Bahasa di Jawa Barat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Peta persebaran bahasa daerah per-kecamatan di Jawa Barat.
  Bahasa Sunda
  Bahasa Betawi
  Bahasa Jawa

Bahasa di Jawa Barat secara umum terbagi menjadi tiga bahasa daerah yang secara dominan dituturkan oleh masyarakat Jawa Barat, yakni bahasa Sunda yang merupakan bahasa asli di Jawa Barat dan Banten, bahasa Jawa, dan bahasa Betawi yang digunakan di daerah utara Jawa Barat yang berdekatan dengan DKI Jakarta. Serta terdapat juga bahasa lain yang dituturkan oleh pendatang dari luar Jawa Barat seperti bahasa Madura, Minang, Batak, dan lain-lain.

Bahasa Sunda[sunting | sunting sumber]

Peta linguistik di provinsi Jawa Barat, Banten, dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta

Bahasa Sunda merupakan bahasa yang dituturkan oleh suku Sunda dan mayoritas masyarakat di wilayah Jawa Barat. Bahasa Sunda merupakan bahasa mayoritas di hampir seluruh kabupaten dan kota di Jawa Barat, kecuali di Kota Depok, Kota Bekasi, sebelah utara Kabupaten Bekasi, sebagian kecil wilayah utara Kabupaten Bogor, pesisir utara Jawa Barat seperti Kabupaten Indramayu, Kota Cirebon, dan sebagian utara Kabupaten Cirebon.[1]

Bahasa Sunda di Jawa Barat terbagi menjadi sekitar enam dialek utama, yaitu:

Bahasa Jawa[sunting | sunting sumber]

Bahasa Jawa merupakan minoritas yang cukup signifikan di Jawa Barat khususnya Jawa Barat bagian utara. Bahasa Jawa di Jawa Barat umumnya dituturkan oleh masyarakat Jawa di pesisir utara Jawa Barat seperti Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon bagian utara, Kabupaten Indramayu, sebagian utara Kabupaten Subang, dan Cilamaya di Kabupaten Karawang.[2]

Di bagian utara Jawa Barat, terdapat dua dialek bahasa Jawa yaitu Cirebon dan Indramayu. Bahasa Jawa yang dituturkan pendatang beretnis Jawa juga umumnya terdapat di kota-kota di Jawa Barat seperti Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Bekasi, dan Kota Depok.

Bahasa Betawi[sunting | sunting sumber]

Bahasa Betawi merupakan bahasa yang dituturkan oleh suku Betawi. Bahasa Betawi terdiri atas 2 dialek, yaitu dialek Betawi Tengahan dan dialek Betawi Pinggiran yang berbatasan dengan penutur bahasa Sunda.[3]

Masyarakat Betawi Tengahan meliputi wilayah Tanjung Priok atau meliputi radius 7 km dari Monumen Nasional. Wilayah ini mayoritas dipengaruhi oleh budaya Melayu dan agama Islam yang terlihat dalam keseniannya seperti samrah, zapin, berbagai macam rebana, kuliner, griya, dan budaya lainnya. Sedangkan masyarakat Betawi Pinggiran, sering disebut orang sebagai Betawi Ora.[4] Pembagian masyarakat ini membuat terbaginya Bahasa Betawi, yakni dialek Betawi Tengah dan dialek Betawi Pinggiran.

Dialek Betawi Tengah dituturkan oleh masyarakat yang tinggal di daerah DKI Jakarta bagian tengah. Dialek Betawi Pinggiran dituturkan di masyarakat yang tinggal di daerah DKI Jakarta bagian pinggiran, terutama di bagian selatan dan lebih luas di luar wilayah DKI Jakarta, seperti:

Dialek Betawi Pinggiran mengubah ucapan kata-kata Melayu, yang memiliki akhir kata yang huruf "a" dengan "ah", misal "gua" menjadi "guah". Sedangkan dari segi bahasa, dialek Betawi Tengahan terdapat banyak perubahan vokal a dalam suku kata akhir menjadi "é", misalnya kata "guna" menjadi "guné".

Sementara itu, Bahasa Betawi merupakan dialek dari bahasa Melayu dengan persentase perbedaan sebesar 75,75%. Apabila, dibandingkan dengan bahasa-bahasa lainnya yang ada di Pulau Jawa, persentase perbedaannya di atas 81%, misalnya dengan bahasa Jawa dan bahasa Sunda.

Lihat juga[sunting | sunting sumber]

Referensi[sunting | sunting sumber]

Pranala luar[sunting | sunting sumber]