Bahasa Semende

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Bahasa Semendo)
Bahasa Semende
BPS: 0058 0
Bahase/Base Semende (بهاس سمند) / Kecek Semende (كچيك سمند)
Bahasa Semendo
Dituturkan diIndonesia
Wilayah
Penutur
(40.000 per 1979)
Kode bahasa
ISO 639-3pse
Glottologseme1248[1]
BPS (2010)0058 0
QIDQ12953117
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Bahasa Melayu Semende (Jawi: بهاس ملايو سمند) atau Bahase/Base Semende adalah isolek bahasa Melayu Tengah atau bahasa Melayu Barisan Selatan yang dituturkan oleh suku Semende (Melayu Semende) yang mendiami daerah Sumatera Selatan[2] (Kabupaten Muara Enim, Kota Prabumulih, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan) serta Provinsi Lampung (Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Way Kanan). Di luar wilayah tuturnya, bahasa ini dikenal dengan nama bahasa Semendo.[3]

Bahasa Semende pada umumnya dipakai sebagai bahasa pergaulan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan pada acara-acara resmi seperti saat berpidato atau berkhotbah, para penutur bahasa ini akan tetap menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.[4] Karena cakupan wilayahnya yang relatif kecil, variasi dialektis dalam bahasa Semende bersifat minim dan terletak pada pemilihan kosakata yang cenderung disebabkan karena perbedaan regional atau status dan tingkatan jabatan serta pendidikan.[4] Bahasa Semende pernah memiliki sistem penulisannya sendiri yang disebut dengan Surat Ulu dan masih berkerabat dengan Aksara Rejang serta Aksara Lampung. Bahasa Semende juga pernah ditulis dengan menggunakan sistem penulisan Arab-Melayu, yang membuktikan pengaruh Islam yang kuat dan mengakar dalam budaya Melayu Semende.[4]

Sistem bahasa Semende memiliki banyak persamaan dengan bahasa Besemah.[4] Secara fonologis, bahasa Semende memiliki 28 fonem, 4 vokal, 20 konsonan, serta 4 fonem supra segmental.[4] Adapun pola suku kata dalam bahasa Semende antara lain ialah V, VK, KV, KVK, dan KKV.[4]

Dalam struktur morfologis, bahasa Semende menunjukkan keistimewaan dalam kata ganti orang.[4] Untuk orang kedua tunggal dipakai kata kabah bagi pantaran yang memiliki jenis kelamin yang sama, dengah bagi pantaran yang berbeda jenis kelamin, dan kamu bagi orang yang lebih tua atau dihormati.[4] Morfem terikat bahasa ini berupa imbuhan, yaitu 8 awalan, 5 akhiran, dan 3 sisipan.[4] Awalan peN- jarang digunakan untuk menyatakan orang yang melakukan apa yang disebutkan dalam kata dasar, oleh karenanya kata-kata seperti petani dan pedagang dalam bahasa Semende dinyatakan sebagai jeme tani (orang tani) dan jeme dagang (orang dagang).[4] Akhiran -an dalam bahasa Semende lazim digunakan untuk menyatakan pengertian kebun atau ladang, seperti kaweghan yang berarti kebun kopi (kata dasar kawe) dan pisangan yang berarti kebun pisang (kata dasar pisang).[4] Bahasa Semende juga memiliki keistimewaan dalam pembentukan kata ulang dengan pola fonem awal bentuk dasar + /e/ + bentuk dasar, misalnya dedue (dua-dua), tetige (tiga-tiga), dan sesenai (lambat-lambat, kata dasar senai).[5]

Nama bahasa[sunting | sunting sumber]

Kata Semende memiliki beberapa macam arti. Menurut Bahar Datuk Mangkuto Alam, seorang akademisi yang berasal dari Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat Universitas Andalas, mengatakan: "Istilahnya Semende, dengan -e, bukan Semendo, dengan -o. Asal katanya adalah "same ande" yang secara ringkas dapat diterjemahkan sebagai "sama-sama anak, sama-sama berhak".[6]

