Titrimetri

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Maret 2021 01.13 oleh InternetArchiveBot (bicara | kontrib) (Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8)
Titrasi Winkler untuk menentukan konsentrasi oksigen terlarut dalam sampel air. Oksigen terlarut dikonversi menjadi sejumlah ekivalen iodium, yang kemudian dititrasi menggunakan tiosulfat dengan indikator amilum. Warna biru dalam labu akan hilang ketika semua iodium sudah berubah menjadi iodida.

Titrimetri, dikenal juga sebagai titrasi,[1] adalah metode analisis kimia kuantitatif yang umum digunakan untuk menentukan konsentrasi dari suatu analit yang telah diketahui. Oleh karena pengukuran volume memainkan peran kunci dalam titrasi, metode ini dikenal juga dengan analisis volumetri. Pereaksi, disebut juga sebagai titer atau titrator[2] adalah larutan standar yang telah dipersiapkan. Titer dengan konsentrasi dan volume yang telah diketahui bereaksi dengan larutan analit atau titran[3] untuk menentukan konsentrasinya. Volume titer yang bereaksi disebut volume titrasi.

Sejarah dan etimologi

Sebutan "titrasi" berasal dari bahasa Latin titulus, yang berarti prasasti atau gelar. Istilah Prancis titre, berarti rangking atau peringkat.

Analisis volumetri pertama kali ditemukan pada akhir abad ke-18 di Prancis. François-Antoine-Henri Descroizilles mengembangkan buret pertama (yang mirip dengan gelas ukur) pada tahun 1791.[4] Joseph Louis Gay-Lussac mengembangkan versi perbaikan buret dengan menambahkan lengan samping, dan memberikan nama "pipet" dan "buret" dalam makalah tahun 1824 pada standardisasi larutan indigo. Terobosan penting dalam metodologi dan popularisasi analisis volumetri dilakukan oleh Karl Friedrich Mohr, yang merancang ulang buret dengan memasang klem dan tip pada bagian bawah, dan menulis buku teks pertamanya dengan judul, Lehrbuch der chemisch-analytischen Titrirmethode (Buku teks metode titrasi kimia analitik), dipublikasikan tahun 1855.[5]

Prosedur

Analisis sampel tanah menggunakan titrasi

Titrasi dimulai dengan gelas piala (beaker) atau labu Erlenmeyer yang berisi analit dengan volume yang sangat tepat dan sejumlah kecil indikator (misalnya: fenolftalein) yang diletakkan di bawah buret atau pipet semprit kimia yang berisi titer dan telah dikalibrasi. Sejumlah kecil titer kemudian ditambahkan ke dalam analit dan indikator hingga indikator berubah warna karena bereaksi dengan kelebihan titer, menunjukkan titrasi telah mencapai titik akhir. Bergantung pada titik akhir yang diinginkan, setetes titer atau kurang dapat membuat perbedaan permanen atau temporer dari indikator. Ketika titik akhir reaksi dicapai, volume reaktan yang dikonsumsi diukur dan digunakan untuk menghitung konsentrasi analit dengan persamaan:

di mana Ca adalah konsentrasi analit, biasanya dalam molaritas; Ct adalah konsentrasi titer, biasanya dalam molaritas; Vt adalah volume titer yang digunakan, biasanya dalam liter; M adalah rasio mol analit dan pereaksi dari persamaan kesetimbangan kimia; dan Va adalah volume analit yang digunakan, biasanya dalam liter.[6]

Teknik preparasi

Umumnya titrasi memerlukan titer dan analit dalam bentuk cairan (larutan). Meskipun padatan biasanya dilarutkan terlebih dahulu dalam larutan air, beberapa pelarut seperti asam asetat glasial atau etanol digunakan untuk kepentingan khusus (seperti dalam petrokimia).[7] Analit pekat sering kali diencerkan untuk meningkatkan akurasi.

