tidak oleh alkali dan akan larut dengan mudahnya ke dalam asam klorida, asam iodat, dan asam perklorat pekat.[26] Lelehan logam plutonium harus disimpan dalam keadaan vakum ataupun pada atmosfer inert untuk menghindari terjadinya reaksi dengan udara.[13] Pada suhu 135 °C, logam plutonium akan menyala dan meledak jika diletakkan dalam karbon tetraklorida.[27]

Sifat piroforik plutonium dapat menyebabkannya tampak seperti bara api yang menyala.

Plutonium merupakan logam yang reaktif. Pada kelembaban udara ataupun argon, logam ini akan teroksidasi dengan cepat, menghasilkan campuran oksida dan hidrida.[3] Jika logam tersebut terpapar cukup lama dengan sejumlah uap air, permukaan terdiri dari bubuk PuO2 yang membungkus logam akan terbentuk.[3] Selain itu, juga terbentuk plutonium hidrida. Apabila terpapar dengan uap air yang berlebihan, hanya akan terbentuk PuO2.[26]

Dengan adanya pembungkusan hidrida ini, logam plutonium bersifat piroforik, yang berarti ia akan menyala secara spontan. Oleh karena itu, logam plutonium biasanya ditangani dalam atmosfer yang inert dan kering (misalnya argon dan nitrogen).[3] Oksigen akan memperlambat efek-efek yang disebabkan oleh kelembaban dan berperan sebagai agen pemasifan.[3]

Plutonium bereaksi dengan oksigen menjadi PuO dan PuO2 beserta intermediat oksida lainnya;[12] plutonium oksida memiliki volume 40% lebih besar daipada logam plutonium.[27] Ia bereaksi dengan halogen dan menghasilkan senyawa seperti PuX3 (X dapat berupa F, Cl, Br ataupun I); PuF4 dan oksihalida seperti PuOCl, PuOBr dan PuOI juga dilaporkan terbentuk.[12] Selain itu, reaksi dengan karbon menjadi PuC, nitrogen menjadi PuN, dan silikon menjadi PuSi2 juga dapat terjadi.[12]

Krus yang digunakan untuk menampung plutonium haruslah tahan terhadap lingkungan reduksi yang kuat.[13] Logam tahan api seperti tantalum dan tungsten berserta oksida stabil borida, karbida, nitrida, dan silikida dapat menoleransi lingkungan seperti ini.[13] Peleburan pada tungku busur elektrik dapat digunakan untuk menghasilkan batangan logam kecil tanpa memerlukan krus.[13]

Plutonium dapat membentuk aloi dengan kebanyakan logam. Pengecualian terdapat pada logam alkali seperti litium, kalium, dan natrium, logam alkali tanah seperti barium, kalsium, dan stronsium, dan logam tanah nadir seperti europium dan iterbium.[26] Pengecualian parsial terdapat pada logam tahan api seperti kromium, molibdenum, niobium, tantalum, dan tungsten, yang dapat larut dalam plutonium cair, namun tidak dapat larut pada plutonium padat.[26]

Logam paduan

Plutonium dapat membentuk logam paduan dan senyawa intermediet dengan kebanyakan logam lainnya. Perkecualian dengan litium, natrium, kalium, rubidium dan sesium dari logam alkali; dan magnesium, kalsium, stronsium, dan barium dari logam alkali tanah; dan europium dan ytterbium dari logam tanah jarang.[26] Perkecualian parsial diantaranya dengan kromium, molybdenum, niobium, tantalum, dan tungsten, yang larut pada plutonium cair, namun tidak larut atau larut sedikit pada plutonium padat.[26] Galium, aluminium, americium, skandium dan serium dapat menstabilkan fase-δ plutonium dalam suhu ruang. Silikon, indium, zinc dan zirkonium dapat membentuk fase metastabil δ ketika didinginkan cepat. Sejumlah besar hafnium, holmium dan talium juga dapat mempertahankan fase-δ pada suhu ruang. Neptunium adalah satu-satunya elemen yang dapat menstabilkan fase-α pada suhu tinggi.[9]

  • Plutonium–galium digunakan untuk menstabilkan fase-δ plutonium. Digunakan pada pit senjata nuklir.[28]
  • Plutonium–aluminium adalah alternatif aloi Pu–Ga. Awalnya merupakan elemen yang digunakan untuk stabilisasi fase-δ, namun kecenderungannya untuk bereaksi dengan partikel alfa dan melepas neutron mengurangi penggunaannya pada pit senjata nuklir. Aloi Plutonium–aluminium juga dapat digunakan sebagai komponen bahan bakar nuklir.[29]
  • Aloi Plutonium–gallium–kobalt (PuCoGa5) adalah superkonduktor unconventional, bersifat superkonduktif dibawah 18.5 K.[30][31]
  • Aloi Plutonium–zirkonium dapat digunakan sebagai bahan bakar nuklir.[32]
  • AloiPlutonium–serium dan plutonium–serium–kobalt digunakan sebagai bahan bakar nuklir.[33]
  • Aloi Plutonium–uranium, sekitar 15–30 %mol plutonium, digunakan sebagai bahan bakar nuklir pada reaktor peranakan cepat. Penambahan titanium dan/atau zirkonium akan meningkatkan titik lebur aloi secara signifikan.[34]
  • Aloi Plutonium–uranium–titanium dan plutonium–uranium–zirkonium telah diteliti untuk digunakan sebagai bahan bakar nuklir. Penambahan elemen ketiga dapat meningkatkan resistensi korosi, mengurangi kemungkinan terbakar, meningkatkan keuletan, fabrikabilitas, kekuatan, dan ekspansi termal. Plutonium–uranium–molybdenum memiliki resistensi korosi terbaik, namun biasanya titanium dan zirkonium lebih dipilih.[34]

Keberadaan

Sejumlah kecil isotop plutonium (Pu-239 dan Pu-244) dapat ditemukan di alam. Pu-244 dapat ditemukan dalam jumlah kecil karena ia merupakan produk minor peluruhan pada bijih uranium dan mempunyai umur paruh sekitar 80 juta tahun yang cukup panjang.[35] Pu-239 dapat ditemukan dalam jumlah yang lebih kecil lagi (dalam satuan bagian per triliun) dan produk peluruhannya dapat secara alami ditemukan pada beberapa bijih uranium[36][37]

