Tembakau

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Perkebunan tembakau

Tembakau adalah kelompok tumbuhan dari genus Nicotiana yang daunnya biasa digunakan sebagai bahan baku dalam kegiatan merokok. Bahasa Indonesia tembakau merupakan serapan dari kata "tabaco" dari Bahasa Spanyol yang dianggap sebagai asal kata. Produksi tembakau terbesar berasal dari spesies Nicotiana tabacum, meskipun Nicotiana rustica juga digunakan di beberapa tempat. Bernardino de Sahagún merupakan orang pertama yang berhasil membedakan kedua spesies tersebut dalam Kodeks Firenze yang ditulis antara tahun 1540 dan 1585.[1]

Tembakau adalah produk pertanian semusim yang bukan termasuk komoditas pangan, melainkan komoditas perkebunan. Produk ini dikonsumsi bukan untuk makanan tetapi sebagai pengisi waktu luang atau "hiburan", yaitu sebagai bahan baku rokok dan cerutu. Tembakau juga dapat dikunyah. Kandungan metabolit sekunder yang kaya juga membuatnya bermanfaat sebagai pestisida dan bahan baku obat.[2]

Tembakau telah lama digunakan sebagai entheogen di Amerika. Kedatangan bangsa Eropa ke Amerika Utara memopulerkan perdagangan tembakau terutama sebagai obat penenang. Kepopuleran ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat bagian selatan. Setelah Perang Saudara Amerika Serikat, perubahan dalam permintaan dan tenaga kerja menyebabkan perkembangan industri rokok. Produk baru ini dengan cepat berkembang menjadi perusahaan-perusahaan tembakau hingga terjadi kontroversi ilmiah pada pertengahan abad ke-20.

Etimologi[sunting | sunting sumber]

Kata tembakau berasal dari kata "tabaco" dalam Bahasa Spanyol.[3] Akan tetapi asal usul dari kata "tabaco" masih merupakan perdebatan di kalangan pakar etnomologi.[4] Kata ini diperkirakan merupakan kata serapan dalam Bahasa Guarani, yaitu yang mengacu pada tabung yang digunakan untuk menghisap bubuk tembakau yang digunakan oleh Suku Indian Haiti dan terbuat dari tulang tapir.[5] Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Gonzalo Fernández de Oviedo y Valdés yang mengatakan bahwa "tabaco" merupakan sejenis pipa berbentuk huruf Y untuk menghirup asap tembakau, sedangkan daun-daun tembakau yang digunakan dirujuk sebagai cohiba. Pendapat lain oleh Bartolomé de las Casas juga menyatakan bahwa pada saat Kristoforus Kolumbus mengirimkan Luís Vaz de Torres dalam perjalanan menemui Kaisar Tiongkok. Dia salah mendarat dan bertemu dengan suku Indian yang menggulung daun tembakau. Mereka menyebut daun tersebut sebagai "cohiba" atau "cojiba" dan menggulung daun tersebut untuk membuat "tabaco" sebagai rokok yang dimasukkan di hidung untuk dihirup asapnya.[6]

Deskripsi[sunting | sunting sumber]

Tumbuhan tembakau merupakan tumbuhan semusim, meskipun Nicotiana var fruticosa merupakan tumbuhan tahunan. Tinggi dari tembakau memiliki variasi tergantung spesies dan tempat tumbuhnya dengan varietas tertinggi mencapai 12 kaki.[7] Tanaman ini membutuhkan waktu 40 sampai 60 hari untuk persemaian sebelum dilakukan pencangkokan saat memiliki tinggi 15 cm. Tembakau mampu tumbuh di kisaran iklim yang luas dengan waktu tumbuh 60 sampai 90 hari dengan keadaan bebas embun beku dari hari pencangkokan sampai panen dengan temperatur 20 °C sampai 30 °C . Musim kemarau menjadi waktu untuk melakukan panen dan pematangan daun agar didapatkan keadaan daun dalam kualitas baik. Karena ketika dalam keadaan hujan berlebihan, maka daun yang dipanen akan memiliki bentuk daun yang tipis dan ringan.[8]

Tangkai tembakau memiliki ukuran yang bervariasi tergantung varietas. Sebagian besar varietas memiliki permukaan kasar dan tidak rata, sedangkan spesies lain memiliki permukaan yang halus. Tangkai tembakau memiliki ciri berbentuk tegak, bulat, lengket, berambut, lengket dan berukuran besar. Tangkai tersusun oleh zat yang menyerupai kayu dan mengandung empulur yang lengket.[9] Tembakau memiliki bentuk daun yang beragam, seperti oval, lanset dan runcing.[10] N.Tabacum memiliki bentuk daun melekat, oval atau lonjong lanset, sedangkan N.rustica memiliki bentuk bertangkai dan biasanya oval atau menjantung.[11] Warna pada daun memiliki warna yang bervariasi tergantung kondisi tanah dan akan berubah setelah matang atau melalui proses penyalaian.[10] Bunga tembakau memiliki warna beragam, yaitu merah muda, kuning atau ungu keputihan yang tumbuh berkelompok dan bergugus di pucuk tanaman.[12]

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Amerika Era Pra-Kolumbus[sunting | sunting sumber]

