Produksi pisang di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Indonesia dikenal sebagai produsen pisang di dunia, walau agak kecil. Indonesia dikenal sebagai produsen pisang nomor 7 di dunia. Pisang merupakan komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Pusat produksi pisang terdapat di Sumatra, Jawa, dan Bali. Di Indonesia, terdapat lebih dari 230 varietas dan kultivar dari pisang-pisang. Karena selalu ada di setiap saat, maka pisang sering dimakan segar, dikolak, dibakar, dikukus, atau dibuat tepung pisang. Buah pisang dapat dimakan dalam berbagai cara, mulai dari dibuat kue, digoreng, dan direbus. Umbut batangnya dimakan pula. Secara tradisional, batang pisang juga dipakai untuk bahan dekorasi, dan membungkus tembakau. Demikian pula daunnya.

Sejarah dan latar belakang[sunting | sunting sumber]

Indonesia merupakan salah satu negara penting di bidang penanaman pisang (Musa spp.) di Asia.[1] Di Indonesia merupakan tempat tumbuh dari sebanyak 37 dari 76 spesies.[2] Pusat produksi pisang terdapat di Sumatra, Jawa, dan Bali. Daerah-daerah ini beriklim hangat dan lembap, mulai dari 27.5°C di dataran rendah, dan 20 °C di atas ketinggian 1000 mdpl. Kelembaban relatifnya di daerah ini bervariasi antara 60-95% dengan persebaran hujan tahuan 1200-4250 mm.[1]

Karel Heyne dalam buku De nuttige-nya jilid pertama, menyebut bahwa ada beberapa pisang pada zaman Hindia Belanda yang diekspor. Misalnya, pisang ambon putih, tumbuhan ini, menurut Heyne, diekspor hingga ke Australia. Sedangkan di Karesidenan Palembang, pisang ditanam sebagai tanaman ekspor. Heyne mengutip van Setten yang menyebut bahwa, prospek penanaman tumbuhan ini juga berguna untuk pengembangan ekonomi bagi masyarakat pribumi Hindia Belanda (sekarang Indonesia).[3] Di Palembang dahulu, ada pisang-pisang yang bisa dimanfaatkan sebagai pisang bakar, seperti pisang tembatu (kalau di Jawa, dinamakan gedang sobo gajih), yang diekspor pula ke Singapura. Dahulu, kebun-kebun pisang di sekitar Palembang biasa terletak di tepian sungai. Apalagi di Lematang-Hilir dan Komering Hulu. Setelah 5 tahun ditanam, hendaknya tanaman ini diremajakan, kalau tidak, bisa menyuburkan pertumbuhan gulma.[3] Heyne juga mengutip laporan pertanian di Inggris (1910) bahwa di Inggris, tepung pisang juga diimpor dari Hindia-Barat dan mencapai 50 ton pertahunnya.[4]

Produksi[sunting | sunting sumber]

Indonesia dikenal sebagai kawasan pusat asal-usul pisang di dunia. Indonesia juga punya varietas pisang yang lebih banyak daripada negara lain. Tapi, walau demikian, Indonesia hanya bisa masuk peringkat ke tujuh dunia sebagai negara produsen pisang. Di Asia, Indonesia juga menjadi produsen pisang dan memenuhi kebutuhan 50% pisang di Asia. Tapi, walau demikian, menurut James Dale dalam makalahnya, "Banana for the 21st Centuries: Pushing Back the Threat of Extinction", menyebut: produksi pisang Indonesia masih kalah dengan produksi pisang di India yang mencapai 26,2 juta ton pertahun dan Uganda yang mencapai 10,5 juta ton.[5][6] Pada tahun 1995, produksi pisang di Indonesia hanyalah 3,8 juta ton dan pada tahun 2012 telah meningkat hingga 6,1 juta ton.[7] Pisang merupakan komoditas yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia, karena sekitar 45% konsumsi buah-buahan adalah pisang. Buah pisang, dari yang mentah, hingga yang telah diolah dapat mempertinggi nilai ekonominya. Berdasarkan data dari Departemen Pertanian Republik Indonesia, neraca perdagangan pisang di Indonesia mencapai US$10.000 juta, atau kurang lebih 240.000 ton.[8]

Di Pulau Jawa, daerah-daerah yang menghasilkan pisang adalah Jawa Barat. Yaitu, Sukabumi, Cianjur, Bogor, dan lain-lain. Di Jawa Tengah, Demak, dikenal pula sebagai daerah penghasil pisang. Jawa Timur, Sumatera Utara, Selatan dan Barat, serta Lampung dikenal sebagai penghasil pisang di Indonesia.[6] Pasar pisang di dalam negeri sangat baik karena hampir semua masyarakat Indonesia mengonsumsi pisang. Umumnya masyarakat menginginkan pisang yang rasanya manis atau manis sedikit asam, serta beraroma harum. Di pasaran, pisang dijual dengan berbagai tingkatan mutu, dengan harga yang sangat bervariasi satu sama lain.[9] Sebagai komoditas yang diperdagangkan, varietas-varietas pisang dikembangkan lewat proses seleksi, persilangan, pemuliaan, dan kultur jaringan. Sehingga, dihasilkan bibit unggul dengan sifat lekas tumbuh, berbuah besar dan manis, warna kuning emas, tahan penyakit, dan tahan cuaca kering. Pisang seperti pisang kepok, raja, mas, dan tanduk adalah yang termasum digemari. Pisang itulah yang dikembangkan terus varietasnya.[2]