Sejumlah kecil plutonium juga dapat ditemukan pada tubuh manusia oleh karena uji nuklir di atas daratan dan beberapa kecelakaan nuklir besar yang pernah terjadi.[27] Kebanyakan uji nuklir atsmosferik telah dihentikan sejak tahun 1963, namun Prancis masih terus melakukannya sampai dengan tahun 1980-an. Selain itu, beberapa negara juga masih terus melakukan uji nuklir tersebut setelah tahun 1963. Oleh karena Pu-239 merupakan hasil peluruhan radioaktif bijih uranium serta isotop plutonium yang paling banyak dibuat, ia merupakan isotop yang paling melimpah.[27]

Sejarah

Penemuan

Pada tahun 1934, Enrico Fermi dan sekelompok ilmuwan Universitas Roma La Sapienza melaporkan bahwa mereka telah menemukan unsur 94.[38] Fermi menyebut unsur ini sebagai hesperium.[39] Namun, sampel yang diduga sebagai unsur 94 ini sebenarnya hanyalah campuran barium, kripton, dan unsur-unsur lainnya. Tetapi hal ini tidak diketahui pada saat itu karena fisi nuklir masih belum ditemukan.[40]

Glenn T. Seaborg dan kelompok ilmuwan Berkeley adalah yang pertama memproduksi plutonium.

Plutonium (Pu-238) pertama kali diproduksi dan diisolasi pada tanggal 14 Desember 1940 oleh Dr. Glenn T. Seaborg, Edwin M. McMillan, J. W. Kennedy, Z. M. Tatom, dan A. C. Wahl dengan menembakkan uranium dengan deuteron. Unsur ini kemudian berhasil diidentifikasi secara kimiawi pada 23 Februari 1941.[41] Pada percobaan tahun 1940, neptunium-238 berhasil dihasilkan secara langsung dengan penghantaman, tetapi ia kemudian meluruh dengan mamancarkan emisi beta dua hari kemudian. Hal ini mengindikasikan terbentuknya unsur 94.[27]

Sebuah laporan ilmiah yang mendokumentasikan penemuan unsur plutonium kemudian dipersiapkan oleh para ilmuwan Universitas California, Berkeley tersebut dan dikirim ke jurnal Physical Review pada Maret 1941.[27] Tetapi laporan tersebut ditarik kembali sebelum publikasi, setelah ditemukan bahwa isotop unsur baru tersebut (Pu-239) dapat menjalani fisi nuklir yang dapat digunakan pada bom atom. Publikasi penemuan unsur tersebut kemudian ditunda setahun setelah akhir Perang Dunia II oleh karena kekhawatiran pada masalah keamanan dunia.[14]

Edwin McMillan yang sebelumnya telah menamai unsur transuranium pertama dengan nama neptunium (berasal dari nama planet Neptunus) mengajukan bahwa unsur 94, sebagai unsur transuranium kedua, dinamakan dari planet Pluto.[6][catatan 2] Seaborg pada awalnya mempertimbangkan nama "plutium", namun kemudian merasa bahwa nama tersebut tidak sebagus "plutonium".[42] Pemilihan simbol "Pu" oleh Seaborg pada awalnya hanyalah sebagai lelucon, namun ternyata simbol tersebut kemudian tanpa disadari telah terdaftar ke dalam tabel periodik.[catatan 3] Nama-nama alternatif lainnya yang pernah Seaborg dan ilmuwan lainnya pertimbangkan adalah "ultimum" ataupun "extremium" karena terdapat kepercayaan bahwa mereka telah menemukan unsur terakhir pada tabel periodik.[43]

Penelitian awal

Sifat-sifat kimiawi plutonium ditemukan mirip dengan uranium setelah dilakukan kajian awal selama beberapa bulan.[27] Penelitian kemudian dilanjutkan di laboratorium rahasia di Universitas Chicago. Pada 18 Agustus 1942, sejumlah kecil unsur ini diisolasi dan diukur untuk pertama kalinya. Sekitar 50 mikrogram plutonium-239 beserta uranium dan produk fisi diproduksi, namun hanya 1 mikrogram yang diisolasi.[36] Prosedur ini mengizinkan para kimiawan menentukan massa atom unsur baru ini.[44][catatan 4]

Pada November 1943, beberapa plutonium trifluorida berhasil direduksi dan menghasilkan sampel logam plutonium yang pertama.[36] Plutonium yang dihasilkan cukup banyak dan membuat plutonium sebagai unsur pertama yang dihasilkan secara sintetik yang dapat dilihat dengan mata telanjang.[45]

Sifat-sifat nuklir plutonium-239 juga dikaji; para peneliti menemukan bahwa ketika ia ditembakkan dengan neutron, ia akan memecah (fisi) dan melepaskan lebih banyak neutron dan energi. Neutron-neutron ini kemudian dapat menghantam atom plutonium-239 lainnya, dan mengakibatkan reaksi berantai yang meningkat secara eksponensial. Reaksi berantai ini dapat mengakibatkan ledakan yang cukup besar untuk menghancurkan sebuah kota apabila isotop dalam jumlah yang cukup dikonsentrasikan dan mencapai massa kritis.[27]

Produksi semasa Proyek Manhattan

Semasa Perang Dunia II, pemerintah AS mencanangkan Proyek Manhattan yang ditugaskan untuk mengembangkan bom atom. Tiga tempat riset dan produksi utama proyek ini adalah fasilitas produksi plutonium Hanford Site, fasilitas pengayaan uranium di Oak Ridge, Tennessee, dan laboratorium riset dan desain senjata yang sekarang ini dikenal sebagai Laboratorium Nasional Los Alamos.[46]

Muka Reaktor B Handord yang sedang dalam konstruksi, ia merupakan reaktor produksi plutonium yang pertama

Reaktor produksi pertama yang memproduksi plutonium-239 adalah Reactor Grafit X-10. Ia mulai bekerja pada tahun 1943 dan dibangun di sebuah fasilitas di Oak Ridge yang kemudian menjadi Laboratorium Nasional Oak Ridge.[27][catatan 5]

Pada 5 April 1944, Emilio Segrè yang berada di Los Alamos menerima sampel pertama plutonium yang dihasilkan oleh reaktor di Oak Ridge.[47] Dalam waktu sepuluh hari, ia menemukan bahwa plutonium yang dihasilkan itu memiliki konsentrasi isotop Pu-240 yang lebih tinggi daripada plutonium yang dihasilkan dari siklotron. Pu-240 memiliki laju fisi spontan yang tinggi dan akan meningkatkan tingkat neutron latar sampel plutonium. Desain senjata plutonium awal yang diberi kode nama "Thin Man" terpaksa dibatalkan karena peningkatan jumlah neutron spontan akan meningkatkan probabilitas terjadinya pra-detonasi.