Budidaya tembakau diperkirakan telah berlangsung sejak 6.000 SM.[13] Tumbuhan tembakau merupakan tumbuhan asli dari Amerika Selatan dan Amerika Utara. Berdasarkan kajian arkeologi, tembakau pertama kali digunakan pada abad 1 SM oleh Bangsa Maya dari Amerika Tengah sebagai rokok untuk kegiatan upacara keagamaan. Kebiasaan ini menyebar hingga Lembah Missisipi saat Bangsa Maya bermigrasi ke arah selatan Amerika antara 470 dan 630 SM sehingga diikuti oleh suku asli tetangga lokasi mereka tinggal.[14] Berdasarkan penuturan Diego de Landa, tembakau biasa digunakan oleh Bangsa Maya untuk ritual pubertas dengan memerintahkan para anak laki-laki dan perempuan untuk menelan(chupar) asap (humazo) yang diperintahkan oleh pendeta.[15] Selain untuk kegiatan keagamaan, Masyarakat Adat Hutan Timur Laut menggunakan tembakau sebagai alat dagang serta untuk melakukan traktat aliansi atau peperangan yang mereka bawa di sebuah kantong.[16] Bagi masyarakat adat ini, tembakau merupakan hadian dari Sang Pencipta sehingga dapat menjadi medium untuk menghantarkan doa dan fikiran ke Sang Pencipta melalui asap yang dihasilkan.[17]

Tembakau juga biasa digunakan sebagai obat analgesik untuk sakit gigi dan telinga serta sebagai tuam. Selain itu, Suku Indian di California biasa menggunakan tembakau sebagai obat demam yang biasanya dicampur dengan daun dari Salvia dorrii, atau akar dari Leptotaenia multifida.[18] Berdasarkan penuturan Francisco Javier Clavijero, Raja Suku Aztek menggunakan asap tembakau sebagai obat tidur.[19]

Pengalaman Bangsa Eropa di Amerika[sunting | sunting sumber]

Sejarah tertulis tentang tembakau pertama kali ditulis oleh Kolumbus dalam jurnalnya pada tanggal 15 Oktober 1492 . Kolombus melihat seorang lelaki yang berada di atas kano membawa dedaunan kering saat berada antara Pulau Santa Maria dan Pulau Fernandina. Dedaunan tersebut, sebelumnya ia terima saat mendarat di Pulau San Salvador.[20] Kolombus menerima tembakau sebagai bentuk pertemanan oleh warga lokal saat dia mendarat di pulau tersebut pada tanggal 12 Oktober 1492, meskipun pada akhirnya Kolombus membuang tembakau tersebut.[21][22]

Penggunaan tembakau dalam kegiatan merokok pertama kali dilihat ketika Kolumbus mengirim Torres dan Rodrigo de Jerez untuk menemui Kaisar Tiongkok, tapi tidak pernah bertemu dan malah menemukan suku Indian yang sedang merokok tembakau dengan pipa yang diceritakan oleh Casas. Kedua orang tersebut kembali ke kapal dan melaporkan penemuannya kepada Kolumbus. Kolumbus menuliskan penemuan tersebut dalam jurnalnya pada tanggal 6 November 1492 bahwa dia mendapati bahwa kedua anak buahnya bertemu banyak orang yang membakar dedaunan untuk menghasilkan asap berbau harum.[23] Jerez diakui sebagai perokok Eropa pertama karena merupakan Bangsa Eropa pertama yang merokok saat dia pulang ke Ayamonte. Namun, dia ditangkap oleh Inkuisisi Spanyol karena dianggap bersekongkol dengan setan saat mengeluarkan asap dari hidung dan mulut. Akhirnya, Jerez dipenjara selama sepuluh tahun.[24]

Pada pelayaran Kolumbus yang kedua di tahun 1493, dia membawa Ramón Pané yang merupakan seorang frater yang ditugaskan untuk mencatat kebiasaan dan belajar bahasa suku Indian di Pulau Hispaniola. Berdasarkan pengalamannya ini, Pane menulis buku Relación acerca de las antigüedades de los indios. Buku ini menjadi buku pertama yang menjelaskan penggunaan tembakau oleh Suku Indian beserta sistem kepercayaan mereka.[25] Dia menulis bahwa tabib suku Indian menghirup bubuk yang memabukkan sehingga merasa kegirangan. Tabib tersebut lalu mengambil napas dan menghembuskan napasnya ke dahi, belakang mata dan leher. Setelah menghembuskan napas tersebut, tabib akan mendiagnosis bahwa pasien telah sembuh dengan menarik penyakit dari pembuluh darah pasien. Bubuk ini juga digunakan untuk membersihkan hidung dengan menaruh tongkat sepanjang satu kaki Satu ujung menampung bubuk dan satu lagi berada di lubang hidung. Bubuk ini dihirup untuk membersihkan hidung secara menyeluruh. Pane mengidentifikasi bubuk tersebut dengan nama cogioba. Cogioba merupakan tembakau hirup.[26]

Selain digunakan dengan dihirup dan dirokok, Bangsa Indian juga mengonsumsi tembakau dengan dikunyah. Amerigo Vespucci menceritakan pengalamannya ini saat berkunjung ke dunia baru. Pada tahun 1499, ia melihat bangsa Indian di di Pulau Margarita di Venezuela yang mengunyah tembakau dengan kapur untuk menghilangkan haus. Pengalaman ini tercatat dalam buku Cosmographic introductio yang diterbitkan pada tahun 1507. Kebiasaan mengunyah ini juga disaksikan oleh Pedro Alonso Niño dan Cristobal Guerra. Mereka melihat masyarakat asli Venezuela mengunyah tembakau sebagai pembersih gigi.[26] Pendaratan Bangsa Spanyol di Paraguay pada tahun 1503 juga mencatat praktik pengunyahan tembakau dan digunakan sebagai senjata. Mereka diserang oleh warga asli di sana dengan dimuncratkan kunyahan tembakau ke muka dan mengotori baju sehingga Bangsa Spanyol mundur dan meninggalkan tempat tersebut.[27]