Di Indonesia, terdapat lebih dari 230 varietas dan kultivar dari pisang-pisang.[6] Pisang dikelompokkan menjadi beberapa jenis:[10][11]

  • Musa sapientum, digunakan sebagai buah meja. Lebih enak dimakan secara langsung, yakni pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang susu, dan pisang barangan.
  • M. paradisiaca, lebih enak diolah dahulu sebelum dimakan. Yakni, pisang oli, nangka, tanduk, kapas, batu, dan kepok.
  • M. brachycarpa, menghasilkan pisang batu atau pisang biji. Pisang biji berikut kulitnya sering dimakan bersama rujak untuk mengobati sakit perut atau mencegahnya.[12] Termasuk pula dalam spesies ini satu keluarga dengan Musa acuminata Colla. Pisang ini memang sulit dimakan karena banyak berbiji, sering juga dinamakan pisang batu. Tapi demikian, daunnya masih bisa digunakan sebagai obat kulit melepuh, akarnya untuk anemia, dan jantung pisangnya untuk melangsingkan badan.[13]
  • M. textilis, yang digunakan adalah serat yang terdapat dari batangnya. Dikenal dengan nama pisang manila. Dipergunakan sebagai pembuatan tekstil.

Dalam pengembangan pisang, masalah besar pembudidayaannya adalah soal hama. Di Indonesia, ada 24 organisme pengganggu pisang, dan penyakit paling utama penyerang pisang adalah penyakit layu yang disebabkan oleh Fusarium. Penyakit ini dapat menekan produksi sampai 35%, dan yang lebih memprihatinkan penyakit ini bisa bertahan dalam tanah selama 30 tahun.[2] Hama ini mengganggu pisang, selain penyakit layu bakteri (blood disease bacterium).[2]

Pengolahan[sunting | sunting sumber]

Pisang yang telah dipanggang

Karena selalu ada di setiap saat, maka pisang sering dimakan segar, di kolak, dibakar, dikukus, atau dibuat tepung pisang. Buah pisang dapat dimakan dalam berbagai cara, mulai dari dibuat kue, digoreng, dan direbus. Umbut batangnya dimakan pula. Secara tradisional, batang pisang juga dipakai untuk bahan dekorasi, dan membungkus tembakau. Demikian pula daunnya.[14] Pisang selalu melakukan regenerasi badan sebelum mati, oleh karena filosofi itulah, maka penggunaan batang pisang mendasari sebagai simbol luhur pada upacara pernikahan.[12]

Bonggol tanaman pisang (berupa umbi batang) dan batang muda dapat diolah menjadi sayuran. Bunga pisang (dikenal sebagai jantung pisang) dapat digunakan untuk sayur, manisan, acar, maupun lalapan. Daunnya lazim digunakan untuk pembungkus makanan, yang dapat memberikan rasa harum spesifik pada nasi yang dibungkus dalam keadaan panas.[9]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ a b Gold (1998) hal.65 – 9.
  2. ^ a b c d Ikawati, Yuni (1 April 2019). "Pisang Indonesia Varietas Unggul Baru". Kompas. hlm.12
  3. ^ a b Heyne (1922) hal.504 – 5.
  4. ^ Heyne (1922) hal.508 – 9.
  5. ^ Ngazis, Amal Nur (19 Juni 2012). "Indonesia Penghasil Pisang Terbesar 7 Dunia". VIVA.co.id. Diakses tanggal 28 Desember 2013. 
  6. ^ a b c "Pisang, Buah yang Kaya Manfaat". AnneAhira.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-30. Diakses tanggal 28 Desember 2013. 
  7. ^ "Produksi Buah-buahan di Indonesia, 1995-2012". BPS. Diakses tanggal 28 Desember 2013. 
  8. ^ Mudjajanto & Kustiyah (2006) hal.4
  9. ^ a b Astawan, Made (19 Agustus 2008). "Pisang Sebagai Buah Kehidupan". Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - IPB. Diakses tanggal 28 Desember 2013. [pranala nonaktif permanen]
  10. ^ Sastrapradja dkk. (1981) hal.104 – 5.
  11. ^ Dalimartha (2007) hal.98 dan 106 – 7
  12. ^ a b Astawan & Kasih (2008) hal.114.
  13. ^ Sabara & Sopian (2011) hal.16
  14. ^ Dalimartha (2007) hal.98; Sastrapradja dkk. (1981) hal.104 – 5.

Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]