Desain senjata plutonium yang dikerjakan di Los Alamos kemudian diubah menjadi bentuk implosi yang lebih rumit, diberi kode nama "Fat Man." Senjata implosi (implosion) ini memiliki desain plutonium berbentuk bola padat yang dikompres menjadi bertekanan tinggi dengan lensa yang mudah meledak.[47]

Konstruksi reaktor B Hanford, reaktor nuklir berskala industri yang pertama, diselesaikan pada Maret 1945.[48] Reaktor B memproduksi bahan fisil yang digunakan untuk senjata plutonium yang digunakan semasa Perang Dunia II.[catatan 6]

Bom atom Trinity dan Fat Man

Oleh karena keberadaan Pu-240 pada plutonium yang dihasilkan oleh reaktor, desain implosi dikembangkan pada senjata "Fat Man" dan Trinity"

Uji bom atom pertama, diberi kode nama "Trinity" dan didetonasi pada 16 Juli 1945 dekat Alamogordo, New Mexico, menggunakan plutonium sebagai bahan fisilnya.[36] Desain implosi senjata ini menggunakan lensa-lensa peledak yang digunakan untuk mengompres bola plutonium agar mencapai massa superkritis. Bola plutonium tersebut kemudian dihujani neutron yang dihasilkan oleh inisiator yang dibuat dari berilium dan polonium.[27] Dengan demikian, ia akan menjamin terjadinya reaksi berantai dan ledakan. Keseluruhan senjata ini memiliki berat lebih dari 4 ton, walaupun plutonium yang digunakan pada inti senjata hanyalah seberat 6,2 kg.[49] Sekitar 20% plutonium yang digunakan dalam senjata Trinity menjalani fisi, menghasilkan ledakan dengan energi setara dengan kira-kira 20.000 ton TNT.[50][catatan 7]

Desain identik yang digunakan pada bom atom "Fat Man" dijatuhkan ke Nagasaki, Jepang pada 9 Agustus 1945, menewaskan 70.000 orang dan mencederai 100.000 lainnya.[27] Bom "Little Boy" yang dijatuhkan ke Hiroshima tiga hari sebelumnya menggunakan uranium-235, dan bukannya plutonium. Jepang menyerah tanpa syarat pada 15 Agustus, secara efektif mengakhiri perang. Hanya setelah pengumuman bom atom pertama inilah keberadaan unsur plutonium diberitakan kepada publik.

Penggunaan pada Perang Dingin dan limbah nuklir

Sejumlah besar timbunan plutonium tingkat senjata diproduksi oleh Uni Soviet dan Amerika Serikat selama Perang Dingin. Reaktor-reaktor milik Amerika Serikat di Hanford dan Savannah River Site di Carolina Selatan memproduksi 103 ton plutonium,[51] dan diperkirakan 170 ton lainnya diproduksi di Rusia.[52][catatan 8] Setiap tahun, sekitar 20 ton unsur ini masih diproduksi sebagai produk samping industri tenaga nuklir.[12] Sebanyak 1000 ton plutonium masih dalam penyimpanan, dengan 200 ton di antaranya berada di dalam atau diekstraksi dari senjata nuklir.[27]

Desain terowongan penyimpan limbah nuklir yang diajukan untuk pusat penyimpanan limbah nuklir Gunung Yucca.

Sejak berakhirnya Perang Dunia, timbunan plutonium ini telah menjadi fokus utama proliferasi nuklir. Di Amerika Serikat, beberapa plutonium yang diekstraksi dari senjata nuklir yang telah dibongkar dilebur menjadi dalam bentuk gelondongan gelas plutonium oksida seberat dua ton.[27] Gelas ini dibuat dari borosilikat yang dicampur dengan kadmium dan gadolinium.[catatan 9] Gelondongan-gelodongan ini direncanakan ditutup dengan baja dan di simpan di lubang bawah tanah sejauh 4 km yang ditopang oleh beton.[27] Sampai dengan tahun 2008, hanya tempat penyimpanan limbah nuklir Gunung Yucca yang dijadwalkan untuk menyimpan plutonium dengan cara demikian.[53] Berbagai penentangan terhadap rencana ini telah menunda usaha penyimpanan limbah nuklir di Gunung Yucca ini.

Percobaan medis

Semasa dan setelah berakhirnya Perang Dunia II, para ilmuwan yang terlibat dalam Proyek Manhattan dan proyek-proyek riset senjata nuklir lainnya melakukan berbagai kajian pada efek plutonium terhadap hewan dan manusia.[54] Pada kajian hewan, ditemukan bahwa beberapa miligram plutonium per kilogram jaringan tubuh merupakan dosis yang mematikan.[55]

Sedangkan pada kasus percobaan pada manusia, disuntikkan larutan yang mengandung lima mikrogram plutonium ke tubuh pasien rumah sakit yang telah menderita sakit parah ataupun yang memiliki tingkat harapan hidup yang lebih kecil dari sepuluh tahun baik oleh karena usia maupun kondisi penyakit yang kronis.[54] Kadar suntikan ini diturunkan menjadi satu mikrogram pada Juli 1945 setelah dari data percobaan hewan, ditemukan bahwa cara plutonium mendistribusikan dirinya pada tulang ternyata lebih berbahaya daripada radium.[55]

Delapan belas subjek percobaan manusia disuntikkan plutonium tanpa sepengetahuan mereka.[54] Percobaan ini dilakukan untuk mengembangkan alat diagnostik yang dapat menentukan kadar penyerapan plutonium dalam tubuh, sehingga dapat dikembangkan sebuah standar keamaan pekerjaan yang melibatkan plutonium.[54]

Pada zaman sekarang, percobaan pada manusia ini dianggap sebagai pelanggaran kode etik kedokteran dan sumpah Hippokrates yang serius.

