Abdullah bin Umar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Abdullah bin Umar bin al-Khattab (Arab: عبد الله بن عمربن الخطاب) (sekitar 610–693 M) adalah seorang Sahabat Nabi dan merupakan periwayat hadis yang terkenal. Ia adalah anak dari Khalifah kedua, Umar bin Khattab. Ia tidak berbaiat kepada Ali bin Abi Thalib dan tetap netral selama Fitnah Pertama (656–661).[1] Beliau meninggal diusia 85 tahun, dan merupakan sahabat yang meriwayatkan hadits terbanyak kedua setelah Siti Aisyah ra.[2]

Biografi[sunting | sunting sumber]

Ibnu Umar masuk Islam bersama ayahnya saat ia masih kecil, dan ikut hijrah ke Madinah bersama ayahnya. Pada usia 13 tahun ia ingin menyertai ayahnya dalam Perang Badar, namun Rasulullah menolaknya. Perang pertama yang diikutinya adalah Perang Khandaq. Ia ikut berperang bersama Ja'far bin Abu Thalib dalam Perang Mu'tah, dan turut pula dalam pembebasan kota Makkah (Fathu Makkah). Setelah Nabi Muhammad meninggal, ia ikut dalam Perang Yarmuk dan dalam penaklukan Mesir serta daerah lainnya di Afrika.

Khalifah Utsman bin Affan pernah menawari Ibnu Umar untuk menjabat sebagai hakim, tetapi ia tidak mau menerimanya. Setelah Utsman terbunuh, sebagian kaum muslimin pernah berupaya membai'atnya menjadi khalifah, tetapi ia juga menolaknya. Ia tidak ikut campur dalam pertentangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abu Sufyan. Ia cenderung menjauhi dunia politik, meskipun ia sempat terlibat konflik dengan Abdullah bin Zubair yang pada saat itu telah menjadi penguasa Makkah.

Periwayat hadits[sunting | sunting sumber]

Ibnu Umar adalah seorang yang meriwayatkan hadist terbanyak kedua setelah Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadits, karena ia selalu mengikuti ke mana Rasulullah pergi. Bahkan Aisyah istri Rasulullah pernah memujinya dan berkata:"Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar". Ia bersikap sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadist Nabi. Demikian pula dalam mengeluarkan fatwa, ia senantiasa mengikuti tradisi dan sunnah Rasulullah, karenanya ia tidak mau melakukan ijtihad. Biasanya ia memberi fatwa pada musim haji, atau pada kesempatan lainnya. Di antara para Tabi'in, yang paling banyak meriwayatkan darinya ialah anaknya Salim dan hamba sahayanya, Nafi'.

Pujian dari Sahabat[sunting | sunting sumber]

Kesalehan Ibnu Umar sering mendapatkan pujian dari kalangan sahabat Nabi dan kaum muslimin lainnya. Jabir bin Abdullah berkata: " Tidak ada di antara kami disenangi oleh dunia dan dunia senang kepadanya, kecuali Umar dan putranya Abdullah." Abu Salamah bin Abdurrahman mengatakan: "Ibnu Umar meninggal dan keutamaannya sama seperti Umar. Umar hidup pada masa banyak orang yang sebanding dengan dia, sementara Ibnu Umar hidup pada masa yang tidak ada seorang pun yang sebanding dengan dia".

Ibnu Umar adalah seorang pedagang sukses dan kaya raya, tetapi juga banyak berderma. Ia hidup sampai 60 tahun setelah wafatnya Rasulullah. Ia kehilangan pengelihatannya pada masa tuanya. Ia wafat dalam usia lebih dari 80 tahun, dan merupakan salah satu sahabat yang paling akhir yang meninggal di kota Makkah.