Dalam penelitian lainnya oleh Barmawi menjelaskan bahwa kata "Semendo" berasal dari kata "semende" yang berarti perkawinan. Kata semende terdiri dari kata se + ende yang mendapatkan sisipan -m-. "Se" berarti satu, sedangkan "ende" berarti kedua pihak laki-laki masuk ke rumah perempuan mematuhi satu adat perkawinan, yaitu laki-laki masuk rumah perempuan tersebut tidak dijual, demikian pula pihak perempuan tidak membeli. Kata semende berasal dari same + nde yang berarti bahwa di dalam suatu perkawinan, keluarga pihak laki-laki dan keluarga pihak perempuan memiliki hak serta kewajiban yang sama terhadap anak dan menantu.[6]

Dengan demikian, kata Semende merujuk kepada adat istiadat dalam perkawinan tunggu tubang, yakni suatu adat yang memposisikan serta menugaskan anak perempuan tertua di dalam suatu keluarga sebagai penunggu rumah dari keluarga tersebut. Rumah seperti ini disebut dengan rumah tunggu tubang dalam adat Semende.[6]

Tradisi sastra lisan[sunting | sunting sumber]

Bahasa Semende memiliki beberapa jenis tradisi sastra lisan dalam bentuk sajak dan cerita rakyat. Di bawah ini disajikan jenis-jenis sastra lisan Melayu Semende yang masih terus dilestarikan oleh para penuturnya hingga saat ini. Seluruh contoh sastra lisan Melayu Semende yang terdapat di bawah ini disusun dan dialihbahasakan oleh A. Kudir Ariman, penutur bahasa Melayu Semende yang berasal dari Tanjung Laut sekaligus akademisi yang berasal dari Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan Universitas Sriwijaya.[7]

Rejung (pantun)[sunting | sunting sumber]

Melayu Semende Indonesia
Ame ade rembie pait Kalau ada pari belut pahit
Mantap gendule kutugalkah Pasti timput kubuangkan
Ame ade tangge ke langit Kalau ada tangga ke langit
Mantap dunie kutinggalkah Pasti dunia kutinggalkan

Pribase (peribahasa)[sunting | sunting sumber]

Melayu Semende Indonesia Makna Peribahasa
Panduk lalangan Api memakan padang alang-alang Seseorang yang terlalu mudah marah tanpa perhitungan
Batin muyuh tebe Kepala keluarga seperti puyuh jantan Kepala keluarga yang tidak bertanggung jawab kepada keluarganya, sedangkan istrinya lebih giat mencari nafkah sehingga istrinya menjadi lebih berkuasa dari dirinya sendiri
Kerali naik tiang Kerali (ikan sungai) naik ke tiang rumah Seseorang yang melakukan sesuatu yang jarang terjadi atau di luar dugaan, seperti anak orang kaya melamar anak orang miskin

Memuning (teka-teki)[sunting | sunting sumber]

Melayu Semende Indonesia
Nik gerinik balik tungku

Tenggulah!

Tuelah ninik tingkah aku

Merengek di belakang dapur

Tebaklah!

Lebih tua nenek dari pada aku

Ditatap ade, dikinak Katek

Tenggulah!

Cuping

Diraba ada, dilihat tidak ada

Tebaklah!

Telinga

Jampi (mantra)[sunting | sunting sumber]

Berikut ini adalah contoh jampi (mantra) yang diucapkan oleh seorang bujang untuk menyuruh seorang gadis menoleh ke belakang atau ke arah dirinya:

Tujukku si unang-unang

Kadik nunjuk anak raje, kecul!

Si anu kutujuk kene

Kene urat kene sendi

Kene kerangke tige puluh tige

Si anu kutunjuk kene

Nulihlah si anu!

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Telunjuk saya jaya

Untuk menunjuk ke anak raja, meleset!

Si anu kutunjuk kena

Kena urat kena sendi

Kena kerangka tiga puluh tiga

Si anu kutunjuk kena

Menolehlah si anu!

Kosakata[sunting | sunting sumber]

Kata[sunting | sunting sumber]