Penerapan

Bahan peledak

Bom atom yang dijatuhkan ke Nagasaki, Jepang pada tahun 1945 mempunyai inti plutonium.

Oleh karena kemudahan isotop Pu-239 menjalani fisi dan ketersediaannya, ia merupakan komponen fisil utama dalam pembuatan senjata nuklir. Dengan membungkus bola plutonium padat dengan pemadat (lapisan tambahan yang dibuat dari bahan-bahan padat) akan menurunkan jumlah plutonium yang diperlukan untuk mencapai massa kritis dengan memantulkan kembali neutron yang lolos kembali ke inti plutonium. Hal ini akan menurunkan jumlah plutonium yang diperlukan dari 16 kg menjadi 10 kg, berupa bola berdiameter 10 cm.[56] Massa kritis ini adalah sekitar sepertiga daripada massa kritis U-235.[6]

Bom plutonium jenis "Fat Man" yang diproduksi semasa Proyek Manhattan menggunakan kompresi eksplosif plutonium untuk mendapatkan tingkat densitas plutonium yang lebih besar daripada biasanya dan menggabungkannya dengan sumber neutron untuk memulai reaksi dan meningkatkan efisiensi. Sehingga, hanya diperlukan 6,2 kg plutonium untuk mendapatkan daya ledak yang setara dengan 20 kiloton TNT.[50][57] Secara teoretis, hanya diperlukan sejumlah kecil 4 kg plutonium (atau bahkan lebih kecil dari itu) untuk membuat bom atom dengan desain perakitan yang canggih.[57]

Penggunaan limbah nuklir

PUREX (Plutonium–URanium EXtraction) memroses ulang bahan bakar nuklir yang telah digunakan untuk mengekstraksi uranium dan plutonium dalam bentuk bahan bakar oksida campuran (MOX) yang dapat digunakan kembali dalam reaktor nuklir. Plutonium tingkat senjata dapat kemudian ditambahkan ke campuran bahan bakar tersebut. Bahan bakar MOX digunakan pada reaktor air ringan dan terdiri dari 60 kg plutonium per ton bahan bakar. Setelah empat tahun, tiga per empat plutonium tersebut akan telah habis digunakan (berubah menjadi unsur lain).[27] Reaktor pembiak secara spesifik dirancang untuk mendapatkan bahan fisil dengan laju yang lebih cepat daripada laju konsumsi bahan tersebut.

Bahan bakar MOX telah digunakan sejak tahun 1980-an dan secara luas digunakan di Eropa.[58] Pada bulan September 2000, Amerika Serikat dan Rusia menandatangani Perjanjian Pengelolaan dan Disposisi Plutonium (Plutonium Management and Disposition Agreement) yang mana masing-masing pihak setuju untuk membuang 34 ton plutonium tingkat senjata.[59] Departemen Energi AS berencana membuang 34 ton plutonium tingkat senjata sebelum akhir 2019 dengan mengubahnya menjadi bahan bakar MOX yang dapat digunakan pada reaktor nuklir komersial.[59]

Efisiensi juga bisa didapatkan melalui pemrosesan ulang, yakni batangan bahan bakar diproses untuk menghilangkan produk limbah yang mencapai 3% berat total batangan tersebut setelah tiga tahun penggunaan.[27] Isotop uranium dan plutonoum apapun yang dihasilkan selama tiga tahun tersebut ditinggalkan dan batangan tersebut kembali digunakan.[catatan 10] Namun, keberadaan 1% galium per massa plutonium tingkat senjata memiliki potensi membatasi operasi jangka panjang reaktor air ringan.[60]

241Am baru-baru ini telah diajukan untuk digunakan sebagai agen detanurasi batangan bahan bakar reaktor dengan membuat bahan bakar tersebut tidak dapat digunakan kembali lagi untuk konversi senjata nuklir.[61]

Sumber tenaga dan panas

Pelet 238PuO2 yang berpijar

Isotop plutonium-238 (Pu-238) memiliki umur paruh 87,5 tahun. Ia memancarkan sejumlah besar energi termal dengan tingkat pancaran sinar gama dan partikel neutron spontan yang rendah.[62] Sebagai pemancar partikel alfa, ia memancarkan radiasi berenergi tinggi dengan tingkat penetrasi yang rendah, sehingga hanya diperlukan pemerisaian yang minimal. Selembar kertas dapat digunakan untuk memerisai partikel alfa yang dipancarkan oleh Pu-238 manakala satu kilogram isotop ini dapat menghasilkan 22 juta kilowat jam energi panas.[6][62]

Sifat-sifat ini membuat isotop Pu-238 sangat cocok digunakan sebagai sumber listrik peralatan yang harus berfungsi tanpa pemeliharaan secara langsung selama seumur hayat manusia. Oleh karenanya, ia digunakan dalam pembangkit termolistrik radioisotop dan unit pemanas radioisotop yang digunakan pada misi penjelajahan luar angkasa Cassini, Voyager dan New Horizons.