Kebanyakan titrasi non asam-basa memerlukan pH yang konstan selama reaksi. Oleh karena itu, larutan dapar dapat ditambahkan ke dalam bejana titrasi untuk mempertahankan pH.[8]

Jika dua pereaksi dalam satu sampel dapat bereaksi dengan titer dan hanya satu analit yang dikehendaki, larutan penopeng (masking agent) dapat ditambahkan ke dalam bejana reaksi untuk menopengi ion yang tidak diinginkan.[9]

Beberapa reaksi redoks memerlukan pemanasan larutan sampel dan titrasi dilakukan selama masih panas untuk menaikkan laju reaksi. Sebagai contoh, oksidasi beberapa larutan oksalalt memerlukan pemanasan hingga 60 °C (140 °F) untuk menjaga agar laju reaksi tetap.[10]

Kurva titrasi

Kurva titrasi asam diprotik yang dititrasi dengan basa kuat. Tampak bahwa asam oksalat dititrasi dengan natrium hidroksida. Kedua titik ekivalen terlihat jelas.

Kurva titrasi adalah kurva planar dengan sumbu x adalah volume titer yang ditambahkan sejak awal titrasi, sementara sumbu y adalah konsentrasi analit pada setiap tahapan titrasi (dalam titrasi asam-basa, sumbu y biasanya adalah pH larutan).[11]

Dalam titrasi asam-basa, kurva titrasi merefleksikan kekuatan asam dan basa terkait. Untuk asam kuat dan basa kuat, kurva relatif halus dan sangat tajam di sekitar titik ekivalen. Oleh karena itu, sejumlah kecil volume titer di sekitar titik ekivalen menghasilkan perubahan pH yang besar dan banyak indikator yang mampu mendeteksinya (misalnya: lakmus, fenolftalein, atau bromotimol biru).

Jika salah satu pereaksinya adalah asam atau basa lemah dan lainnya adalah basa atau asam kuat, kurva titrasi tidak wajar dan pH hanya bergeser sedikit dengan penambahan sedikit titer di sekitar titik ekivalen. Sebagai contoh, kurva titrasi untuk titrasi antara asam oksalat (asam lemah) dan natrium hidroksida (basa kuat) seperti tampak pada gambar. Titik ekivalen terjadi pada pH antara 8-10, menunjukkan larutan bersifat basa pada titik ekivalen dan indikator yang sesuai adalah fenolftalein. Kurva titrasi untuk basa lemah dan asam kuat mempunyai gambaran yang asma, dengan larutan sedikit asam pada titik ekivalen dan indikator yang sesuai adalah metil jingga dan bromotimol biru.

Titrasi antara asam lemah dan basa lemah mempunyai kurva titrasi yang sangat tidak wajar. Oleh karena itu, tidak ada indikator yang pasti cocok dan sering kali digunakan pH meter untuk memonitor reaksi.[12]

Fungsi yang sesuai untuk menjelaskan kurva titrasi disebut fungsi sigmoid.

Jenis-jenis titrasi

Terdapat berbagai macam titrasi dengan prosedur dan tujuan yang berbeda. Jenis paling umum titrasi kualitatif adalah titrasi asam-basa dan titrasi redoks.

Titrasi asam–basa

Metil jingga
Indikator Warna pada suasana asam Rentang perubahan warna Warna pada suasana basa
Metil ungu Kuning 0.0–1.6 Ungu
Bromofenol biru Kuning 3.0–4.6 Biru
Metil jingga Merah 3.1–4.4 Kuning
Metil merah Merah 4.4–6.3 Kuning
Lakmus Merah 5.0–8.0 Biru
Bromotimol biru Kuning 6.0–7.6 Biru
Fenolftalein Tak berwarna 8.3–10.0 Merah jambu
Alizarin kuning Kuning 10.1–12.0 Merah

Titrasi asam-basa bergantung pada netralisasi antara asam dan basa ketika dicampur dalam larutan. Selain sampel, indikator pH yang sesuai ditambahkan ke dalam bejana titrasi, merefleksikan rentang pH pada titik ekivalen. Indikator asam-basa menunjukkan titik akhir titrasi dengan perubahan warna. Titik akhir dan titik ekivalen tidak persis sama, karena titik ekivalen ditentukan secara stoikiometri reaksi sementara titik akhir hanyalah perubahan warna indikator. Oleh karena itu, kehati-hatian dalam pemilihan indikator akan mengurangi kesalahan indikator. Sebagai contoh, jika titik ekivalen berada pada pH 8,4, maka indikator fenolftalein yang digunakan, bukan alizarin kuning karena fenolftalein akan mengurangi kesalahan indikator. Indikator-indikator umum, warnanya dan rentang pH perubahan warna disajikan dalam tabel di atas.[13] Jika diperlukan hasil yang lebih presisi, atau pereaksi adalah asam lemah dan basa lemah, dapat digunakan pH meter atau konduktometer.