Pada tahun 1518, penampakan tembakau dalam bentuk cerutu pertama kali dicatat oleh Juan Diaz yang merupakan seorang kapelan untuk Juan de Grijalva dalam ekspedisinya. Dia mencatat bahwa Grijalva diberikan hadiah gelagah yang mengeluarkan aroma harum ketika dibakar saat mendarat di Pulau Cozumel, pesisir Yucatan.[19] Saat menginvasi Meksiko, Hernán Cortés juga menemukan kebiasaan ini kembali pada tahun 1519.[28]

Budidaya[sunting | sunting sumber]

Imperium Spanyol mulai membudidayakan tembakau di Santo Domingo pada tahun 1531.[29]

Persebaran di Asia[sunting | sunting sumber]

Bangsa Turk membawa tembakau dan menyebarkan di Mesir pada awal abad ke 15 dan menjadi cikal bakal penyebaran tembakau di Timur Tengah. Tembakau tiba di Tiongkok pada tahun 1530 yang diperikirakan melalui jalur Filipina atau Jepang.[30]

Jenis dan daerah penghasil tembakau[sunting | sunting sumber]

Dua orang pegawai perusahaan perkebunan tembakau "Deli-Maatschappij" di awal abad ke-20 di Deli.

Tembakau adalah produk yang sangat sensitif terhadap cara budidaya, lokasi tanam, musim/cuaca, dan cara pengolahan. Karena itu, suatu kultivar tembakau tidak akan menghasilkan kualitas yang sama apabila ditanam di tempat yang berbeda agroekosistemnya. Produk tembakau sangat khas untuk suatu daerah tertentu dan kultivar tertentu. Akibatnya, macam-macam produk tembakau biasanya dinamai sesuai lokasi tanam.

Indonesia[sunting | sunting sumber]

Di Indonesia, macam-macam tembakau komersial yang baik hanya dihasilkan di daerah-daerah tertentu. Kualitas tembakau sangat ditentukan oleh kultivar, lokasi penanaman, waktu tanam, dan pengolahan pascapanen. Akibatnya, hanya beberapa tempat yang memiliki kesesuaian dengan kualitas tembakau terbaik, tergantung produk sasarannya.

Berdasarkan cara pengolahan pascapanen, dikenal tembakau kering-angin (air-cured), kering-asap (fire-cured), kering-panas (flue-cured), dan kering-jemur (sun-cured).

Macam-macam tembakau kualitas tinggi di Indonesia
Macam/tipe Daerah Kegunaan
Deli Deli wrapper cerutu
Srintil Temanggung Temanggung, Parakan, Ngadirejo, Tretep, Bulu rokok (rajangan), kunyah
Virginia-Vorstenlanden Klaten, Sleman, Boyolali, Sukoharjo sigaret
Vorstenlanden Klaten, Sleman filler, binder, dan wrapper cerutu
Madura Madura rajangan rokok
Besuki Voor-Oogst
(VO, "sebelum panen padi")
Jember, ditanam musim hujan,
panen awal kemarau
rajangan rokok
Besuki Na-Oogst
(NO, "setelah panen padi")
Jember, ditanam akhir musim hujan,
panen akhir kemarau
filler, binder, dan wrapper cerutu
Virginia-Lombok Timur Lombok Timur rajangan sigaret

Selain itu, terdapat beberapa daerah penghasil tembakau kualitas menengah ke bawah, biasanya ditanam untuk pasar domestik atau rokok kualitas rendah, tingwe ("linting dhewe"), atau tembakau kunyah, seperti tembakau Kaponan dari Ponorogo.

Biokimia[sunting | sunting sumber]

Nikotin adalah senyawa candu yang ada pada tembakau

Terdapat beberapa spesies dalam genus Nicotiana yang bisa disebut tembakau. Genus ini merupakan bagian dari famili Solanaceae.

Berbagai tumbuhan mengandung nikotin, senyawa neurotoksin yang mampu mematikan serangga. Tembakau adalah tumbuhan yang mengandung jumlah nikotin tertinggi dibandingkan tumbuhan lainnya. Namun tidak seperti tumbuhan dari famili Solanaceae lainnya, tembakau tidak mengandung senyawa tropan alkaloida yang beracun bagi manusia.

Meski mengandung cukup nikotin dan senyawa psikoaktif lainnya (germakren, anabasin, dan alkaloida piperidin lainnya) untuk mengusir herbivora, namun sejumlah hewan telah berevolusi dan mampu memakan spesies daru genus Nicotiana tanpa mengalami gangguan. Tembakau masih tidak mampu dimakan oleh banyak spesies. Karena minimnya predator, tembakau liar seperti Nicotiana glauca telah menjadi spesies invasif.

Dampak produk tembakau[sunting | sunting sumber]

Psikologis[sunting | sunting sumber]

Senyawa nikotin yang diketahui terkandung di dalam tembakau memiliki efek narkotika dan penenang.[31] Reaksi tenang ini disebabkan oleh stimulasi nikotin terhadap reseptor nikotinik asetilkolin yang menyebabkan dilepaskannya neurotransmiter glutamat. Neurotransmiter ini berfungsi mengatur pelepasan dopamin yang menciptakan respons kenikmatan dan asam gamma-aminobutirat (GABA) sebagai inhibitor dopamin. Akan tetapi, pada beberapa kasus ketika reseptor terpapar nikotin secara terus menerus, reseptor mengalami desentisisasi sehingga reaksi inhibisi oleh GABA berkurang tapi reaksi untuk menimbulkan kesenangan terus berlangsung sehingga menciptakan kecanduan pada konsumen nikotin.[32]

Berdasarkan penelitian dengan metode event related potential (ERP), kegiatan merokok diketahui mampu mengurangi stres.[33] Penelitian juga menyatakan bahwa merokok mampu meredakan amarah sehingga berdasarkan hasil penelitian, terapi tingkah laku untuk mengendalikan emosi disarankan sebagai salah satu alternatif terapi untuk pencandu. Dikarenakan kemungkinan ketidakmampuan mengontrol emosi sebagai salah satu penyebab kebiasaan candu pada tembakau.[34]

Sosial[sunting | sunting sumber]

Merokok di tempat umum telah sejak lama hanya dilakukan oleh pria. Wanita yang merokok dianggap telah merusak kesuciannya. Di Jepang pada zaman Edo, pelacur dan kliennya saling mendekati dengan berpura-pura menawarkan rokok. Hal yang sama juga dilakukan di Eropa pada abad ke-19.[35] Sejak Perang Sipil Amerika, penggunaan tembakau dikaitkan dengan maskulinitas dan kekuasaan, dan menjadi ikon pencitraan penguasa kapitalis.