Plutonium-238 juga telah sukses digunakan untuk menenagai pemacu jantung buatan, sehingga mengurangi risiko pembedahan ulang.[63][64] Ia umumnya telah digantikan dengan sel primer berbasis litium. Namun, sampai dengan tahun 2003, masih terdapat sekitar 50 sampai dengan 100 pemacu jantung yang ditenagai plutonium yang masih ditanam dan berfungsi.[65] Plutonium-238 yang dicampur dengan berilium digunakan untuk menghasilkan neutron untuk tujuan riset.[27]

Wewanti

Toksisitas

Isotop dan senyawa plutonium sangat beracun oleh karena radioaktivitasnya.[66] Dari sudut pandang toksisitas kimiawi, arsen dan sianida lebih beracun daripada plutonium, dan plutonium sama beracunnya dengan kafeina.[67][68]

Plutonium lebih berbahaya ketika terhirup daripada tertelan. Risiko kanker paru-paru meningkat seketika radiasi yang terhirup melebihi 400 mSv.[69] Ia tidak akan diserap ke dalam tubuh secara efisien apabila tertelan; hanya sekitar 0,04% plutonium oksida yang diserap setelah ditelan.[27] Ketika plutonium diserap ke dalam tubuh, ia akan diekskresikan dengan sangat lambat, dengan waktu paruh hayati selama 200 tahun.[70] Plutonium mempunyai rasa seperti logam.[71]

Radiasi alfa yang dipancarkan plutonium tidak dapat menembus kulit, namun dapat mengiradiasi organ-organ dalam ketika plutonium terhirup ataupun tertelan.[27] Orang tubuh yang paling berisiko terkena iradiasi adalah tulang (di mana ia paling berkemungkinan diserap ke permukaan tulang) dan hati (di mana ia dikumpulkan dan menjadi terkonsentrasi).[26]

Plutonium dalam jumlah yang sangat besar dapat menyebabkan keracunan radiasi yang akut dan kematian jika ditelan ataupun dihirup; namun, sampai sekarang tidak ada satupun manusia yang diketahui meninggal oleh karena menghirup ataupun menelan plutonium. Selain itu banyak orang mempunyai sejumlah kecil plutonium yang dapat dideteksi dalam tubuh mereka.[68]

Massa kritis

Reka ulang percobaan yang dilakukan oleh Harry Daghlian dengan bola plutonium yang dikelilingi oleh wolfram karbida yang dapat memantulkan neutron

Selain permasalahan pada toksisitas plutonium, akumulasi sejumlah plutonium yang mencapai massa kritis juga harus dihindari, terutama karena massa kritis plutonium hanyalah sepertiga daripada massa kritis uranium-235.[6] Plutonium yang mencapai massa kritis akan memancarkan sejumlah neutron dan sinar gama dalam kadar yang mematikan.[72] Plutonium dalam larutan lebih berkemungkinan membentuk massa kritis daripada plutonium dalam bentuk padatan.[12]

Dalam sejarahnya, telah terjadi beberapa kecelakaan yang melibatkan pembentukan massa kritis ini. Penanganan yang tidak hati-hati pada bata wolfram karbida yang diletakkan di sekitar 6,2 kg bola plutonium menyebabkan radiasi dengan dosis fatal pada tanggal 21 Agustus 1945 di Los Alamos, yang mana ilmuwan Harry K. Daghlian, Jr. menerima dosis yang diperkirakan setara dengan 5,1 Sievert dan meninggal 28 hari sesudahnya.[73] Sembilan bulan kemudian, ilmuwan Los Alamos lainnya, Louis Slotin, juga meninggal dalam kecelakaan yang melibatkan reflektor berilium dan inti plutonium yang sama, yang sebelumnya telah menyebabkan kematian Daghlian (bola plutonium ini kemudian diberi nama panggilan "demon core").[74] Insiden ini kemudian diangkat ke dalam film tahun 1989 Fat Man and Little Boy.

Pada bulan Desember 1958, selama proses pemurnian plutonium di Los Alamos, massa kritis terbentuk di dalam tabung pencampuran, menyebabkan kematian operator derek.[75] Selain itu, kecelakaan nuklir lainnya juga pernah terjadi di Uni Soviet, Jepang, dan negara-negara lainnya.[75]