KEISTIMEWAAN ABDULLAH BIN UMAR RA[sunting | sunting sumber]

  1. Menjadi Muslim sejak kanak-kanak yaitu diusia 13 tahun hingga wafat beliau, yaitu umur 85 tahun [2]
  2. Meneladani Rosulallah shalallahu alaihi wasalam dengan sangat detail. Dikisahkan, Pernah Rosulallah shalallahu alaihi wasalam disuatu tempat berdo'a sambil berdiri, Abdullah bin umar pun dilain kesempatan saat sampai ditempat itu juga berdo'a sambil berdiri. ketika dilokasi yang lain rosulallah shalallahu alaihi wasalam berdo'a sambil duduk, maka ketika Abdullah bin Umar ra lewat ditempat tersebut, juga berdo'a sambil duduk. Bahkan ketika suatu ketika unta Rosulallah shalallahu alaihi wasalam berputar dua kali disuatu tempat dimakkah sebelum beliau turun dari atasnya untuk melaksanakan sholat dua rekaat, karena boleh jadi ingin mencari posisi yang nyaman untuk menjerum, maka Abdullah bin Umar ketika sampai dilokasi tersebut, juga memutarkan untanya dua kali baru kemudian sholat dua rekaat. inilah bukti betapa cintanya Abdullah bin Umar ra kepada Rosulallah shalallahu alaihi wasalam.[2]
  3. sangat berhati-hati dalam menyampaikan hadits dan bertawa. Orang-orang dimasanya mengatakan, "Tak seorangpun diantara sahabat Rosulallah shalallahu alaihi wasalam. yang lebih berhati-hati agar tidak tercecer atau terkurangi satu huruf pun dalam menyampaikan hadits Rosulallah shalallahu alaihi wasalam. sebagaimana Ibnu Umar ra." . Ibnu Umar adalah seorang ulama sahabat yang hafal ribuan hadits juga hidup bersama Nabi Muhammad, namun ketika ada orang yang meminta fatwa kepada beliau dan beliau tidak mengetahuinya, beliau berkata, "Aku tidak tahu masalah yang engkau tanyakan" maka orang itu pergi. Ibnu umar pun menggosok-gosokkan tangannya tanda suka cita dan berkata pada dirinya, "Ibnu Umar ditanyai orang tentang yang tidak diketahuinya maka ia menjawab tidak tahu."[2]
  4. Menolak jabatan, Suatu ketika beliau ditawari jabatan Hakim oleh Khalifah Utsman, namun hal tersebut langsung ditolak oleh Ibnu Umar. UTsman terus mendesaknya, bahkan berkata, "Apakah engkau tidak menaati perintahku?". Ibnu Umar menjawab, "Sama sekali tidak, hanya saya dengar hakim itu ada tiga macam, Pertama: Hakim mengadili tanpa ilmu, maka ia didalam neraka, Kedua, hakim yang mengadili berdasarkan nafsu, Maka ia juga didalam neraka, Ketiga, Hakim yang beritjihad dan hasil itjihadnya benar, maka ia dalam keadaan berimbang, tidak berdosa tidak pula berpahala. atas nama ALlah, saya memohon kepadamu agar dibebaskan dari jabatan itu"[2]
  5. Beliau dikenal sebagai "Sahabat malam" dan "sekutu waktu sahur" karena begitu rajinnya beliau sholat malam[2]
  6. Sering menangis jika membaca Al-Qur'an, bahkan pernah jatuh pingsan tatkala membaca al-Qur'an surah AL Muthafifin 1-6: وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ (1) الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ (2) وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ (3) أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ (4) لِيَوْمٍ عَظِيمٍ (5) يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ (6) Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?[2]
  7. sangat dermawan. DIkisahkan suatu ketika beliau mendapatkan uang sebanyak 4000 dirham sehelai baju dingin. besoknya, ada yang melihat beliau membeli makanan untuk tunggangannya tidak dengan cara kontan. maka ditanyalah kepada keluarganya. maka keluarganya menceritakan, "Tidak sampai malam hari, uang itu telah habis dibagi-bagikannya. setelah itu ia mengambil baju dingin itu dan pergi, ketika pulang baju itu sudah tidak ada, ketika kami tanya, ia menjawab bahwa baju itu sudah diberikan kepada orang miskin.[2]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Ibnu Qutaibah ad-Dīnawarī, al-Imāmah was Sīyāsah, vol. 1, hlm. 73.
  2. ^ a b c d e f g h Muhammad KHalid, KHalid (Robiul awal 1439 H). Biografi 60 sahabat Nabi. Jakarta timur: UMMUL QURO. hlm. 110. ISBN 9786029896886. 

Bacaan lanjutan[sunting | sunting sumber]

  • Mursi, Muhammad Said. Tokoh-tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah. Penerjemah: Khoirul Amru Harahap, Lc, MHI & Achmad Fauzan, Lc, MAg. Cet-1, Jakarta. Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Pranala luar[sunting | sunting sumber]