Basa yang sangat kuat, misalnya pereaksi organolitium, logam amida, dan hidrida, air biasanya bukan pelarut yang cocok dan indikator dengan pKa pada rentang perubahan pH air jarang digunakan. Untuk kasus ini biasanya titer dan indikator yang digunakan adalah asam yang sangat lemah, dan digunakan pelarut anhidrat seperti THF.[14][15]

Titrasi redoks

Titrasi redoks berdasarkan reaksi reduksi-oksidasi antara oksidator dan reduktor. Suatu potensiometer atau indikator redoks biasanya digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi, misalnya ketika salah satu konstituennya adalah kalium dikromat. Perubahan warna larutan dari jingga ke hijau tidak jelas, oleh karenanya perlu digunakan suatu indikator seperti natrium difenilamina.[16] Analisis belerang dioksida dalam wine memerlukan iodium sebagai oksidator. Dalam kasus ini, amilum digunakan sebagai indikator; kompleks iodium-amilum berwarna biru terbentuk dengan adanya kelebihan iodium, menunjukkan titik akhir titrasi.[17]

Beberapa titrasi redoks tidak memerlukan indikator, karena warna konstituennya cukup tajam. Misalnya, dalam permanganometri warna merah jambu yang sangat tipis menandakan titik akhir titrasi karena warna dari kelebihan oksidator kalium permanganat.[18] Dalam iodometri, pada konsentrasi yang cukup besar, pudarnya warna merah-coklat ion triiodida dapat digunakan sebagai petunjuk titik akhir, meskipun pada konsentrasi yang lebih rendah sensitivitasnya perlu ditingkatkan dengan penambahan indikator amilum, yang membentuk kompleks biru tajam dengan triiodida.

Warna titrasi iodometri suatu campuran sebelum (kiri) dan setelah (kanan) titik akhir titrasi.

Titrasi fasa gas

Titrasi fasa gas adalah titrasi yang dilakukan dalam fasa gas, terutama sebagai metode penentuan spesies reaktif melalui reaksi dengan kelebihan beberapa gas, yang bertindak sebagai titer. Salah satu titrasi fasa gas yang umum, gas ozon dititrasi dengan nitrogen oksida sesuai reaksi berikut

O3 + NO → O2 + NO2.[19][20]

Setelah reaksi sempurna, kelebihan titer yang tersisa dan produk dikuantifikasi (misal: dengan FT-IR); ini digunakan untuk menentukan jumlah analit dalam sampel aslinya.

Titrasi fasa gas mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan spektrofotometri sederhana. Pertama, pengukuran tidak bergantung pada panjang gelombang, karena panjang gelombang yang sama digunakan untuk mengukur kelebihan titer dan produk sekaligus. Kedua, pengukuran tidak bergantung pada perubahan linear absorbansi sebagai fungsi konsentrasi analit seperti didefinisikan dalam hukum Beer-Lambert. Ketiga, berguna untuk sampel yang mengandung spesies-spesies yang saling menginterfensi panjang gelombang analit.[21]

Titrasi kompleksometri

Titrasi kompleksometri berdasarkan pada pembentukan kompleks antara analit dan titer. Secara umum, mereka memerlukan indikator kompleksometri khusus yang membentuk kompleks lemah dengan analit. Contoh paling umum adalah penggunaan indikator amilum untuk meningkatkan sensitivitas titrasi iodometri. Kompleks biru gelam amilum-iodium dan iodida menjadi lebih jelas daripada iodium saja. Indikator kompleksometri lainnya adalah Eriochrome Black T untuk titrasi ion kalsium dan magnesium, dan senyawa pengkhelat EDTA digunakan untuk mentitrasi ion logam dalam larutan.[22]

