Ahmad Wahib

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ahmad Wahib
Berkas:Ahmad Wahib
Ahmad Wahib, Pembaharu Islam
Lahir9 November 1942
Sampang, Indonesia
Meninggal31 Maret 1973(1973-03-31) (umur 30)
Jakarta, Indonesia
KebangsaanIndonesia
AlmamaterUGM Yogyakarta
PekerjaanWartawan
Dikenal atasPembaharu Islam

Ahmad Wahib (9 November 1942 – 31 Maret 1973) dikenal sebagai pemikir dan pembaharu Islam. Ia dikenal sebagai pembaharu terutama berkat catatan harian yang diangkat menjadi buku Pergolakan Pemikiran Islam (2004) oleh Djohan Effendi dan Ismet Natsir. Dalam catatannya, Wahib mencoba mempertanyakan apa yang sudah ia yakini selama ini mengenai Tuhan, ajaran Islam, masyarakat Muslim, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Dalam satu wawancara, Douglas E. Ramage, seorang Indonesianis lulusan University of South Carolina menyebut Wahib sebagai salah satu pemikir baru Islam yang revolusioner.

Pada 1971, Wahib meninggalkan Yogyakarta. Tujuannya adalah Jakarta, mencari kerja. Ia pada akhirnya diterima sebagai calon reporter majalah berita mingguan Tempo. Ia juga ikut kursus filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, sebuah perguruan tinggi yang didirikan oleh seorang Jesuit Jawa, Driyarkara. Pada saat yang sama, ia juga ambil bagian dalam pertemuan berbagai kelompok diskusi. Ia bahkan sempat membuat rancangan tema diskusi soal teologi, politik dan budaya yang sangat ambisius. Sayangnya, ia wafat tertabrak motor pada 30 Maret 1973.

Riwayat Hidup[sunting | sunting sumber]

Masa Kecil[sunting | sunting sumber]

Wahib tumbuh dewasa dalam lingkungan yang kehidupan keagamaannya sangat kuat. Ayahnya adalah seorang pemimipin pesantren dan dikenal luas dalam masyarakatnya. Tapi ia juga adalah orang yang berpikiran luas dan terbuka, yang mendalami secara serius gagasan pembaharuan Muhammad Abduh. Ia menolak objek-objek kultus yang menjadi sesembahan para leluhurnya. Objek-objek ini sangat populer dalam tradisi rakyat Madura, seperti tombak, keris, ajimat, dan buku-buku primbon.

Pembahasan-pembahasan seputar masalah-masalah tersebut menimbulkan ketertarikan kepada persoalan-persoalan yang lebih umum, seperti persoalan apa sebenarnya yang dimaksud dengan istilah “ideologi Islam”? Apakah Islam, dalam kenyataannya, adalah sebuah ideologi? Bagaimanakah sebuah ideologi politik dapat dirumuskan demi kepentingan umat Islam di Indonesia? Di mana posisi Islam vis a vis ideologi-ideologi sekuler seperti demokrasi, sosialisme dan Marxisme? Ketertarikan kepada soal-soal ini sejalan dengan corak pertumbuhan Wahib dalam keluarganya.

Semasa Kuliah[sunting | sunting sumber]

Masa-masa Wahib di Yogyakarta adalah masa-masa yang paling bergolak dalam sejarah Indonesia. Inilah masa ambruknya ekonomi Indonesia dan terjadinya ketegangan-ketegangan politik yang berujung dengan usaha kup oleh PKI pada masa 1965. Sebagai balasan atas kup yang gagal total ini, terjadilah pembunuhan besar-besaran atas mereka yang dituduh antek-antek PKI. Di Jawa Tengah saja, ribuan orang tewas. Ini mengantarkan Indonesia terbentuknya Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Inilah periode gamang yang meninggalkan luka-luka psikologis di kalangan mereka yang mengalaminya.

Semua unsur di atas (latar belakang keluarga, penyesuaian diri dengan lingkungan baru, dengan konsekuensi meluasnya horizon berpikir secara dramatis, tekanan-tekanan baik bersifat politis maupun personal, dan pembunuhan besar-besaran yang mengerikan lantaran gagalnya kup PKI) jelas turut menentukan berubahnya arah pemahaman Wahib mengenai Islam. Unsur-unsur tersebut pulalah yang pada akhirnya megantarkannya untuk keluar dari HMI pada 30 September 1965. Mungkin bukanlah sebuah kebetulan bahwa tanggal di atas bersamaan dengan hari ulang tahun ke-3 gagalnya kup PKI pada 30 September 1965.

Sayembara Ahmad Wahib[sunting | sunting sumber]

Sejak tahun 2003, Ahmad Wahib menjadi simbol sayembara penulisan esai. Sayembara ini bermaksud mendorong anak-anak muda menuangkan gagasan kritisnya mengenai agama, bangsa dan kemanusiaan melalui tulisan. Tulisan diyakini sebagai sarana yang lekang dimakan zaman. Meski meninggal di usia muda, catatan harian yang kemudian diterbitkan melanggengkan kehadirannya. Sehingga, sayembara ini dapat melahirkan Wahib baru dari generasi saat ini.

Hingga kini sayembara tersebut masih berlangsung. Kali ini, Yayasan Paramadina Diarsipkan 2012-01-16 di Wayback Machine., lembaga yang didirikan oleh Nurcholish Madjid, sebagai penyelenggara sayembara tersebut. Kini sayembara tidak hanya menantang anak muda untuk menuangkan gagasan melalui esai. Mereka juga ditantang untuk menggunakan blog dan video sebagai sarana menuangkan ide kritisnya. Sayembara ini diharapkan akan melahirkan wahib masa kini, sosok insan yang menyampaikan gagasan mengenai Islam, kemanusiaan, kebebasan dan keadilan melalui teknologi informasi.

Sayembara ini akan memperebutkan hadiah total 67 juta rupaih plus voucher buku-buku penerbit Mizan jutaan rupiah. Untuk memilih siapa yang berhak atas hadiah-hadiah tersebut, panitia mengundang Ihsan Ali-Fauzi (penulis), Ucu Agustin (filmaker), Fahd Djibran [1][pranala nonaktif permanen], Cholil Mahmud (musisi ERK) dan Afra Suci (penulis) sebagai dewan juri. Semua keputusan dewan juri tidak dapat digangu gugat.

Kutipan[sunting | sunting sumber]

  • Aku bukan nasionalis, bukan katolik, bukan sosialis. Aku bukan budha, bukan protestan, bukan westernis. Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai manusia. (Catatan Harian 9 Oktober 1969)
  • Cara bersikap kita terhadap ajaran Islam, Qur’an dan lain-lain sebagaimana terhadap Pancasila harus berubah, yaitu dari sikap sebagai insan otoriter menjadi sikap insan merdeka, yaitu insan yang produktif, analitis dan kreatif. (Catatan Harian 16 Agustus 1970)

Karya[sunting | sunting sumber]

  • Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib (2004) (Penerbit LP3S Jakarta)
  • Pembaharuan Tanpa Apologia: Esai-esai tentang Ahmad Wahib (2010) (Paramadina, Jakarta)

Acuan[sunting | sunting sumber]

Bibliografi

Pranala luar[sunting | sunting sumber]