Saat ini tembakau banyak ditentang karena mengakibatkan banyak masalah kesehatan[36] sehingga muncul kampanye anti rokok di beragai tempat di seluruh dunia. Bhutan adalah satu-satunya negara yang melarang penjualan tembakau.[37]

Demografi[sunting | sunting sumber]

Tembakau hampir seluruhnya dijadikan rokok, dan pemanfaatan tembakau hampir seratus persen berupa rokok. Pada tahun 2000, merokok dilakukan oleh setidaknya 1.22 miliar orang dan sebagian besar merupakan laki-laki.[38] Namun selisih antar gender berkurang dengan meningkatnya usia.[39][40] Orang miskin memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk merokok, demikian pula masyarakat di negara miskin dan berkembang jika dibandingkan dengan masyarakat di negara maju.[41] Hingga tahun 2004, WHO melaporkan jumlah kematian sebesar 5.4 juta jiwa akibat rokok.[42]

Kesehatan[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan WHO, tembakau merupakan penyebab terbesar kematian oleh penyakit-yang-dapat-dicegah.[43] Bahaya penggunaan tembakau mencakup penyakit yang terkait dengan jantung dan paru-paru seperti serangan jantung, stroke, penyakit paru obstruktif kronik, emfisema, dan kanker (terutama kanker paru-paru, kanker laring, dan kanker pankreas).

WHO memperkirakan bahwa tembakau menyebabkan kematian bagi 5.4 juta jiwa pada tahun 2004.[44] 100 juta kematian akibat tembakau telah terjadi akibat tembakau sepanjang abad ke 20.[45] Tembakau juga penyebab kematian bayi dan janin di seluruh dunia[46] karena orang tua perokok.

Perokok pasif meski tidak merokok, dapat mengalami kanker paru-paru. Di Amerika Serikat 3000 orang dewasa meninggal akibat paparan asap rokok sebagai perokok pasif. Setidaknya 46000 orang perkok pasif mengalami penyakit jantung dan meninggal.[47]

Jumlah perokok secara umum berkurang dengan meningkatnya kesejahteraan dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) suatu negara. Dengan kata lain, jumlah perokok berkurang seiring dengan bergeraknya suatu negara menjadi negara maju. Di Amerika Serikat, jumlah perokok telah berkurang setengahnya secara persentase sejak tahun 1965, dari 42% menjadi 20.8%.[48] Sedangkan di negara miskin dan negara berkembang, jumlah perokok justru meningkat secara persentase per tahunnya.[49] Badan Kesehatan Dunia (WHO) memprediksi jumlah perokok di Indonesia sendiri akan meningkat sebanyak 24 juta jiwa dari 2015-2025 mendatang.[50] India dan China, dengan penduduk yang sangat berlimpah dan IPM yang tidak terlalu tinggi menjadikan keduanya pasar bagi rokok dari seluruh dunia. China sendiri telah menjadi produsen rokok terbesar di dunia dengan memproduksi 2.4 triliun batang rokok per tahun atau setara dengan 40% produksi total dunia.[51]

Dalam beberapa tahun terakhir ini, para ahli mulai meneliti Alternative Nicotine Delivery Systems (ANDS) atau produk penghantar nikotin alternatif dalam upaya pengendalian tembakau.[52] Produk mengandung nikotin seperti koyo nikotin, rokok elektronik, dan produk tembakau yang dipanaskan bukan dibakar yang tidak melibatkan proses pembakaran, 95% lebih rendah risiko kesehatan dibanding rokok konvensional yang membakar tembakau untuk menghantarkan nikotin ke sistem penggunanya.[53]

Di Indonesia, pada tahun 2005 muncul tokoh ulama yang menghasilkan rokok kesehatan. Yang membedakan adalah Saus yang menjadi bagian dari racikan Tembakau dan Cengkih nya adalah saus dari bahan/unsur ramuan tradisional yang berasal dari dalam negeri (Indonesia) maupun dari beberapa Negara Penghasil Rempah-rempah.[butuh rujukan]

Syarat Tumbuh[sunting | sunting sumber]

Ada beberapa krteria yang menjadi syarat tumbuhnya tanaman tembakau, yakni suhu, curah hujan, dan kondisi tanah. Suhu yang baik untuk pertumbuhan tembakau berada pada rentang 200C sampai 300 C dari mulai transplantasi hingga panen. Namun kondisi yang ideal untuk produksi daun tembakau dengan kualitas yang baik biasanya pada suhu 260 C dengan kelembapan 70-80%. Selain itu, tembakau membutuhkan distribusi curah hujan tahunan antara 500 hingga 1.250 mm. Namun, kelebihan air dapat menyebabkan tanaman menjadi tipis dan bersisik. Untuk kondisi tanah, tembakau umumnya dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Akan tetapi tanah yang baik untuk pertumbuhan tembakau adalah tanah liat yang dalam dan berdrainase baik dengan sedikit atau tanpa risiko banjir. Meskipun tembakau toleran terhadap kekeringan, tembakau tumbuh optimum pada tanah dengan suhu 20 hingga 30 derajat dengan kapasitas pasokan air yang tinggi[54]