Titrasi potensial zeta

Titrasi potensial zeta adalah titrasi yang titik akhirnya dimonitor menggunakan potensial zeta, bukan menggunakan indikator, untuk menentukan karakteristik sistem heterogen, seperti koloid.[23] Salah satu penggunaannya adalah untuk menentukan titik isoelektrik ketika muatan permukaan menjadi nol, yang diperoleh dengan mengubah pH atau penambahan surfaktan. Penggunaan lainnya adalah penentuan dosis optimum untuk flokulasi atau stabilisasi.[24]

Asai

Asai adalah suatu bentuk titrasi biologi yang digunakan untuk menentukan konsentrasi virus atau bakteri. Sederet pengenceran dilakukan terhadap sampel dalam rasio tetap (misalnya: 1:1, 1:2, 1:4, 1:8, dst.) sampai pengenceran terakhir tidak memberikan hasil positif adanya virus. Nilai positif atau negatif dapat ditentukan dengan cara pemeriksaan visual sel yang terinfeksi di bawah mikroskop atau menggunakan metode imunoenzimetri seperti enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Nilai ini dikenal sebagai titer.[25]

Menentukan titik akhir titrasi

Beberapa metode penentuan titik akhir titrasi antara lain:[26]

  • Indikator: Suatu senyawa yang berubah warna sesuai dengan perubahan kimia. Suatu indikator asam-basa (misal: fenolftalein) berubah warna sesuai pH. Indikator redoks juga bisa digunakan . Setetes larutan indikator ditambahkan sejak awal titrasi; titik akhir titrasi tercapai ketika terjadi perubahan warna.
  • Potensiometer: Suatu instrumen yang mengukur potensial elektrode suatu larutan. Ini digunakan untuk titrasi redoks; potensial elektrode kerja akan tiba-tiba berubah saat titik akhir titrasi tercapai.
pH meter elementer yang dapat digunakan untuk memonitor reaksi titrasi
  • pH meter: Sebuah potensiometer dengan elektrode yang potensialnya bergantung pada jumlah ion H+ dalam larutan. (Ini merupakan contoh elektrode ion-selektif.) pH Larutan diukur selama titrasi, lebih akurat daripada indikator; pada titik akhir titrasi akan terjadi perubahan mendadak pH terbaca.
  • Konduktivitas: Suatu pengukuran ion dalam larutan. Konsentrasi ion dapat berubah secara signifikan dalam suatu titrasi, yang akan mengubah konduktivitas. (Misalnya, selama titrasi asam-basa, ion H+ dan OH bereaksi membentuk H2O yang netral.) Oleh karena total konduktansi bergantung pada keberadaan seluruh ion dalam larutan dan tidak seluruh ion memiliki kontribusi yang seimbang (tergantung pada mobilitas dan kekuatan ion), memperkirakan perubahan konduktivitas lebih sulit daripada mengukurnya.
  • Perubahan warna: Dalam beberapa reaksi, larutan berubah warna tanpa penambahan indikator. Hal ini sering dijumpai dalam titrasi redoks ketika tingkat oksidasi yang berbeda dari suatu produk dan pereaksi menghasilkan warna yang berbeda.
  • Pengendapan (presipitasi): JIka suatu reaksi menghasilkan padatan, akan terbentuk endapan selama titrasi. Contoh klasik adalah reaksi antara Ag+ dan Cl membentuk garam AgCl yang tidak larut pada titrasi argentometri. Keruhnya endapan biasanya mempersulit penentuan titik akhir titrasi secara tepat. Untuk menanggulanginya, titrasi presipitasi sering kali diimbangi dengan titrasi "balik" (lihat di bawah).
  • Titrasi kalorimeter isotermal: Suatu instrumen yang mengukur panas yang dikeluarkan atau diserap oleh reaksi untuk menentukan titik akhir titrasi. Ini digunakan dalam titrasi biokimia, seperti penentuan bagaimana substrat mengikat enzim.
  • Titrimetri termometri: Dibedakan dari titrimetri kalorimetri karena panas reaksi (ditandai dengan peningkatan atau penurunan temperatur) tidak digunakan untuk menentukan jumlah analit dalam larutan sampel. Tetapi, titik akhir titrasi ditentukan oleh laju perubahan temperatur.
  • Spektroskopi: Digunakan untuk mengukur absorpsi cahaya oleh larutan selama titrasi jika spektrum pereaksi, titran atau produk diketahui. Konsentrasi bahan dapat ditentukan menggunakan Hukum Beer.
  • Amperometri: Pengukuran arus yang dihasilkan oleh reaksi titrasi sebagai hasil dari oksidasi atau reduksi analit. Titik akhir titrasi dideteksi sebagai perubahan arus. Metode ini sangat berguna ketika kelebihan pentiter dapat direduksi, seperti dalam titrasi halida dengan Ag+.