Melayu Semende Indonesia Melayu Semende Indonesia
Endung Ibu Kite Kita
Bapang Ayah Kudai, kele Nanti dulu, Nanti
Nining Nenek Kuwawe Berani, sanggup
Datuk Kakek Ladas Senang sekali
Ibung Bibi Lading Pisau kecil
Mamang Paman Lagak, belagak Bergaya, sok gaya
Lemak Enak Lage, belage Berkelahi
Alap Bagus, cantik, baik Langkung Sombong, angkuh
Besak Besar Lawang Pintu
Kecik Kecil Lengit Hilang
Pacak Bisa, mampu Liut, liyut Licin
Nian Sungguh, Jujur Lok, luk Nampak
Budak Anak Mahi, kemahi Kemarin
Abang, miha Merah Mak, Makkaye Seperti
Abut Berat Mikut, milu Ikut
Ading Adik Mincang Melangkah
Agung, agong Besar, mulia, terpuji Muanai Adik atau kakak laki-laki
Ais, aes Hias Nahek Menarik
Ambek Ambil Palak Kepala
Ambin Gendong Parak Dekat
Ampe Hampa Paun Dapur, area di belakang rumah yang dikhususkan untuk menyimpan buah-buahan dan lain sejenisnya
Ancau, ancaw Cair Payu Iya, ayo, mari, setuju
Anyar Baru Pehut Perut
Au Iya Peloh Peluh, keringat
Ayek Air, sungai yang mengalir Petang Sore
Ayuk Kakak perempuan Pihing, pinggan Piring
Badah Wadah, tempat, lokasi Puan Susu
Bahe Bara, api Pucok Atas
Bahi Lama, kuno Puyang Buyut, orang tua dari kakek dan nenek
Bak Ayah Ribang Suka, Senang
Balak, bebalak Bencana, kecelakaan Ringam Pusing
Balek Balik, pulang Saban Tiap, setiap
Banci Bersih Saje Saja
Bangai Basi Sangkek Keranjang
Bange Bodoh, dungu Sare Sengsara
Basing Terserah Segak, nyegak Bentak, membentak
Bawak Kulit Semegi Sama
Bile Kapan Senampur Sebentar
Buhok Buruk, jelek Setue Harimau
Buntang Bangkai Sijat, pertame Pertama, yang paling awal
Buntu Bokek, tidak memiliki uang Suhang, Diwek Sendirian, Sendiri
Busung Perut Sungkan Malas
Buyan Bodoh, tidak cerdik Sutek, Sikok Satu, Seorang
Cabi Cabai Tangeh Masih lama
Cinde Cantik, rupawan Tebudi, tebudik Tertipu, dibohongi
Cungoh Mulut, ujung bibir Telok, teloh Telur
Cuping Telinga Terajang Tendang
Dalu Malam Tetak, netak Potong, memotong
Dang Sedang, tengah (berlangsung atau melakukan sesuatu) Tihok, tihuk Congek (penyakit atau kotoran telinga)
Dangau Pondok, rumah sederhana di kampung atau pedesaan (biasa dipakai untuk merendahkan diri kepada lawan bicara) Tuape Apa
Die Dia Ugame Agama
Dikde Tidak Ugok Kakek
Dudok Duduk Uji, ujinye Kata, katanya
Embau Bau, mencium, aroma Usung, diusung Bawa, pikul, dibawa, dipikul
Empai, mpai Baru saja, barusan terjadi Utame Utama, prioritas
Enjok Beri Uwak Kakak dari ayah atau ibu
Galak, Enggok Mau, Tidak Mau Uwi Rotan
Gale Semua, segalanya Ye Yang
Gancang Cepat, tergesa-gesa Wawe Bercanda
Gawi Kerja Kacai, tekacai Lepas, terlepas
Gedang Kuat Kacek Selisih, kurang
Gelenggaman Jijik Kajut Nenek
Gerubuk Lemari Kakang Abang, kakak laki-laki
Humah Rumah Kamah, kamak Kotor
Gile Gila Kambang Sumur, kolam
Gudu Botol Kance Kawan, teman, sahabat
Gugoh Gugur, berjatuhan Kanjat, tekanjat Kaget, terkejut, tersentak
Gule Gula Karut Jahat
Gumbak Rambut Katah Banyak
Gusti Sayang Katik, katek Tidak ada
Hadu Biar, sudah (pasrah) Kawe Kopi
Hala Jangan, dilarang Kelawai Adik atau kakak perempuan
Hangke Tidak kokoh, ceroboh Kelisoh, tekelisoh Tergelincir
Hanjak Senang, bergembira, bersemangat Kembahang Keladi
Hase Rasa Kemeh Kencing
Ige Terlalu Kemiling Kemiri
Ihak, mihak Ingin sekali Kerbai, kerbay Perempuan yang sudah menikah
Ikok Ekor Keruan Tahu, mengetahui
Ilok Bagus, cantik, cakap, indah Keting Kaki
Jabe Luar Jengok, njengok Berkunjung, mengunjungi
Jeleme Manusiawi Jerambah Jembatan
Jeme Manusia, orang Juadah Kue, roti
Jeme kambangan Mereka Jurai Keturunan dekat