Proses Budidaya Tembakau[sunting | sunting sumber]

Proses penanaman atau budidaya tembakau dimulai dari proses pengolahan lahan. Keadaan lahan sangat penting karena pertumbuhan dan perkembangan tanaman tembakau sangat dipengaruhi oleh perakaran yang aktif. Pertumbuhan perakaran dipengaruhi oleh aerasi tanah yang baik dan kelembaban yang cukup. Untuk memaksimalkan pertumbuhan tembakau dibutuhkan aerasi tanah yang baik, kecukupan air dan nutrisi tanaman.[55]

Penentuan bulan tanam disesuaikan dengan waktu panen. Tembakau umumnya ditanam di akhir musim hujan yang umumnya hujan sudah jarang, dan dipanen saat musim kemarau. Ketepatan penentuan waktu tanam berpengaruh pada saat panen dan prosesing. Waktu panen yang salah dapat berpengaruh terhadap mutu tembakau yang dihasilkan. Penanaman tembakau dilakukan pada saat umur bibit 40–45 hari dan penanaman dilakukan pada sore hari, karena sore hari intensitas cahaya matahari telah menurun sehingga penguapan lebih rendah. Setelah bibit tembakau ditanam Kemudian dilakukan pemupukan. Dalam pemupukan tembakau ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu pupuk harus sesuai dengan kebutuhan tanaman dan tidak mengandung klor (Cl) dalam jumlah besar karena klor dalam daun lebih dari 1% dapat menurunkan daya bakar.[56] Waktu pemberian pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman. Tanaman tembakau mengalami pertumbuhan sangat cepat pada umur 3 - 7 minggu, ditandai dengan peningkatan bahan kering tanaman (McCants dan Woltz 1967) . Intensitas penyiraman dipengaruhi ada/tidaknya hujan. Kebutuhan air untuk tembakau sawah berbeda dengan tembakau tegal, pada kondisi tanpa hujan masing-masing memerlukan 0,5 liter dan 2 liter dalam sekali penyiraman. Penyiraman dilakukan hingga 39 kali.[57] Kualitas air yang digunakan untuk menyiram tanaman tembakau juga harus diperhatikan, terutama kandungan klor di dalamnya, yaitu tidak lebih dari 20 mg/liter.[58]

Tanaman tembakau umumnya berbunga pada umur 60 - 70 hari setelah tanam. Pada fase ini perlu dilakukan pemangkasan bunga (topping). Pemangkasan adalah kegiatan pemotongan tangkai bunga dan daun pucuk dengan tujuan untuk merangsang/memacu pertumbuhan dan perkembangan daun terutama daun atas, serta memperoleh kualitas sesuai permintaan pasar. Karena tidak ada pembentukan biji maka energi/fotosintat yang dihasilkan tanaman digunakan untuk meningkatkan luas daun, berat, bodi, dan kadar nikotin.[55] Panen tembakau dilakukan pada saat tepat masak secara fisiologis, dengan ciri-ciri warna sudah berubah menjadi hijau kekuningan dan gagangnya mudah dipatahkan pada saat dipetik. Waktu yang tepat untuk panen adalah pada pagi hari setelah embun menguap sekitar jam 8 pagi. Dalam pemeraman dibutuhkan kadar air cukup agar proses kimia dapat berlangsung, tetapi kelebihan air juga dapat mengakibatkan tanaman busuk saat diperam. Jangan memanen daun muda karena klorofilnya masih stabil, sehingga menghasilkan warna hijau mati. Dalam asap rokok klorofil menyebabkan bau langu/getir. Setelah dipanen, dilakukan sortasi daun yaitu dikelompokkan sesuai dengan ukuran dan tingkat kemasakan daun dan dilanjutkan dengan pemeraman. Pemeraman biasanya berlangsung 2–3 hari. Jika warna daun telah berubah menjadi kuning rata dilanjutkan dengan perajangan dan pengeringan.[56]

Kajian Metabolomik yang telah dilakukan[sunting | sunting sumber]