Kemudahbakaran

Logam plutonium juga merupakan bahan yang mudah terbakar. Ia akan bereaksi dengan oksigen dan air, yang akan menyebabkan akumulasi plutonium hidrida. Plutonium hidrida merupakan bahan piroforik dan akan menyala ketika terkena udara bebas pada suhu kamar. Plutonium akan mengembang melebihi 70% volume awal ketika ia teroksidasi, sehingga dapat merusak wadah penampung. Pasir magnesium oksida merupakan bahan yang paling efektif dalam memadamkan api plutonium. Ia mendinginkan bahan yang terbakar, dan bekerja sebagai sungap panas (heat sink) serta memblok oksigen. Untuk menghindari terjadinya kebakaran, penanganan yang khusus perlu diterapkan. Umumnya diperlukan penanganan dalam atomosfer inert.[76]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ Ion PuO2+ tidak stabil dalam larutan dan akan berdisproporsionasi menjadi Pu4+ dan PuO22+; Pu4+ kemudian akan mengoksidasi PuO2+ sisanya menjadi PuO22+, dan ia sendiri akan tereduksi menjadi Pu3+. Oleh karena itu, larutan plutonium cenderung berubah menjadi campuran Pu3+ dan PuO22+.
    Crooks, William J. (2002). "Nuclear Criticality Safety Engineering Training Module 10 – Criticality Safety in Material Processing Operations, Part 1" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-03-20. Diakses tanggal 2006-02-15. 
  2. ^ Edwin McMillan bukanlah yang pertama kali mengajukan bahwa sebuah unsur dinamakan sebagai "plutonium." Satu dekade setelah barium ditemukan, seorang Profesor Universitas Cambridge mengajukan bahwa unsur barium tersebut diganti namanya menjadi "plutonium". Ia beralasan bahwa unsur barium yang tidak termasuk unsur berat, memiliki akar kata dari Bahasa Yunani barys yang berarti "berat", dan oleh karena barium dihasilkan dari teknik elektrolisis, ia haruslah memiliki nama yang mewakili unsur api. Ia kemudian mengajukan bahwa unsur Barium tersebut diganti namanya menjadi "plutonium" (dari nama dewa Romawi Pluto). (Heiserman 1992)
  3. ^ Pada sebuah artikel di mana Seaborg memberikan informasi:"The obvious choice for the symbol would have been Pl, but facetiously, Seaborg suggested Pu, like the words a child would exclaim, 'Pee-yoo!' when smelling something bad. Seaborg thought that he would receive a great deal of flak over that suggestion, but the naming committee accepted the symbol without a word."
    Clark, David L. (2000). "Reflections on the Legacy of a Legend: Glenn T. Seaborg, 1912–1999" (PDF). Los Alamos Science. 26: 56–61, on 57. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  4. ^ Kamar 405 Laboratorium George Herbert Jones yang merupakan tempat isolasi unsur plutonium yang pertama ini ditentukan sebagai National Historic Landmark oleh pemerintah AS pada Mei 1967.
  5. ^ Semasa Proyek Manhattan, plutonium sering dirujuk sebagai "49": nomor 4 adalah digit terakhir 94 (bilangan atom plutonium), dan 9 adalah digit terakhir dari Pu-249 (isotop yang digunakan dalam bom nuklir).
    Hammel, E.F. (2000). "The taming of "49"  – Big Science in little time. Recollections of Edward F. Hammel, pp. 2-9. In: Cooper N.G. Ed. (2000). Challenges in Plutonium Science" (PDF). Los Alamos Science. 26 (1): 2–9. Diakses tanggal 2009-02-15. 
    Hecker, S.S. (2000). "Plutonium: an historical overview. In: Challenges in Plutonium Science". Los Alamos Science. 26 (1): 1–2. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  6. ^ The American Society of Mechanical Engineers (ASME) established B Reactor as a National Historic Mechanical Engineering Landmark in September 1976.
    Wahlen, R.K. (1989). History of 100-B Area (PDF). Richland, Washington: Westinghouse Hanford Company. hlm. 1. WHC-EP-0273. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-27. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  7. ^ Perhitungan efisiensi ini didasarkan pada fakta bahwa fisi 1 kg Pu-239 (ataupun U-235) menghasilkan pelepasan energi yang setara dengan 17 kiloton TNT,
    "Proliferation of Nuclear Weapons and Materials to State and Non-State Actors: What It Means for the Future of Nuclear Power" (PDF). University of Michigan Symposium. Federation of American Scientists. 2002-10-04. Diakses tanggal 2009-01-04. 
  8. ^ Kebanyakan plutonium ini digunakan untuk membuat inti senjata termonuklir Teller-Ulam. Senjata yang disebut sebagai 'bom hidrogen' ini merupakan varian senjata nuklir yang menggunakan bom fisi untuk memicu fusi nuklir hidrogen berat. Kerusakan yang disebabkan oleh senjata ini umumnya setara dengan jutaan ton TNT, bandingkan dengan senjata nuklir yang hanya menggunakan fisi nuklir dan menghasilkan kerusakan setara dengan ribuan ton TNT.(Emsley 2001)
  9. ^ Gadolinium zirkonium oksida (Gd2Zr2O7) juga telah dikaji karena ia dapat menampung plutonium selama 30 juta tahun.(Emsley 2001)
  10. ^ Komposisi plutonium pada batangan bahan bakar nuklir bekas: Pu-239 (~58%), Pu-240 (24%), Pu-241 (11%), Pu-242 (5%), dan Pu-238 (2%). (Emsley 2001)