Cepat pulang jangan siang-siang datangnya[sunting | sunting sumber]

Melayu Semende Indonesia
Ndak kemane? Hendak kemana?
Dimane badahnye titu? Dimana itu tempatnya?
Hase ati aku dek lemak nian dari kemahi Perasaanku sungguh tidak enak dari kemarin hari
Kalu enggok, biarkah aku saje yang makannye Kalau tidak mau, biar aku saja yang memakannya
Jangan mak itu, kuterajang nian palak kabah kele! Jangan seperti itu, Sungguh kutendang kepalamu nanti!
Belagak sekali die tu, awak aslinye bange! Bergaya sekali dia itu, padahal aslinya bodoh!
Nduk ai, alangkah lemak juadah tini! Ya Tuhan, enak sekali rasa kue ini!
Mak mane kabarnye, Ndung? Bagaimana kabarnya, Ibu?
Tunggu lah dulu, lagi tangeh nian perjalanannye tini! Tunggu lah dulu, masih lama sekali perjalanannya ini!
Masin benah hase gulai tini, yang masaknye ni nak kawin ape mak mane? Asin sekali rasa masakan ini, yang masaknya ini kebelet kawin atau bagaimana?
Bininye mak ini dikde seilok bininye ye madaknye Istrinya yang sekarang tidak sebaik istrinya yang dahulu
Humah kami sebesak humahnye Rumah kami sebesar rumahnya

Wilayah tutur[sunting | sunting sumber]

Sumatera Selatan[sunting | sunting sumber]

Bahasa Semende adalah bahasa ibu dari suku Semende. Suku Semende merupakan salah satu suku Melayu pribumi di Sumatera Selatan yang utamanya terkonsentrasi di Kecamatan Semende Darat Laut, Kecamatan Semende Darat Tengah, dan Kecamatan Semende Darat Ulu di Kabupaten Muara Enim. Suku Semende di Sumatera Selatan dapat diklasifikasikan menjadi dua subsuku yaitu Semende Darat dan Semende Lembak. Selain di Kabupaten Muara Enim, suku Semende juga terkonsentrasi di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan tepatnya di Kecamatan Mekakau Ilir, Kecamatan Pulau Beringin, Kecamatan Sindang Danau dan Kecamatan Sungai Are. Suku Semende juga menetap di Kota Prabumulih, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Kabupaten Ogan Komering Ulu.

Lampung[sunting | sunting sumber]

Selain di Sumatera Selatan, para penutur bahasa Semende juga tersebar di beberapa wilayah di Provinsi Lampung. Pada Sensus Penduduk Indonesia 2010, suku Semende, penutur bahasa Semende, dicatat dalam data sebagai subsuku Melayu asal Sumatera Selatan bersama suku Besemah, suku Lintang, suku Kikim, suku Lematang, suku Enim, suku Ogan, suku Mesuji dan suku Melayu Palembang. Suku Melayu di Lampung mencapai 427.326 jiwa dan mencakup 5,64% dari total penduduk Provinsi Lampung sehingga menjadi kelompok suku terbesar keempat setelah suku Jawa, Lampung, dan Sunda.

Secara signifikan suku Semende dapat ditemukan di Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Tanggamus, dan Kabupaten Way Kanan. Suku Semende di Kabupaten Tanggamus dapat ditemukan di Pekon Gunung Megang, Pekon Muara Dua, Pekon Penantian, Pekon Pulau Panggung, dan Pekon Tekad di Kecamatan Pulau Panggung; Pekon Banding Agung, Pekon Sinar Banten, Pekon Sinar Semendo, Pekon Suka Merindu dan Pekon Talang Padang di Kecamatan Talang Padang; serta seluruh pekon di Kecamatan Ulubelu (16 pekon). Sebagian nama-nama pekon tersebut memiliki kesamaan nama dengan nama-nama daerah yang dihuni suku Semende di daerah asalnya di Sumatera Selatan, seperti Gunung Megang, Muara Dua, dan Penantian.