Kajian metabolomik terkait tembakau telah dilakukan. Salah satu penelitian tembakau melalui pendekatan metabolomik adalah menentukan senywara aktif yang terkandung dalam daun tembakau. Uji Keberadaan komponen senyawa tersebut berguna untuk penentuan kualitas daun tembakau yang baik serta kondisi geografis yang baik bagi pertumbuhan tembakau. Pada penelitian tersebut, Daun tembakau yang berasal dari Cina dan Zimbabwe digiling dan diekstraksi dengan dua pelarut, untuk melepaskan komponen hidrofilik dan hidrofobik. Dalam kondisi ekstraksi yang dioptimalkan, lebih dari 79 dan 84% dari metabolit hidrofilik dan hidrofobik, masing-masing (terhitung 96,3 dan 92,2% dari kuisioner) memiliki CV lebih rendah dari 20%, yang dianggap bahwa reproduktifitas tembakau tersebut memiliki kualitas baik [59]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Daunay, Marie-Christine; Laterrot, Henri; Janick, Jules (2009). "Iconography and History of Solanaceae: Antiquity to the 17th Century" (PDF). Dalam Janick, Jules. Horticultural reviews. 34. Hoboken, N.J.: Wiley. hlm. 51. ISBN 9780470171530. OCLC 621039873. 
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-04-15. Diakses tanggal 2009-09-02. 
  3. ^ "Awal Mula Kehadiran Tembakau, Si 'Emas Hijau' Indonesia". www.goodnewsfromindonesia.id. 3 Juni 2021. Diakses tanggal 1 September 2021. 
  4. ^ Gately, Iain (2007). Tobacco: A Cultural History of How an Exotic Plant Seduced Civilization (dalam bahasa Inggris). New York: Grove Press. hlm. 33. ISBN 978-0-8021-9848-8. 
  5. ^ Ernst, A. (1889). "On the Etymology of the Word Tobacco.*". American Anthropologist (dalam bahasa Inggris). A2 (2): 133–142. doi:10.1525/aa.1889.2.2.02a00020. ISSN 1548-1433. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-03-08. Diakses tanggal 2021-09-01. 
  6. ^ Hilton, Ronald (3 April 2011). "Christopher Columbus discovers Cuba 11.04.03". stanford.edu. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 Juni 2013. Diakses tanggal 2 September 2021. 
  7. ^ Billings 1875, hlm. 1.
  8. ^ "Tobacco". www.fao.org. Diakses tanggal 2 September 2021. 
  9. ^ Billings 1875, hlm. 21-22.
  10. ^ a b Billings 1875, hlm. 23.
  11. ^ "Morphology of the crop plant". https://ctri.icar.gov.in/. Diakses tanggal 25 September 2021.  Hapus pranala luar di parameter |website= (bantuan)
  12. ^ Billings 1875, hlm. 24.
  13. ^ Singhavi, Hitesh; Ahluwalia, Jasjit S.; Stepanov, Irina; Gupta, Prakash C.; Gota, Vikram; Chaturvedi, Pankaj; Khariwala, Samir S. (2018). "Tobacco carcinogen research to aid understanding of cancer risk and influence policy". Laryngoscope Investigative Otolaryngology (dalam bahasa Inggris). 3 (5): 372–376. doi:10.1002/lio2.204. ISSN 2378-8038. PMC 6209619alt=Dapat diakses gratis. PMID 30450409. 
  14. ^ Mishra, Shanu; Mishra, Shanu; Mishra, M. B.; Mishra, M. B.; Mishra, Shanu; Mishra, Shanu; Mishra, M. B.; Mishra, M. B. (2013). "Tobacco: Its historical, cultural, oral, and periodontal health association". Journal of International Society of Preventive and Community Dentistry (dalam bahasa Inggris). 3 (1): 12. doi:10.4103/2231-0762.115708. ISSN 2231-0762. PMC 3894096alt=Dapat diakses gratis. PMID 24478974. 
  15. ^ Thompson, John Eric Sidney (1990). Maya History and Religion (dalam bahasa Inggris). University of Oklahoma Press. hlm. 108. ISBN 978-0-8061-2247-2. 
  16. ^ Heckewelder, John Gottlieb Ernestus (1876). History, Manners, and Customs of the Indian Nations: Who Once Inhabited Pennsylvania and the Neighboring States (dalam bahasa Inggris). Philadhelpia: Historical Society of Pennsylvania. hlm. 110, 149. 
  17. ^ Rahman, Quazi Audry Arafat; Razzak, Md Abdur; Mumu, Mushfika Haque; Wahab, Md Abdul (2019). "Tobacco Uses: A Great Health Hazard". Journal of Armed Forces Medical College, Bangladesh (dalam bahasa Inggris). 15 (1): 102–106. doi:10.3329/jafmc.v15i1.48657. ISSN 1992-5743. 
  18. ^ Balls, Edward K (1962). "Early Uses of Indian Tobacco in California". academic.udayton.edu. Diakses tanggal 29 September 2021. 
  19. ^ a b Robicsek, Francis (2004). "Ritual smoking in Central America". Dalam Gilman, Sander L.; Zhou, Xun. Smoke: A Global History of Smoking (dalam bahasa Inggris). Reaktion Books. hlm. 30. ISBN 978-1-86189-200-3. 
  20. ^ Burns 2007, hlm. 15-16.
  21. ^ "Tobacco: The Early History of a New World Crop - Historic Jamestowne Part of Colonial National Historical Park (U.S. National Park Service)". www.nps.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 28 September 2021. 
  22. ^ Randall, Vernellia R. (1999). "Tobacco TimeLine". academic.udayton.edu. Diakses tanggal 28 September 2021. 
  23. ^ Burns 2007, hlm. 17-18.
  24. ^ Haustein, K.-O.; Groneberg, David (2010). Tobacco or health? (edisi ke-2). Heidelberg: Springer Verlag. hlm. 3. ISBN 978-3-540-87577-2. OCLC 663094144. 
  25. ^ Pané, Ramón; Arrom, José Juan (1999). An account of the antiquities of the Indians: chronicles of the New World encounter. Latin America in translation/en traducción/en tradução. Durham: Duke University Press. hlm. Ringkasan. ISBN 978-0-8223-2325-9. 
  26. ^ a b Stewart, Grace G. (1967). "A history of the medicinal use of tobacco 1492-1860*". Medical History (dalam bahasa Inggris). 11 (3): 228–268. doi:10.1017/S0025727300012333. ISSN 2048-8343. PMC 1033728alt=Dapat diakses gratis. PMID 4864420. 