Referensi

  1. ^ (Indonesia) "Plutonium". KBBI Daring. Diakses tanggal 17 Juli 2022. 
  2. ^ Dihitung dari berat atom dan volume atomnya. Sel satuan, yang mengandung 16 atom, memiliki volume 319,96 kubik Å, menurut Siegfried S. Hecker (2000). "Plutonium and its alloys: from atoms to microstructure" (PDF). Los Alamos Science. 26: 331. . Ini memberikan kerapatan untuk 239Pu sebesar (1,66053906660×10−24g/dalton×239,0521634 dalton/atom×16 atom/sel satuan)/(319.96 Å3/sel satuan×10−24cc/Å3) atau 19,85 g/cc.
  3. ^ a b c d e f g h NIH contributors. "Plutonium, Radioactive". Wireless Information System for Emergency Responders (WISER). Bethesda (MD): U.S. National Library of Medicine, National Institutes of Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-08-22. Diakses tanggal 2008-11-23.  (public domain text) Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "WISER" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ ARQ staff (2008). "Nitric acid processing". Actinide Research Quarterly. Los Alamos (NM): Los Alamos National Laboratory (3rd quarter). Diakses tanggal 2009-02-15. While plutonium dioxide is normally olive green, samples can be various colors. It is generally believed that the color is a function of chemical purity, stoichiometry, particle size, and method of preparation, although the color resulting from a given preparation method is not always reproducible. 
  5. ^ a b c d e f g h NNDC contributors (2008). Alejandro A. Sonzogni (Database Manager), ed. "Chart of Nuclides". Upton (NY): National Nuclear Data Center, Brookhaven National Laboratory. Diakses tanggal 2008-09-13. 
  6. ^ a b c d e f g h i j Heiserman 1992
  7. ^ Rhodes, Richard (1986). The Making of the Atomic Bomb. New York: Simon & Schuster. hlm. 659–660. ISBN 0-671-65719-4.  Leona Marshall: "When you hold a lump of it in your hand, it feels warm, like a live rabbit"
  8. ^ a b c d Miner 1968, hlm. 544
  9. ^ a b c Hecker, Siegfried S. (2000). "Plutonium and its alloys: from atoms to microstructure" (PDF). Los Alamos Science. 26: 290–335. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  10. ^ Hecker, Siegfried S. (2000). "Aging of Plutonium and Its Alloys" (PDF). Los Alamos Science. Los Alamos, New Mexico: Los Alamos National Laboratory (26): 242. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  11. ^ a b c Baker, Richard D. (1983). "Plutonium: A Wartime Nightmare but a Metallurgist's Dream" (PDF). Los Alamos Science. Los Alamos National Laboratory: 148, 150–151. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  12. ^ a b c d e f g CRC 2006, hlm. 4–27
  13. ^ a b c d e f Miner 1968, hlm. 542
  14. ^ a b Stwertka 1998
  15. ^ EPA contributors (2008). "Fissile Material". Radiation Glossary. United States Environmental Protection Agency. Diakses tanggal 2008-11-23. 
  16. ^ Asimov, Isaac (1988). "Nuclear Reactors". Understanding Physics. Barnes & Noble Publishing. hlm. 905. ISBN 0880292512. 
  17. ^ Samuel Glasstone and Leslie M. Redman, An Introduction to Nuclear Weapons (Atomic Energy Commission Division of Military Applications Report WASH-1038, June 1972), p. 12.
  18. ^ Gosling, F.G. (1999). The Manhattan Project: Making the Atomic Bomb (PDF). Oak Ridge (TN): United States Department of Energy. hlm. 40. DOE/MA-0001-01/99. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-02-24. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  19. ^ DOE contributors (1996). Plutonium: The First 50 Years (PDF). U.S. Department of Energy. DOE/DP-1037.  (public domain text)
  20. ^ Kennedy, J. W. (1946). "Properties of Element 94". Physical Review. 70 (7–8): 555–556. doi:10.1103/PhysRev.70.555. 
  21. ^ Greenwood 1997, hlm. 1259
  22. ^ Seaborg, Glenn T. (1946). "Radioactive Element 94 from Deuterons on Uranium". Physical Review. 69 (7–8): 366–367. doi:10.1103/PhysRev.69.367. 
  23. ^ "Can Reactor Grade Plutonium Produce Nuclear Fission Weapons?". Council for Nuclear Fuel Cycle Institute for Energy Economics, Japan. May 2001. 
  24. ^ Matlack, George (2002). A Plutonium Primer: An Introduction to Plutonium Chemistry and its Radioactivity. Los Alamos National Laboratory. LA-UR-02-6594. 
  25. ^ Eagleson, Mary (1994). Concise Encyclopedia Chemistry. Walter de Gruyter. hlm. 840. ISBN 9783110114515. 
  26. ^ a b c d e f g Miner 1968, hlm. 545
  27. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s Emsley 2001
  28. ^ Kolman, D. G. & Colletti, L. P. (2009). "The aqueous corrosion behavior of plutonium metal and plutonium–gallium alloys exposed to aqueous nitrate and chloride solutions". ECS transactions. Electrochemical Society. 16 (52): 71. ISBN 978-1-56677-751-3. 
  29. ^ Hurst & Ward 1956
  30. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama physicsworld.com
  31. ^ Curro, N. J. (Spring 2006). "Unconventional superconductivity in PuCoGa5" (PDF). Los Alamos National Laboratory. 
  32. ^ McCuaig, Franklin D. "Pu–Zr alloy for high-temperature foil-type fuel" U.S. Patent 4.059.439, Issued on November 22, 1977
  33. ^ Jha 2004, hlm. 73
  34. ^ a b Kay 1965, hlm. 456
  35. ^ Hoffman, D.C. (1971). "Detection of Plutonium-244 in Nature". Nature. 234: 132–134. doi:10.1038/234132a0. Nr. 34,. 
  36. ^ a b c d Miner 1968, hlm. 541
  37. ^ DOE contributors (2004). "Oklo: Natural Nuclear Reactors". U.S. Department of Energy, Office of Civilian Radioactive Waste Management. DOE/YMP-0010. Diakses tanggal 2008-11-16. 
  38. ^ Holden, Norman E. (2001). "A Short History of Nuclear Data and Its Evaluation". 51st Meeting of the USDOE Cross Section Evaluation Working Group. Upton (NY): National Nuclear Data Center, Brookhaven National Laboratory. Diakses tanggal 2009-01-03. 
  39. ^ Fermi, Enrico (December 12, 1938). "Artifical radioactivity produced by neutron bombardment: Noble Lecture" (PDF). Royal Swedish Academy of Sciences. 
  40. ^ Darden, Lindley (1998). "The Nature of Scientific Inquiry". College Park (MD): Department of Philosophy, University of Maryland. Diakses tanggal 2008-01-03.  Parameter |chapter= akan diabaikan (bantuan)
  41. ^ LBNL contributors. "Elements 93 and 94". Advanced Computing for Science Department, Lawrence Berkeley National Laboratory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-09-20. Diakses tanggal 2008-09-17. 
  42. ^ Clark, David L. (2000). "Reflections on the Legacy of a Legend: Glenn T. Seaborg, 1912–1999" (PDF). Los Alamos Science. 26: 56–61, on 57. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  43. ^ PBS contributors (1997). "Frontline interview with Seaborg". Frontline. Public Broadcasting Service. Diakses tanggal 2008-12-07. 