Titik akhir dan titik ekivalen titrasi

Meskipun titik ekivalen dan titik akhir titrasi sering dimaknai sama, sebetulnya keduanya memiliki perbedaan. Titik ekivalen adalah penyelesaian reaksi secara teoretis: volume pentiter yang ditambahkan pada saat jumlah mol pentiter sama dengan jumlah mol analit. Titik akhir titrasi adalah titik yang secara nyata teramati, perubahan fisika dalam larutan yang ditentukan oleh suatu indikator atau instrumen yang dinyatakan di atas.[27]

Terdapat sedikit perbedaan antara titik akhir titrasi dan titik ekivalen titrasi. Kesalahan ini merujuk pada kesalahan indikator, dan itu merupakan kesalahan taktentu.[28]

Titrasi balik

Titrasi balik adalah titrasi yang dilakukan secara terbalik; bukannya mentitrasi sampel aslinya, tetapi sejumlah pereaksi standar ditambahkan berlebih secara kuantitatif ke dalam sampel, dan kelebihannya dititrasi. Titrasi balik berguna jika titik akhir titrasi balik lebih mudah diidentifikasi daripada titik akhir titrasi normal, seperti pada kasus reaksi presipitasi. Titrasi balik juga berguna jika reaksi antara analit dan pentiter berlangsung lambat, atau jika analit berupa padatan tak larut.[29]

Metode grafik

Proses titrasi membuat larutan dengan rentang komposisi dari asam murni hingga basa murni. Identifikai pH yang berkaitan dengan setiap tahapan titrasi relatif sederhana untuk asam dan basa monoprotik. Adanya lebih dari satu gugus asam atau basa memperumit perhitungan ini. Metode grafik,[30] seperti ekuiligraf,[31] telah lama digunakan untuk menghitung interaksi kesetimbangan pasangan. Metode pemecahan grafik ini mudah diterapkan, meskipun jarang digunakan.

Penggunaan khusus

Titrasi didemonstrasikan di hadapan murid SMA.

Contoh titrasi khusus antara lain:

