Abu Lubabah bin Abdul-Mundzir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Abu Lubabah bin Abdul-Mundzir (Arab: أبو لبابة بن عبد المنذر) adalah salah satu Sahabat Nabi Muhammad yang berasal dari suku Aus yang mendiami kota Madinah. Nama asli beliau adalah Basyir bin Abdil Mundzir, sedangkan Abu Lubabah adalah nama panggilan atau kunyah-nya.[1]

Riwayat Hidup[sunting | sunting sumber]

Setelah masuk Islam, Abu Lubabah mengikuti berbagai pertempuran dalam membela dan memperjuangkan agama Islam. Pada pertempuran Badar tahun kedua Hijrah, Ia sempat keluar menuju Badar tetapi sesampainya di daerah Rauha` ia diperintahkan oleh Nabi untuk kembali ke Madinah dan berjaga di sana karena masih ada para wanita, anak-anak, dan orang tua di dalamnya. Meski tidak ikut dalam perang Badar, ia tetap terhitung sebagai pasukan Badar (Ahlu Badar) yang dibuktikan dengan perolehan giliran mengambil bagian harta rampasan (fa'i) setelah Ustman bin Affan.[2]

Pasca ketidakikutsertaan dirinya secara langsung pada perang Badar, Ia kemudian ikut serta dalam seluruh pertempuran dari mulai perang Uhud dan peperangan lain sesudahnya.

Ia menjadi pemegang bendera perang Bani Amr bin 'Auf dalam penaklukkan Kota Makkah (Fathu Makkah) pada tahun 8 Hijriyah.

Hubungan dengan Yahudi Bani Quraidhah[sunting | sunting sumber]

Pasca peristiwa pengkhianatan yang Bani Quraidhah lakukan terhadap kaum muslimin pada peristiwa perang Khandaq (Ahzab), mereka dikepung oleh pasukan islam yang berjumlah 3000 orang. Setelah pengepungan ini berlangsung selama 15 hari, pemimpin mereka kemudian berusaha melakukan kontak atau hubungan dengan salah satu tokoh yang mereka anggap bisa meringankan hukuman yang mungkin menimpa seluruh Bani Quraidhah, salah satunya adalah kepada Abu Lubabah ini yang pernah menjadi sekutu (halif) pada masa Jahiliyah dulu.

Pada dasarnya pengepungan ini bisa saja berlangsung selama berbulan-bulan karena benteng Bani Quraidhah sangat kokoh dan mereka mempunyai persediaan air dan makanan yang cukup sedangkan pasukan Islam dalam kondisi kelelahan pasca perang Khandaq. Rasulullah sendiri sudah memutuskan hukuman yang setimpal kepada Bani Quraidhah karena pengkhianatan mereka yang hendak menyediakan jalur belakang kepada pasukan kafir Quraisy dan sekutunya untuk membinasakan seluruh penduduk Madinah. Seyogianya informasi hukuman berupa eksekusi tersebut disembunyikan supaya Bani Quraidhah menyerah lebih cepat dan pengepungan bisa segera selesai. Sayangnya informasi ini dibocorkan oleh Abu Lubabah dengan memberikan isyarat tangan menunjuk leher (penggal).[3]

Setelah Abu Lubabah menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar karena membocorkan informasi, Ia kemudian langsung pergi ke Masjid Nabawi tanpa menemui Nabi terlebih dahulu dan mengikatkan dirinya ke salah satu tiang masjid. Abu Lubabah bertekad tidak akan melepaskan diri dari ikatan tersebut kecuali dilepas oleh Nabi sendiri sebagai wujud pertobatan. Setelah berlalu 11 hari, Nabi kemudian melepaskan ikatan sahabat Abu Lubabah ini setelah turun wahyu bahwa taubatnya telah diterima.

Kematian[sunting | sunting sumber]

Pasca wafatnya Nabi Muhammad tahun 11 Hijriyah, Abu Lubabah bergabung dengan ekspedisi yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dalam usaha membebaskan wilayah Syam, Mesir, Persia, dan Afrika Utara. Beliau kemudian tinggal di kota Mareth (bagian negara Tunisia sekarang) hingga wafatnya pada masa kekhilafahan Ali bin Abi Thalib di usia sekitar 80 tahun.[4]

Literatur[sunting | sunting sumber]

  • Guillaume, Alfred, The Life of Muhammad: A Translation of Ibn Ishaq's Sirat Rasul Allah. Oxford University Press, 1955. ISBN 0-19-636033-1
  • Peters, Francis E., Muhammad and the Origins of Islam. State University of New York Press, 1994. ISBN 0-7914-1875-8.
  • Al-Mubarakfuriy, Shafiyyur-Rahman, The Sealed Nectar. Riyadh: Darussalam, 2002.
  1. ^ Al-'Asqalani, Ibnu Hajar. Al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah jilid 1. hlm. 164. 
  2. ^ Al-Baghdadi, Ibnu Qani' (2004). Mu'jam as-Shahabah jilid II. Beirut-Lebanon: Dar el-FIkr. hlm. 779. 
  3. ^ As-Sirjani, Raghib (2016). Kun Shahabiyyan. 
  4. ^ Al-'Asqalani, Ibnu Hajar. al-Ishabah fi Tamyiz As-Shahabah jili I. hlm. 164.