  27. ^ Burns 2007, hlm. 110.
  28. ^ Keoke, Emory Dean; Porterfield, Kay Marie (2009). Encyclopedia of American Indian Contributions to the World: 15,000 Years of Inventions and Innovations (dalam bahasa Inggris). New York: Infobase Publishing. hlm. 59–60. ISBN 978-1-4381-0990-9. 
  29. ^ Russell, Andrew (2019). Anthropology of Tobacco: Ethnographic Adventures in Non-Human Worlds (PDF) (dalam bahasa Inggris). New York: Routledge. hlm. 46. ISBN 978-1-351-05017-3. 
  30. ^ Mackay, Judith; Eriksen, Michael (2002). The Tobacco Atlas (dalam bahasa Inggris). Brighton: World Health Organization. hlm. 19. ISBN 978-92-4-156209-6. 
  31. ^ "Smoking and chewing products &discussion". faculty.ucr.edu. Diakses tanggal 2 September 2021. 
  32. ^ Benowitz, Neal L. (2010). "Nicotine addiction". The New England Journal of Medicine. 362 (24): 2295–2303. doi:10.1056/NEJMra0809890. ISSN 1533-4406. PMC 2928221alt=Dapat diakses gratis. PMID 20554984. 
  33. ^ Choi, Damee; Ota, Shotaro; Watanuki, Shigeki (2015). "Does cigarette smoking relieve stress? Evidence from the event-related potential (ERP)". International Journal of Psychophysiology: Official Journal of the International Organization of Psychophysiology. 98 (3 Pt 1): 470–476. doi:10.1016/j.ijpsycho.2015.10.005. ISSN 1872-7697. PMID 26497442. 
  34. ^ Gehricke, Jean-G; Potkin, Steven G.; Leslie, Frances M.; Loughlin, Sandra E.; Whalen, Carol K.; Jamner, Larry D.; Mbogori, James; Fallon, James H. (2009-04-24). "Nicotine-induced brain metabolism associated with anger provocation". Behavioral and Brain Functions. 5 (1): 19. doi:10.1186/1744-9081-5-19. ISSN 1744-9081. PMC 2680866alt=Dapat diakses gratis. PMID 19393039. 
  35. ^ Timon Screech, "Tobacco in Edo Period Japan" in Smoke, pp. 92-99
  36. ^ Dampak kesehatan dari tembakau
  37. ^ The First Nonsmoking Nation, Slate.com
  38. ^ "Guindon & Boisclair" 2004, pp. 13-16.
  39. ^ Women and the Tobacco Epidemic: Challenges for the 21st Century 2001, pp.5-6.
  40. ^ Surgeon General's Report — Women and Smoking 2001, p.47.
  41. ^ "WHO/WPRO-Tobacco". World Health Organization Regional Office for the Western Pacific. 2005. Diakses tanggal 2009-01-01. 
  42. ^ The Global Burden of Disease 2004 Update 2008, p.23.
  43. ^ World Health Organization (2008). WHO Report on the Global Tobacco Epidemic 2008: The MPOWER Package (PDF). Geneva: World Health Organization. ISBN 92-4-159628-7. 
  44. ^ "WHO global burden of disease report 2008" (PDF). Diakses tanggal 2013-10-03. 
  45. ^ "WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2008" (PDF). Diakses tanggal 2013-10-03. 
  46. ^ "Nicotine: A Powerful Addiction." Centers for Disease Control and Prevention.
  47. ^ Secondhand Smoke Diarsipkan 2014-09-20 di Wayback Machine. by BeTobaccoFree.gov
  48. ^ "Cigarette Smoking Among Adults - United States, 2006". Cdc.gov. Diakses tanggal 2013-10-03. 
  49. ^ "WHO/WPRO-Smoking Statistics". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-07-02. Diakses tanggal 2005-07-02. 
  50. ^ Drope J, Schluger N, Cahn Z, Drope J, Hamill S, Islami F, Liber A, Nargis N, Stoklosa M. 2018. The Tobacco Atlas. Atlanta: American Cancer Society and Vital Strategies.
  51. ^ Robert N. Proctor The history of the discovery of the cigarette-lung cancer link: evidentiary traditions, corporate denial, global toll, Tobacco Control, Tobacco Control 2012;21:87e91. doi:10.1136/tobaccocontrol-2011-050338
  52. ^ Abrams, D.B., Glasser, A.M., Pearson, J.L., Villanti, A.C., Collins, L.K., & Niaura, R.S. (2018). Harm minimization and tobacco control: Reframing societal views of nicotine use to rapidly save lives. Annual Review of Public Health, 39(14), 1-21
  53. ^ 20. Pengurangan Risiko dan Pengendalian Tembakau: Mengubah Pandangan Masyarakat tentang Nikotin untuk Menyelamatkan Nyawa lebih Cepat. (2019). Retrieved from https://koalisibebastar.com/article/2019/02/09/pengurangan-risiko-dan-pengendalian-tembakau-mengubah-pandangan-masyarakat-tentang-nikotin-untuk-menyelamatkan-nyawa-lebih-cepat/145[pranala nonaktif permanen]
  54. ^ DAFF.2015.Production Guideline Tobacco.[Online]. https://www.daff.gov.za/Daffweb3/Portals/0/Brochures%20and%20Production%20guidelines/tobacco%20production%20guideline%20publication.pdf diakses pada 5/4/2019
  55. ^ a b Tso, T.C. 1990. Production, Physiology, and Biochemistry of Tobacco Plant. Beltsville, Maryland, USA: IDEALS, Inc
  56. ^ a b Nurhidayati, Sulis Nur.Spuriyadi.2019.Budidaya Tembakau Madura. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat
  57. ^ Rahman, A. dan Suwarso. 2003. “Studi Populasi pada Tembakau Madura dengan Cara Panen Satu Kali”. dalam Jurnal Littri 9(3): 98-103. September 2003
  58. ^ Karaivazoglou, N.A., D.K. Papakosta, and S. Divanidis. 2005. Effect of Chloride in Irrigation Water and Form of Nitrogen Fertilizer on Virginia (Flue-Cured) Tobacco. dalam Field Crops Research, 92(2005):61–74
  59. ^ SeparationsNow.2019.Tobacco Metabolomics by LC/MS: Geographical variations in leafy components.[Online]. https://www.separationsnow.com/details/ezine/sepspec24698ezine/Tobacco-metabolomics-by-LCMS-Geographical-variations-in-leafy-components.html?tzcheck=1,1,1,1,1&&tzcheck=1 diakses pada 5/4/2019