Titrasi asam-basa
  • Dalam biodiesel: Limbah minyak sayur (En: Waste vegetable oil, WVO) harus dinetralkan sebelum suatu tumpak diproses lebih lanjut. Sejumlah WVO dititrasi dengan basa untuk menentukan keasamannya, sehingga tumpak berikutnya dapat dinetralkan dengan tepat. Ini menghilangkan asam lemak bebas dari WVO yang secara normal akan bereaksi membentuk sabun, bukan biodiesel.[32]
  • Metode Kjeldahl: Penentuan kadar nitrogen dalam sampel. Nitrogen organik didestruksi menjadi amonia dengan asam sulfat dan kalium sulfat. Akhirnya amonia dititrasi balik dengan asam borat dan kemudian dengan natrium karbonat.[33]
  • Nilai asam: Massa, dalam miligram, kalium hidroksida (KOH) yang diperlukan untuk mentitrasi lengkap suatu asam dalam satu gram sampel. Contohnya penentuan kandungan asam lemak bebas.
  • Nilai saponifikasi: Massa, dalam miligram, KOH yang dibutuhkan untuk mensaponifikasi asam lemak dalam satu gram sampel. Saponifikasi digunakan untuk menentukan panjang rata-rata rantai asam lemak dalam lemak.
  • Nilai ester (atau indeks ester): Suatu indeks perhitungan. Nilai ester = nilai saponifikasi – nilai asam.
  • Nilai amina: Massa, dalam miligram, KOH yang setara dengan kandungan amina dalam satu gram sampel.
  • Nilai hidroksil: Massa, dalam miligram, KOH mewakili gugus hidroksil dalam satu gram sampel. Analit diasetilasi menggunakan anhidrida asetat kemudian dititrasi dengan KOH.
Titrasi redoks
  • Uji Winkler untuk oksigen terlarut: Digunakan untuk menentukan konsentrasi oksigen dalam air. Oksigen dalam sampel air direduksi menggunakan mangan(II) sulfat, yang bereaksi dengan kalium iodida menghasilkan iodium. Iodium yang dibebaskan proporsional terhadap oksigen dalam sampel, oleh karenanya konsentrasi oksigen ditentukan dengan titrasi redoks iodium dengan tiosulfat menggunakan indikator amilum.[34]
  • Vitamin C: Dikenal juga sebagai asam askorbat, Vitamin C merupakan reduktor kuat. Konsentrasinya dapat diidentifikasi dengan mudah ketika dititrasi dengan pewarna biru diklorofenolindofenol (DCPIP) yang berbah menjadi tak berwarna ketika direduksi oleh vitamin.[35]
  • Pereaksi Benedict: Kelebihan glukosa dalam urin menandakan diabetes. Metode Benedict adalah metode konvensional untuk mengukur kadar glukosa dalam urin menggunakan pereaksi yang telah dipersiapkan. Dalam titrasi ini, glukosa mereduksi ion kupri menjadi kupro ketika bereaksi dengan kalium tiosianat menghasilkan endapan putih, yang menandakan titik akhir titrasi.[36]
  • Nilai bromin: Suatu ukuran ketakjenuhan dalam analit, dinyatakan dalam miligram bromin yang diabsorpsi oleh 100 gram sampel.
  • Nilai iodium: Suatu ukuran ketakjenuhan dalam analit, dinyatakan dalam gram iodium yang diabsorpsi oleh 100 gram sampel.
Lain-lain
  • Titrasi Karl Fischer: Suatu metode potensiometri untuk menganalisis air renik dalam suatu senyawa. Sampel dilarutkan dalam metanol, dan dititrasi dengan pereaksi Karl Fischer. Pereaksi KF mengandung iodium, yang bereaksi secara proporsional dengan air. Oleh karena itu, kadar air dapat ditentukan dengan memonitor potensial kelebihan iodium.[37]