Akulturasi dengan bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]

Populasi penutur bahasa Semende di Kabupaten Tanggamus terkonsentrasi di Kecamatan Ulubelu. Kecamatan ini merupakan daerah tujuan program transmigrasi era Soekarno dan Soeharto sehingga mayoritas penduduk di kecamatan ini berasal dari suku Jawa, lebih spesifiknya para penutur bahasa Jawa Mataraman yang berasal dari Kabupaten Ponorogo di Provinsi Jawa Timur saat ini. Hal ini kemudian memunculkan fenomena akulturasi bahasa dan budaya Jawa Mataraman dengan bahasa dan budaya Semende yang sudah lebih dahulu menduduki wilayah Kecamatan Ulubelu jauh sebelum para transmigran dari Jawa hadir dan menetap. Akulturasi ini salah satunya tercermin dari penyerapan kosakata bahasa Jawa Mataraman ke dalam bahasa Semende, seperti penggunaan kata "lanang" dan "mambu" untuk menyebut laki-laki dan sesuatu yang berbau busuk. Sebagian besar generasi tua masih menggunakan kosakata asli Semende untuk merujuk kepada dua hal tersebut, yakni "jantan" untuk laki-laki dan "busok" untuk merujuk kepada sesuatu yang berbau busuk. Dalam kehidupan sehari-hari, para penutur bahasa Jawa Mataraman ini masih tetap melestarikan penggunaan bahasa Jawa Mataraman bahkan jika lawan bicaranya bukan berasal dari suku Jawa. Penggunaan bahasa Jawa dikecualikan di lingkungan sekolah dan saat acara-acara resmi digelar, bahkan tidak jarang para guru juga mengajar dengan menggunakan bahasa Jawa selama proses pembelajaran berlangsung di dalam kelas. Hal ini kemudian memunculkan suatu fenomena unik dimana para penutur bahasa Semende memiliki keahlian dalam berbahasa Jawa dan terkadang ikut mencampuradukkan bahasa Jawa dengan bahasa Semende dalam kehidupan sehari-hari.

Pengaruh dalam bahasa Lampung Api[sunting | sunting sumber]

Bahasa Semende juga memiliki banyak persamaan kosakata dengan bahasa Lampung Api. Berikut adalah daftar kosakata yang sama antara bahasa Semende dan bahasa lampung Api, terutama bahasa Semende yang dituturkan oleh orang Semende yang berada di Provinsi Lampung:

Melayu Semende Lampung Api Indonesia
Nian Nihan Sungguh, Jujur
Ading Ading Adik
Bak Bak Ayah
Bawak Bawak Kulit
Buhok Bughak Buruk, jelek
Cabi Cabi Cabai
Cuping Cuping Telinga
Embau Imbau Bau, mencium, aroma
Empai, mpai Ampai Baru, baru saja, barusan terjadi
Gawi, gawe Gawi, guwai Kerja, berbuat
Gugoh Gugogh, gogogh Gugur, jatuh, berjatuhan
Hadu Ghadu Biar, sudah (pasrah)
Hanjak Hanjak Senang, bergembira, bersemangat
Ihak, mihak Mighak Ingin sekali
Jeme Jema Manusia, orang
Jurai Jughai Keturunan dekat
Juadah Juadah Kue, roti
Kacai, tekacai Kacai, tekacai Terlepas
Kamah, kamak Kamak Kotor
Kance Kanca Kawan, teman, sahabat
Kanjat, tekanjat Kanjat, tekanjat Kaget, terkejut, tersentak
Kelisoh, tekelisoh Kelisoh, tekelisoh Tergelincir
Kembahang Kembahang Keladi
Kemiling Kemiling Kemiri
Kuwawe Kuwawa Berani, sanggup
Lading Lading Pisau kecil
Liut, liyut Liut, liyut Licin
Mak Mak Ibu
Payu Payu Iya, ayo, mari, setuju
Pihing, pinggan Pighing, panjang Piring
Tangeh Tangeh Masih lama
Tebudi, tebudik Tebudi, tebudik Tertipu, dibohongi
Tetak, netak Tettak, nettak Potong, memotong
Tihok, tihuk Tighuk Congek (penyakit atau kotoran telinga)
Usung, diusung Usung, diusung Bawa, pikul, dibawa, dipikul

Bahasa Semende di Way Kanan[sunting | sunting sumber]