Daftar pustaka[sunting | sunting sumber]

Bahan bacaan terkait[sunting | sunting sumber]

  • "WHO REPORT on the global TOBACCO epidemic" (PDF). World Health Organization. 2008. Diakses tanggal 2008-01-01. 
  • "The Global Burden of Disease 2004 Update" (PDF). World Health Organization. 2008. Diakses tanggal 2008-01-01. 
  • G. Emmanuel Guindon, David Boisclair (2003). "Past, current and future trends in tobacco use" (PDF). Washington DC: The International Bank for Reconstruction and Development / The World Bank. Diakses tanggal 2008-01-02. 
  • The World Health Organization, and the Institute for Global Tobacco Control, Johns Hopkins School of Public Health (2001). "Women and the Tobacco Epidemic: Challenges for the 21st Century" (PDF). World Health Organization. Diakses tanggal 2009-01-02. 
  • "Surgeon General's Report — Women and Smoking". Centers for Disease Control and Prevention. 2001. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-04. Diakses tanggal 2009-01-03. 
  • Richard Peto, Alan D Lopez, Jillian Boreham, and Michael Thun (2006). "Mortality from Smoking in Developed Countries 1950-2000: indirect estimates from national vital statistics" (PDF). New York, NY: Oxford University Press. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2005-02-24. Diakses tanggal 2009-01-03. 
  • Gilman, Sander L.; Zhou, Xun (2004). Smoke: A Global History of Smoking. Reaktion Books. ISBN 978-1-86189-200-3. Diakses tanggal 2009-01-01. 
  • "Cancer Facts and Figures 2004: Basic Cancer Facts". American Cancer Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-12. Diakses tanggal 2009-01-21. 
  • Environmental and Heritable Factors in the Causation of Cancer — Analyses of Cohorts of Twins from Sweden, Denmark, and Finland. 343. New England Journal of Medicine. 2000. Diakses tanggal 2009-01-21. 
  • Montesano, R., and Hall, J. (2001). "Environmental causes of human cancers". European Journal of Cancer. Diakses tanggal 2009-01-21. 
  • Janet E. Ash, Maryadele J. O'Neil, Ann Smith, Joanne F. Kinneary (1997) [1996]. The Merck Index (edisi ke-12). Merk and Co. ISBN 0-412-75940-3. 
  • Benedict, Carol. Golden-Silk Smoke: A History of Tobacco in China, 1550-2010 (2011)
  • Breen, T. H. (1985). Tobacco Culture. Princeton University Press. ISBN 0-691-00596-6. Source on tobacco culture in 18th-century Virginia pp. 46–55
  • Burns, Eric. The Smoke of the Gods: A Social History of Tobacco. Philadelphia: Temple University Press, 2007.
  • W.K. Collins and S.N. Hawks. "Principles of Flue-Cured Tobacco Production" 1st Edition, 1993
  • Fuller, R. Reese (Spring 2003). Perique, the Native Crop. Louisiana Life.
  • Gately, Iain. Tobacco: A Cultural History of How an Exotic Plant Seduced Civilization. Grove Press, 2003. ISBN 0-8021-3960-4.
  • Graves, John. "Tobacco that is not Smoked" in From a Limestone Ledge (the sections on snuff and chewing tobacco) ISBN 0-394-51238-3
  • Grehan, James. Smoking and "Early Modern" Sociability: The Great Tobacco Debate in the Ottoman Middle East (Seventeenth to Eighteenth Centuries). The American Historical Review, Vol. III, Issue 5. 2006. 22 March 2008 online
  • Hahn, Barbara. Making Tobacco Bright: Creating an American Commodity, 1617-1937 (Johns Hopkins University Press; 2011) 248 pages; examines how marketing, technology, and demand figured in the rise of Bright Flue-Cured Tobacco, a variety first grown in the inland Piedmont region of the Virginia-North Carolina border.
  • Killebrew, J. B. and Myrick, Herbert (1909). Tobacco Leaf: Its Culture and Cure, Marketing and Manufacture. Orange Judd Company. Source for flea beetle typology (p. 243)
  • Murphey, Rhoads. Studies on Ottoman Society and Culture: 16th-18th Centuries. Burlington, VT: Ashgate: Variorum, 2007 ISBN 978-0-7546-5931-0 ISBN 0-7546-5931-3
  • Price, Jacob M. “Tobacco Use and Tobacco Taxation: A battle of Interests in Early Modern Europe”. Consuming Habits: Drugs in History and Anthropology. Jordan Goodman, et al. New York: Routledge, 1995 166-169 ISBN 0-415-09039-3
  • Poche, L. Aristee (2002). Perique tobacco: Mystery and history.
  • Tilley, Nannie May The Bright Tobacco Industry 1860–1929 ISBN 0-405-04728-2. Source on flea beetle prevention (pp. 39–43), and history of flue-cured tobacco
  • Rivenson A., Hoffmann D., Propokczyk B. et al. Induction of lung and pancreas exocrine tumors in F344 rats by tobacco-specific and areca-derived N-nitrosamines. Diarsipkan 2009-06-05 di Wayback Machine. Cancer Res (48) 6912–6917, 1988. (link to abstract; free full text pdf available)
  • Schoolcraft, Henry R. Historical and Statistical Information respecting the Indian Tribes of the United States (Philadelphia, 1851–57)
  • Shechter, Relli. Smoking, Culture and Economy in the Middle East: The Egyptian Tobacco Market 1850–2000. New York: I.B. Tauris & Co. Ltd., 2006 ISBN 1-84511-137-0

Pranala luar[sunting | sunting sumber]