  44. ^ NPS contributors. "Room 405, George Herbert Jones Laboratory". National Park Service. Diakses tanggal 2008-12-14. 
  45. ^ Miner 1968, hlm. 540
  46. ^ LANL contributors. "Site Selection". LANL History. Los Alamos, New Mexico: Los Alamos National Laboratory. Diakses tanggal 2008-12-23. 
  47. ^ a b Sublette, Carey. "Atomic History Timeline 1942-1944". Washington (DC): Atomic Heritage Foundation. Diakses tanggal 2008-12-22. 
  48. ^ Wahlen, R.K. (1989). History of 100-B Area (PDF). Richland, Washington: Westinghouse Hanford Company. hlm. iv, 1. WHC-EP-0273. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-27. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  49. ^ Sublette, Carey (2007-07-03). "8.1.1 The Design of Gadget, Fat Man, and "Joe 1" (RDS-1)". Nuclear Weapons Frequently Asked Questions (edisi ke-2.18). The Nuclear Weapon Archive. Diakses tanggal 200-01-04. 
  50. ^ a b Malik, John (September 1985). The Yields of the Hiroshima and Nagasaki Explosions (PDF). Los Alamos. hlm. Table VI. LA-8819. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  51. ^ DOE contributors (2001). Historic American Engineering Record: B Reactor (105-B Building). Richland (WA): U.S. Department of Energy. hlm. 110. DOE/RL-2001-16. Diakses tanggal 2008-12-24. 
  52. ^ Cochran, Thomas B. (1997). Safeguarding nuclear weapons-usable materials in Russia (PDF). International Forum on Illegal Nuclear Traffic. Washington (DC): Natural Resources Defense Council, Inc. Diakses tanggal 2008-12-21. 
  53. ^ Press Secretary (July 23, 2002). "President Signs Yucca Mountain Bill". Washington (DC): Office of the Press Secretary, White House. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-03-06. Diakses tanggal 2009-01-04. 
  54. ^ a b c d Moss, William (1995). "The Human Plutonium Injection Experiments" (PDF). Los Alamos Science. Los Alamos National Laboratory. 23: 188, 205, 208, 214. Diakses tanggal 2006-06-06. 
  55. ^ a b Voelz, George L. (2000). "Plutonium and Health: How great is the risk?". Los Alamos Science. Los Alamos (NM): Los Alamos National Laboratory (26): 78–79. 
  56. ^ Martin, James E. (2000). Physics for Radiation Protection (edisi ke-1st). Wiley-Interscience. hlm. 532. ISBN 0471353736. 
  57. ^ a b FAS contributors (1998). "Nuclear Weapon Design". Federation of American Scientists. Diakses tanggal 2008-12-07. 
  58. ^ WNA contributors (2006). "Mixed Oxide Fuel (MOX)". London (UK): World Nuclear Association. Diakses tanggal 2008-12-14. [pranala nonaktif permanen]
  59. ^ a b DNFSB staff (2004). Plutonium Storage at the Department of Energy's Savannah River Site: First Annual Report to Congress (PDF). Defense Nuclear Facilities Safety Board. hlm. A–1. Diakses tanggal 2009-02-15.  (public domain text)
  60. ^ Besmann, Theodore M. (2005). "Thermochemical Behavior of Gallium in Weapons-Material-Derived Mixed-Oxide Light Water Reactor (LWR) Fuel". Journal of the American Ceramic Society. 81 (12): 3071–3076. doi:10.1111/j.1151-2916.1998.tb02740.x. 
  61. ^ "BGU combats nuclear proliferation". Diakses tanggal 2009-03-05. 
  62. ^ a b ARQ contributors (2005). "From heat sources to heart sources: Los Alamos made material for plutonium-powered pumper". Actinide Research Quarterly. Los Alamos (NM): Los Alamos National Laboratory (1). Diakses tanggal 2009-02-15. 
  63. ^ Venkateswara Sarma Mallela; V. Ilankumaran; and N.Srinivasa Rao (2004). "Trends in Cardiac Pacemaker Batteries". Indian Pacing Electrophysiol. 4 (4): 201–212. PMID 16943934. PMC 1502062. Diakses tanggal 2008-12-14. 
  64. ^ Defunct pacemakers with Pu power source
  65. ^ ORAU contributors (1974). "Plutonium Powered Pacemaker". Oak Ridge (TN): Orau.org. Diakses tanggal 2008-09-12. 
  66. ^ ATSDR contributors (2007). "Toxicological Profile for Plutonium, Draft for Public Comment". U.S. Department of Health and Human Services, Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). Diakses tanggal 2008-05-22. 
  67. ^ Cohen, Bernard L. (1985). Karl Otto Ott and Bernard I. Spinrad, eds. ed. Nuclear Energy (New York (NY): Plenum Press): 355–365.
  68. ^ a b WNA contributors (2008). "Plutonium". London (UK): World Nuclear Association. Diakses tanggal 2008-05-22. 
  69. ^ Brown, SC (July 2004). "Lung cancer and internal lung doses among plutonium workers at the Rocky Flats Plant: a case-control study". American Journal of Epidemiology. Oxford Journals. 160 (2): 163–172. doi:10.1093/aje/kwh192. PMID 15234938. Diakses tanggal 2009-02-15. 
  70. ^ DOE staff. "Radiological control technical training" (PDF). U.S. Department of Energy. DOE-HDBK-1122-99. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-06-30. Diakses tanggal 2008-12-14. 
  71. ^ Welsome, Eileen (2000). The Plutonium Files: America's Secret Medical Experiments in the Cold War. New York (NY): Random House. hlm. 17. ISBN 0-385-31954-1. 
  72. ^ Miner 1968, hlm. 546
  73. ^ Roark, Kevin N. (2000). Criticality accidents report issued. Los Alamos (NM): Los Alamos National Laboratory. Diakses tanggal 2008-11-16. 
  74. ^ LANL contributors. "Raemer Schreiber". Staff Biographies. Los Alamos (NM): Los Alamos National Laboratory. Diakses tanggal 2008-11-16. 
  75. ^ a b McLaughlin, Thomas P. (2000). "A Review of Criticality Accidents". Los Alamos (NM): Los Alamos National Laboratory: 16. LA-13638. 
  76. ^ DOE contributors (1994). "Primer on Spontaneous Heating and Pyrophoricity  – Pyrophoric Metals  – Plutonium". Washington (DC): U.S. Department of Energy, Office of Nuclear Safety, Quality Assurance and Environment. DOE-HDBK-1081-94. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-04-28. Diakses tanggal 2009-03-08. 

Bibliografi

  • CRC contributors (2006). David R. Lide, ed. Handbook of Chemistry and Physics (edisi ke-87th). Boca Raton (FL): CRC Press, Taylor & Francis Group. ISBN 0849304873. 
  • Emsley, John (2001). "Plutonium". Nature's Building Blocks: An A-Z Guide to the Elements. Oxford (UK): Oxford University Press. hlm. 324–329. ISBN 0198503407. 
  • Greenwood, N. N. (1997). Chemistry of the Elements (edisi ke-2nd). Oxford (UK): Butterworth-Heinemann. ISBN 0-7506-3365-4. 
  • Heiserman, David L. (1992). "Element 94: Plutonium". Exploring Chemical Elements and their Compounds. New York (NY): TAB Books. hlm. 337–340. ISBN 0-8306-3018-X. 
  • Miner, William N. (1968). "Plutonium". Dalam Clifford A. Hampel (editor). The Encyclopedia of the Chemical Elements. New York (NY): Reinhold Book Corporation. hlm. 540–546. LCCN 68-29938. 
  • Stwertka, Albert (1998). "Plutonium". Guide to the Elements (edisi ke-Revised). Oxford (UK): Oxford University Press. ISBN 0-19-508083-1. 

Pranala luar