Selain Bahasa Ogan, bahasa Semende juga eksis di Kabupaten Way Kanan. Wilayah tutur bahasa Semende di Kabupaten Way Kanan terdapat di sepanjang wilayah barat Kabupaten Way Kanan. Mayoritas penutur bahasa Semende berada di Kecamatan Kasui, Kecamatan Banjit, Kecamatan Rebang Tangkas, sebagian Kecamatan Baradatu, dan sebagian wilayah Kecamatan Umpu Semenguk. Penutur bahasa Semende di Kabupaten Way Kanan adalah masyarakat Semende yang bermarga Rebang Kasui. Di Kabupaten Way Kanan, khususnya di tiga kecamatan penutur bahasa Semende terbanyak (Kasui, Banjit, dan Rebang Tangkas) menjadikan bahasa Semende sebagai bahasa sehari-hari serta sebagai bahasa pasar. Bahasa Semende di Kabupaten Way Kanan sudah banyak berakulturasi dengan bahasa-bahasa lain di Kabupaten Way Kanan. Hingga saat ini, wilayah Kabupaten Way Kanan khususnya di wilayah sebelah barat Way Kanan, bahasa Semende menjadi bahasa mayoritas penduduk yang tinggal di daerah tersebut.

Bahasa Semende di Kota Bandar Lampung[sunting | sunting sumber]

Sebagai salah satu kota terbesar sekaligus kota terpadat di Pulau Sumatra dan di luar Pulau Jawa, Bandar Lampung memainkan perananan penting sebagai pusat perekonomian, pusat pendidikan serta pusat kebudayaan di Provinsi Lampung. Hal ini menjadikan Bandar Lampung sebagai sebuah kota yang sarat akan multikulturalisme, kota yang berbilang bangsa dan berbilang kaum dengan jumlah penduduk sebesar 1.209.937 jiwa dan kepadatan penduduk 6.100 jiwa per kilometer persegi.[8]

Para penutur bahasa Semende di Kota Bandar Lampung memiliki kecenderungan untuk mencampuradukkan bahasa Semende dengan bahasa-bahasa daerah lain atau bahkan bahasa asing, terutama bahasa Melayu Palembang, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Salah satu contoh yang paling kentara adalah pengadopsian sufiks -ke yang diadopsi dari bahasa Melayu Palembang untuk menggantikan sufiks -kah dalam bahasa Semende, serta kata yang yang diadopsi dari bahasa Indonesia untuk menggantikan kata ye dalam bahasa Semende. Dengan demikian, para penutur bahasa Semende di Kota Bandar Lampung akan menggunakan kalimat "Nak dimasukke ke mane?" untuk menggantikan kalimat "Nak dimasukkah ke mane?" dan akan menggunakan kalimat "Yang mane?" untuk menggantikan kalimat "Ye mane?". Selain itu, terdapat juga kosakatata yang diserap dari bahasa Melayu klasik seperti surai untuk menggantikan kata gumbak (rambut) dan kosakata seperti blangkit yang diserap dari bahasa Inggris blanket (selimut).

Lihat pula[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Bahasa Semende". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History. 
  2. ^ Saleh, Yuslizal; Lamsari, Muhammad; Madjid, Abdul; Silahiddin, Sofyan; Wahab, Zainin (1979). Bahasa Semende (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 2. 
  3. ^ Saleh, Yuslizal; Lamsari, Muhammad; Madjid, Abdul; Silahiddin, Sofyan; Wahab, Zainin (1979). Bahasa Semende (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 5. 
  4. ^ a b c d e f g h i j k Saleh, Yuslizal; Lamsari, Muhammad; Madjid, Abdul; Silahiddin, Sofyan; Wahab, Zainin (1979). Bahasa Semende (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. XV. 
  5. ^ Saleh, Yuslizal; Lamsari, Muhammad; Madjid, Abdul; Silahiddin, Sofyan; Wahab, Zainin (1979). Bahasa Semende (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. XVI. 
  6. ^ a b c Saleh, Yuslizal; Lamsari, Muhammad; Madjid, Abdul; Silahiddin, Sofyan; Wahab, Zainin (1979). Bahasa Semende (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 6. 
  7. ^ Saleh, Yuslizal; Lamsari, Muhammad; Madjid, Abdul; Silahiddin, Sofyan; Wahab, Zainin (1979). Bahasa Semende (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. hlm. 12–13. 
  8. ^ Kota Bandar Lampung Dalam Angka 2023. Bandar Lampung: Badan Pusat Statistik. 2021. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]