Angkatan Kelima

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Angkatan Kelima adalah unsur pertahanan keamanan Republik Indonesia yang merupakan gagasan Partai Komunis Indonesia (PKI). Angkatan ini diambil dari kalangan buruh dan petani yang dipersenjatai.

Latar belakang dan perkembangannya[sunting | sunting sumber]

Unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI sekarang TNI) secara resmi pada saat Demokrasi Terpimpin terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara serta Angkatan Kepolisian. Pada saat itu, masing-masing unsur merupakan Kementerian yang bertanggung jawab kepada Presiden/Panglima Besar Revolusi. Sekalipun ada Panglima Angkatan Bersenjata atau Kepala Staf Angkatan Bersenjata merangkap Menteri Koordinator bidang Hankam, sifatnya hanyalah berurusan dengan administrasi tidak memegang komando. Keberadaan Angkatan Kepolisian, yang dijadikan unsur Hankam, masih berlanjut hingga pada tahun 1999, ketika akhirnya Kepolisian dilepas dari unsur Hankam. Demikian pula ketika masa revolusi kemerdekaan, Kepolisian di bawah Departemen Dalam Negeri.

Pada masa Demokrasi terpimpin, Partai Komunis Indonesia merupakan partai besar Indonesia pasca Pemilu 1955, merupakan unsur dalam konsep Nasakom (Nasional, Agama dan Komunis). Dengan situasi politik yang penuh gejolak dan seruan revolusioner dari Presiden Soekarno serta banyaknya konflik seperti Irian Barat (Trikora) dan Ganyang Malaysia (Dwikora) yang membutuhkan banyak sukarelawan-sukarelawan, PKI kemudian mengajukan usul kepada pemerintah/presiden untuk membentuk angkatan kelima yang terdiri atas kaum buruh dan tani yang dipersenjatai.

Hal ini menimbulkan kegusaran di kalangan pimpinan militer khususnya Angkatan Darat. Khawatir unsur ini digunakan oleh PKI untuk merebut kekuasaan, meniru pengalaman dari revolusi baik dari Rusia maupun RRC. Oleh karena itu, pimpinan Angkatan Darat menolak usulan itu.

Pada saat situasi pra G30S, terjadi konflik tertutup yang cukup panas antara Angkatan Darat dan PKI terutama untuk mengantisipasi kepemimpinan nasional pasca Presiden Soekarno. Belakangan disebutkan oleh sebagian kalangan bahwa dalam konflik terutama Dwikora, Angkatan Darat dianggap tidak sungguh-sungguh dalam melakukan operasi militer dibandingkan Angkatan Laut dan Angkatan Udara, sehingga memancing PKI untuk membentuk unsur ini sebagai bantuan sukarelawan.

PKI sendiri melatih berbagai unsur-unsur ormasnya dalam bentuk latihan militer meski ada sebagian menyebutkan bahwa latihan yang diikuti unsur-unsur PKI sebenarnya adalah latihan resmi untuk sukarelawan baik dari kalangan Nasionalis maupun Agama. Namun berbagai kesaksian dari para tahanan politik menyebutkan bahwa latihan itu justru lebih banyak diikuti oleh unsur Komunis seperti Pemuda Rakyat dan Gerwani dibandingkan unsur-unsur lain. Sehingga banyak kesaksian dari para tahanan politik terutama mantan petinggi militer yang menjadi tahanan politik yang mengatakan bahwa panyak perwira-perwira menengah yang kemudian tersangkut dalam G30S yang dituduh melatih unsur unsur komunis mengatakan bahwa latihan itu adalah latihan sukarelawan untuk dwikora yang sifatnya resmi.

Dalam latihan bagi sukarelawan tersebut, para saksi terutama dari Angkatan Udara juga mengatakan keheranannya bahwa latihan ini mirip latihan tentara merah Tiongkok Komunis, terutama ketika defile baris-berbaris meski dijawab untuk sebagai unsur kepantasan (kegagahan) saja.

Akhirnya muncul kasus penyelundupan senjata ilegal dari RRC atau Tiongkok komunis yang dituduhkan di kemudian hari, terutama pascaperistiwa Gerakan 30 September yang gagal, yang dituduhkan sebagai usaha PKI untuk membentuk angkatan kelima dengan bantuan RRC. Namun kasus ini, yang disebut-sebut pada masa Orde Baru adalah benar-benar adanya, setelah reformasi 1998, menjadi bagian yang dipertanyakan atau merupakan unsur dari sekian unsur sejarah Indonesia yang masih gelap.

Akhir dari Angkatan Kelima[sunting | sunting sumber]

Setelah peristiwa Gerakan 30 September yang kemudian dipatahkan atau gagal. Praktis Angkatan Kelima ini lenyap. Angkatan Darat dengan Supersemar akhirnya membubarkan PKI dan ormas-ormasnya terutama di antaranya dari Pemuda Rakyat, Gerwani, Barisan Tani Indonesia dan SOBSI yang dituduhkan merupakan unsur Angkatan Kelima serta mengadakan penagkapan-penangkapan yang pada pascareformasi 1998 dikatakan sebagai "pembersihan". Selain dari unsur PKI, pemerintahan saat itu, pasca-Supersemar yang dipegang oleh Mayor Jenderal Soeharto juga menahan para perwira militer yang dikatakan terlibat dalam Gerakan 30 September dan melatih "Angkatan Kelima" yang kemudian justru dialamatkan pada Angkatan Udara, yang memang dianggap aktif mendukung kebijakan Presiden Soekarno.

Sebagian Sukarelawan yang sudah dikirimkan ke Kalimantan dalam konflik Dwikora, akhirnya juga dilucuti. Dalam kasus ini muncullah istilah Paraku (Pasukan Rakyat Kalimantan Utara) yang disebut sebut ditumpas oleh Militer Republik Indonesia dan Militer Malaysia karena melakukan perlawanan.