Lihat juga

Referensi

  1. ^ Whitney, W.D.; B.E. Smith (1911). "titrimetry". The Century Dictionary and Cyclopedia. The Century co. p. 6504.
  2. ^ Compendium for Basal Practice in Biochemistry. Aarhus University. 2008.
  3. ^ "titrand". Science & Technology Dictionary. McGraw-Hill. Retrieved 30 September 2011.
  4. ^ Szabadváry, F. (1993). History of Analytical Chemistry. Taylor & Francis. pp. 208–209.ISBN 2-88124-569-2.
  5. ^ Rosenfeld, L. (1999). Four Centuries of Clinical Chemistry. CRC Press. pp. 72–75.ISBN 90-5699-645-2.
  6. ^ Harris, D.C. (2007). Quantitative Chemical Analysis (7ed.). W. H. Freeman and Company. p. 12. ISBN 9780716770411.
  7. ^ Matar, S.; L.F. Hatch (2001). Chemistry of Petrochemical Processes (2 ed.). Gulf Professional Publishing. ISBN 0-88415-315-0.
  8. ^ Verma, Dr. N.K.; S.K. Khanna; Dr B. Kapila. Comprehensive Chemistry XI. New Dehli: Laxmi Publications. pp. 642–645. ISBN 81-7008-596-9.
  9. ^ Patnaik, P. (2004). Dean's Analytical Chemistry Handbook (2ed.). McGraw-Hill Prof Med/Tech. pp. 2.11–2.16. ISBN 0-07-141060-0.
  10. ^ Walther, J.V. (2005). Essentials of Geochemistry. Jones & Bartlett Learning. pp. 515–520. ISBN 0-7637-2642-7.
  11. ^ Reger, D.L.; S.R. Goode; D.W. Ball (2009). Chemistry: Principles and Practice (3 ed.). Cengage Learning. pp. 684–693. ISBN 0-534-42012-5.
  12. ^ Bewick, S.; J. Edge; T. Forsythe; R. Parsons (2009). CK12 Chemistry. CK-12 Foundation. pp. 794–797.
  13. ^ "pH measurements with indicators".
  14. ^ "Titrating Soluble RM, R2NM and ROM Reagents" (PDF).
  15. ^ "Methods for Standardizing Alkyllithium Reagents (literature through 2006)" (PDF).
  16. ^ Vogel, A.I.; J. Mendham (2000). Vogel's textbook of quantitative chemical analysis (6ed.). Prentice Hall. p. 423. ISBN 0-582-22628-7.
  17. ^ Amerine, M.A.; M.A. Joslyn (1970). Table wines: the technology of their production 2 (2ed.). University of California Press. pp. 751–753. ISBN 0-520-01657-2.
  18. ^ German Chemical Society. Division of Analytical Chemistry (1959). Fresenius' Journal of Analytical Chemistry (in German). 166-167. University of Michigan: J.F. Bergmann. p. 1.
  19. ^ Hänsch, T.W. (2007). Metrology and Fundamental Constants. IOS Press. p. 568.ISBN 1-58603-784-6.
  20. ^ "Gas phase titration". Bureau International des Poids et Mesures.
  21. ^ DeMore, W.B.; M. Patapoff (September 1976). "Comparison of Ozone Determinations by Ultraviolet Photometry and Gas-Phase Titration". Environmental Science & Technology 10(9): 897–899. doi:10.1021/es60120a012.
  22. ^ Khopkar, S.M. (1998). Basic Concepts of Analytical Chemistry (2ed.). New Age International. pp. 63–76. ISBN 81-224-1159-2.
  23. ^ Somasundaran, P. (2006). "Calculation of Zeta-Potentials from Electrokinetic Data".Encyclopedia of Surface and Colloid Science (2ed.) (CRC Press) 2: 1097. ISBN 0-8493-9607-7.
  24. ^ Dukhin, A.S.; P.J. Goetz (2002). Ultrasound for Characterizing Colloids: Particle sizing, Zeta potential, Rheology. Studies in Interface Science 15. Elsevier. pp. 256–263. ISBN 0-444-51164-4.
  25. ^ Decker, J.M. (2000). Introduction to immunology. Eleventh Hour (3 ed.). Wiley-Blackwell. pp. 18–20. ISBN 0-632-04415-2.
  26. ^ "Titration". Science & Technology Encyclopedia. McGraw-Hill.
  27. ^ Harris, D.C. (2003). Quantitative Chemical Analysis (6 ed.). Macmillan. p. 129. ISBN 0-7167-4464-3.
  28. ^ Hannan, H.J. (2007). Technician's Formulation Handbook for Industrial and Household Cleaning Products. Lulu.com. p. 103. ISBN 0-615-15601-0.
  29. ^ Kenkel, J. (2003). Analytical Chemistry for Technicians 1 (3 ed.). CRC Press. pp. 108–109.
  30. ^ "The Equligraph: Revisiting an old tool".
  31. ^ Freiser, H. (1963). Ionic Equilibria in Analytical Chemistry. Kreiger. ISBN 0-88275-955-8.
  32. ^ Purcella, G. (2007). Do It Yourself Guide to Biodiesel: Your Alternative Fuel Solution for Saving Money, Reducing Oil Dependency, Helping the Planet. Ulysses Press. pp. 81–96. ISBN 1-56975-624-4.
  33. ^ Remington: the science and practice of pharmacy 1 (21ed.). Lippincott Williams & Wilkins. 2005. p. 501. ISBN 0-7817-4673-6.
  34. ^ Spellman, F.R. (2009). Handbook of Water and Wastewater Treatment Plant Operations (2ed.). CRC Press. p. 545. ISBN 1-4200-7530-6.
  35. ^ Biology 3. London: Taylor & Francis. 1967. p. 52.
  36. ^ Nigam (2007). Lab Manual Of Biochemistry. Tata McGraw-Hill Education. p. 149. ISBN 0-07-061767-8.
  37. ^ Jackson, M.L.; P. Barak (2005). Soil Chemical Analysis: Advanced Course. UW-Madison Libraries Parallel Press. pp. 305–309. ISBN 1-893311-47-3.

Pranala luar